archives

Archive for

Asal Mula Yakuza – Mafia Jepang

YAKUZA atau Gokudo adalah nama dari sindikat terorganisir di Jepang (Mafia Jepang). Kelompok ini mulai ada sejak abad ke-17. Kelompok mafia ini mempunyai ciri khas yaitu badan yang penuh tatoo. Sampai sekarang sudah memiliki 110.000 anggota aktif di grup ini yang dari keluarga 2500. Kegiatan mereka meliputi perdagangan gadis seks dari Eropa dan Amerika, prostitusi dan penyelundupan manusia secara illegal.
Sejarah Yakuza dimulai pada tahun 1612 saat Shogun Tokugawa berkuasa dan menyingkirkan shogun sebelumnya. Pergantian ini mengakibatkan sekitar 500.000 orang samurai yang sebelumnya disebut hatomo-yakko (pelayan shogun) menjadi kehilangan tuan, atau disebut sebagai kaum ronin.

Banyak dari para ronin menjadi penjahat dan centeng. Mereka disebut sebagai kabuki-mono atau samurai nyentrik urakan yang ke mana-mana membawa pedang. Mereka berbicara satu sama lain dalam bahasa slang dan kode rahasia. Terdapat kesetiaan tinggi antara sesama ronin sehingga kelompok ini sulit dibasmi.

Dua Kelas Machiyoko
Untuk melindungi kota dari para kabuki-mono, kota-kota kecil di Jepang membentuk machi-yokko yaitu semacam satgas desa. Terdiri dari para pedagang, pegawai, dan orang biasa yang mau menyumbangkan tenaganya untuk menghadapi kaum kabuki-mono. Walaupun mereka kurang terlatih dan jumlahnya sedikit, tetapi ternyata para anggota machi-yokko ini sanggup menjaga daerah mereka dari serangan para kabuki mono. Di kalangan rakyat Jepang abad ke 17, kaum machi-yokko pun dianggap sebagai pahlawan.

Masalah merumit, karena setelah berhasil menggulung para ronin, para anggota machi-yokko malah meninggalkan profesi awal mereka dan memilih jadi preman. Hal ini diperparah lagi dengan turut campurnya Shogun dalam memelihara para machi-yokko ini. Ada dua kelas profesi para machi-yokko, yaitu kaum Bakuto (penjudi) dan Tekiya (pedagang).

Namanya saja kaum pedagang tetapi pada kenyataannya, kaum Tekiya ini suka menipu dan memeras sesama pedagang. Walau begitu, kaum ini punya sistem kekerabatan yang kuat. Ada hubungan kuat antara Oyabun (Bos (bapak)) dan Kobun (bawahan (anak)), serta Senpai-Kohai (Senior-Junior) yang kemudian menjadi kental di organisasi Yakuza.

Kaum Bakuto (Penjudi)
Kaum Bakuto punya sejarah yang unik. Awalnya mereka disewa oleh Shogun untuk berjudi melawan para pegawai konstruksi dan irigasi. Tindakan ini dilakukan agar gaji para pegawai konstruksi dan irigasi habis di meja judi dan tenaga mereka bisa disewa dengan harga murah.

Jenis judi yang biasa dilakukan adalah menggunakan kartu Hanafuda dengan sistem permainan mirip Black Jack. Tiga kartu dibagikan dan bila angka kartu dijumlahkan, maka angka terakhir menunjukkan siapa pemenang, diantara sekian banyak kartu sial kartu berjumlah 20 adalah yang paling sering disumpahi orang, karena berakhiran nol. Salah satu konfigurasi kartu ini adalah kartu dengan nilai (8-9-3) yang dalam bahasa Jepang menjadi Ya-Ku-Za yang kemudian menjadi nama asal Yakuza.

Dari kaum Bakuto ini juga muncul tradisi menandai diri dengan tato disekujur badan (disebut irezumi) dan yubitsume (potong jari) sebagai bentuk penyesalan ataupun sebagai hukuman. Awalnya hukuman ini bersifat simbolik, karena ruas atas jari kelingking yang dipotong membuat pemilik tangan menjadi lebih sulit memegang pedang dengan mantap. Hal ini menjadi simbol ketaatan terhadap pimpinan.

Yakuza Modern
Waktu pun berlalu, kaum Bakuto dan Tekiya menjadi satu identitas sebagai Yakuza. Kaum yang asalnya bertugas melindungi masyarakat – menjadi ditakuti masyarakat. Para pimpinan Jepang memanfaatkan hal ini untuk mengendalikan masyarakat dan menggerakkan nasionalisme. Yakuza ikut direkrut oleh pemerintah Jepang dalam aksi pendudukan di Manchuria dan Cina oleh Jepang tahun 1930-an. Para Yakuza dikirim ke daerah tersebut untuk merebut tanah, dan memperoleh hak monopoli sebagai imbalan.

Peruntungan kaum Yakuza berubah setelah Jepang menyerang Pearl Harbor. Militer mengambil alih kendali dari tangan Yakuza. Para anggota Yakuza akhirnya harus memilih apakah bergabung dalam birokrasi pemerintah, jadi tentara atau masuk penjara. Dapat dikatakan pamor Yakuza menjadi tenggelam.

Setelah Jepang menyerah, para anggota Yakuza kembali ke masyarakat. Muncul satu orang yang berhasil mempersatukan seluruh organisasi Yakuza. Orang itu adalah Yoshio Kodame, seorang eks militer dengan pangkat terakhir Admiral Muda (yang dicapainya di usia 34 tahun). Yoshio Kodame berhasil mempersatukan dua fraksi besar Yakuza, yaitu Yamaguchi-gumi yang dipimpin Kazuo Taoka, dan Tosei-kai yang dipimpin Hisayuki Machii.

Yakuza pun bertambah besar keanggotaannya terutama di periode 1958-1963 saat organisasi Yakuza diperkirakan memiliki anggota 184.000 orang atau lebih banyak daripada anggota tentara angkatan darat Jepang saat itu. Yoshio Kodame dinobatkan sebagai godfather-nya Yakuza.***

PERATURAN dan PEDOMAN YAKUZA:
bagaimanapun sebuah organisasi kriminal atau sindikat dalam bentuk apapun pasti memiliki peraturan yang harus ditaati oleh setiap anggotanya.
bagaimana dengan yakuza. berikut peraturan yakuza:
Persyaratan Keanggotaan, Syarat & Kondisi
Jika Anda tertarik untuk bergabung dengan Yakuza, meminta pemimpin kru untuk mengundang. Juga, Anda harus memenuhi persyaratan jika Anda ingin bergabung kru YAKUZA.
01: Anda harus menjadi orang yang wajar dengan kecerdasan dan akal sehat. Kami tidak menerima fucktards/orang tolol.
02: Perintah harus diikuti setiap saat. Jika seorang anggota yang berpangkat diatas anda memberikan perintah, maka Anda harus mengikuti mereka.
03: Anggota yang tidak aktif selama 30 hari dan lagi akan diturunkan dan dikeluarkan dari kru. Jika Anda akan pergi, anda harus memberitahu pemimpin kru tentang ketidakhadiran Anda.
04: Yakuza melindungi anggota mereka, asalkan mereka tidak melanggar peraturan.
05: Kami tidak menendang keluar (mengeluarkan) orang-orang dari yakuza. Setelah Anda masuk, hanya ada satu jalan keluar dan Anda tidak ingin bahwa…..(dari sumbernya memang dikosongkan, saya sinyalir ini berarti satu kata “anda mati”
Peraturan Yakuza
Setiap anggota kru melanggar aturan berikut ini akan dihukum berat!
Hukuman dalam bentuk penurunan pangkat, daftar perburuan, kematian atau kombinasi dari ketiganya. kru tidak mentolerir kesalahan.
01: Jangan membunuh tanpa izin! Juga tidak memburu seseorang tanpa izin. Jika Anda memiliki masalah, hubungi Badan Intelijen yakuza.
02: Jangan mencuri mobil dari kru lain! Jika seseorang mencuri mobil Anda, hubungi Badan Intelijen.
03: Jangan pernah meminta uang atau pinjaman dari siapa pun!
04: Selalu membantu para anggota Yakuza. Ketika Anda melihat seseorang meminta bantuan atau informasi mengenai sesuatu, tidak berpaling melainkan mencoba untuk membantu mereka. Berikan tangan ,membantu bila mungkin dan Anda akan mendapatkan yang sama dalam kembali!
Pedoman

Berikut adalah beberapa panduan yang akan menjelaskan apa yang diperkenankan dan bagaimana Anda harus berurusan dengan hal-hal tertentu …
01: Semua orang di Yakuza memiliki izin untuk membunuh pengkhianat dan low life’s (bisa didefinisikan orang yang minder, takut dll).
02: Jika salah seorang pemimpin Yakuza berusaha dipukul/dihajar/dibunuh, tidak perlu izin untuk menyerang. Dalam hal demikian, setiap orang diperbolehkan dan diharapkan untuk menyerang kembali!
03: Jika Anda ingin seseorang mati, jelaskan alasan ke IA (Badan Intelijen Yakuza) dan mereka yang akan memutuskan. Juga jika Anda ingin membuat bunuh diri, hubungi IA terlebih dahulu.
04: Jika Anda membutuhkan uang untuk wilayah Dominasi, hubungi Dominasi Badan.
05: Hanya Oyabun dan Kumicho dapat mengirim undangan ke orang. Semua anggota lainnya bebas untuk “merekrut” dengan meminta orang untuk mengirim permintaan untuk mengundang ke Oyabun. dan masih banyak peraturan lain yang tak diexpose

Sejarah Tasawuf Salafi

1. Abad Kesatu Dan Kedua Hijriyah
Pada abad kesatu dan kedua hijriyah disebut dengan fase zuhud (asketisme), sikap zuhud para sufi salafi merupakan awal kemunculan tasawuf, pada fase zuhud ini terdapat para sufi salafi yang lebih cenderung beribadah kepada Allah untuk mensucikan dirinya dari segala dosa dan kesalahan masa lalu. Mereka mengamalkan konsep zuhud dalam kehidupan yaitu tidak terlalu mementingkan makanan enak, pakaian mewah, harta benda melimpah, rumah megah, tahta, pangkat, jabatan dan wanita cantik, tetapi mereka lebih mementingkan beramal ibadah untuk kepentingan akhirat dengan rajin mendekatkankan diri kepada Allah, diantara ‘ulama sufi salafi yang terkenal di masa itu adalah Hasan Al-Bashri (wafat pada 110 H) dan Rabi’atul Adawiyah (wafat 185 ), kedua sufi ini dijuluki sebagai zahid (orang yang sangat sederhana).

2. Abad Ketiga Hijriyah

Dengan datangnya abad ketiga Hijriyah ini, para sufi mulai menaruh perhatiannya terhadap hal-hal yang berkenaan dengan jiwa dan tingkah laku. Perkembangan faham dan akhlaq sufi ditandai dengan upaya menegakkan akhlaq di tengah terjadinya dekadensi moral yang sedang berkembang di masa itu, sehingga di tangan para sufi tasawuf pun berkembang menjadi ilmu akhlaq. Pemberian contoh dalam kehidupan sehari-hari para sufi, akhirnya dapat mendorong kemajuan perubahan pada pola tingkah masyarakat dari yang lebih cenderung mengejar keduniaan yang membuat masyarakat di masa itu lupa pada Allah berubah menjadi masyarakat berakhlaqul karimah.

Ajaran akhlaq para sufi ini menjadikan tasawuf terlihat sebagai amalan yang sangat sederhana dan mudah dipraktekkan oleh semua orang. Kesederhanaan para sufi dapat dilihat dari kesederhanaan alur pemikiran. Tasawuf pada jalur kesederhaan ini banyak ditampilkan oleh ‘ulama sfi salafi di masa itu. Perhatian para sufi di masa itu lebih tertuju kepada realitas pengalaman keIslaman yang dipraktekkan dalam kehidupan serhari-hari yang disebut dengan akhlaqul karimah. Mereka menampilkan ajaran tasawuf lewat akhlaq terpuji dengan maksud memahami kandungan batiniah ajaran Islam yang mereka nilai mengandung banyak anjuran untuk beraklak mulia. Kondisi ini mulai berkembang di tengah kehidupan lahiriyah yang sangat formal dan cenderung kurang diterima oleh mereka yang mendambakan konsistensi pangamalan ajaran Isdlam sampai pada aspek terdalam. Oleh karena itu, ketika para sufi menyaksikan ketidak beresan akhlaq di sekitarnya, mereka menemkan kembali akhlaq mulia, pada masa ini tasawuf lebih identik dengan akhlaq.

Pada abad ketiga ini terlihat perkembangan tasawuf sangat pesat, ditandai dengan adanya segolongan sufi yang mendalami inti ajaran tasawuf, sehingga didapati ada 3 inti ajaran tasawuf, yaitu:
1. Tasawuf yang berintikan ilmu jiwa, yaitu ajaran tasawuf yang berisi suatu metode yang lengkap tentang pengobatan jiwa. Ajaran ini mengkonsentrasikan kejiwaan manusia kepada Allah, sehingga ketegangan kejiwaan akibat pengaruh keduniaan dapat teratasi dengan sebaik-baiknya. Inti ajaran tasawuf yang satu ini menjadi dasar teori para psikiater zaman sekarang ini dalam mengobati pasiennya.
2. Tasawuf yang berintikan ilmu akhlaq, yaitu di dalamnya terkandung petunjuk tentang cara berbuat baik dan cara menghindari keburukan. Ajaran ini lengkap dengan riwayat dari kasus-kasus yang pernah dialami oleh para sahabat Nabi. Dari ajaran inilah munculnya ilmu akhlaq.
3. Tasawuf yang berintikan metafisika, yaitu ajaran tasawuf yang berintikan hakikat Tuhan. Dari ajaran inilah munculnya ilmu tauhid, ilmu aqidah, ilmu qalam dan ilmu filsafat.

3. Abad Keempat Hijriyah

Abad keempat hijriyah ditandai dengan kemajuan ilmu tasawuf yang lebih pesat dari sebelumnya, karena upaya maksimal dari ‘ulama tasawuf dalam pengembangan dakwahnya masing-masing, sehingga kota Baghdad yang hanya satu-satunya kota terkenal sebagai pusat kegiatan tasawuf terbesar sebelumnya tersaingi oleh kota-kota besar lainnya.

Upaya untuk mengembangkan ajaran tasawuf di luar kota Baghdad dipelopori oleh beberapa ‘ulama tasawuf yang terkenal kesufiannya, yaitu:
1. Musa Al-Anshory: Mengajarkan ilmu tasawuf di Khurasan (Persia atau Iran), wafat di Khurasan pada tahun 320 H.
2. Abu Hamid Bin Muhammad Ar-Rubazy: Mengajarkan ilmu tasawuf di Mesir dan wafat di Mesir pada tahun 322 H.
3. Abu Zaid Al-Adamy: Mengajarkan ilmu tasawuf di Saudi Arabiyah dan wafat di sana pada tahun 314 H.
4. Abu Ali Muhammad Bin Abdul Wahab As-Saqafy: Mengajarkannya di Naisabur dan kota Syaraz hingga ia wafat di tahun 328 H.

Di abad keempat ini pula para sufi membagi inti ilmu menjadi 4 tingkatan atau 4 tahapan, yaitu:
1. Ilmu Syari’at.
2. Ilmu Tariqat.
3. Ilmu Hakikat.
4. Ilmu Ma’rifat.

Di abad ketiga ini pula dikenal sistem pendidikan dan pengajaran tasawuf yang terlembaga dan terkonsentrasi yaitu: “Suluk”, sebagai lanjutan pengajaran ilmu tasawuf yang diajarkan oleh para sufi di abad sebelumnya.

Macam-Macam Tariqat Muktabarah : Qadiriyah, Naqsyabandiyah, Qadiriyah Naqsyabandiyah, Syadziliyah

Muqaddimah

Tarekat berasal dari bahasa Arab thariqah, jamaknya tharaiq, yang berarti: (1) jalan atau petunjuk jalan atau cara, (2) Metode, system (al-uslub), (3) mazhab, aliran, haluan (al-mazhab), (4) keadaan (al-halah), (5) tiang tempat berteduh, tongkat, payung (‘amud al-mizalah). Menurut Al-Jurjani ‘Ali bin Muhammad bin ‘Ali (740-816 M), tarekat ialah metode khusus yang dipakai oleh salik (para penempuh jalan) menuju Allah Ta’ala melalui tahapan-tahapan/maqamat.

Dengan demikian tarekat memiliki dua pengertian, pertama ia berarti metode pemberian bimbingan spiritual kepada individu dalam mengarahkan kehidupannya menuju kedekatan diri dengan Tuhan. Kedua, tarekat sebagai persaudaraan kaum sufi (sufi brotherhood) yang ditandai dengan adannya lembaga formal seperti zawiyah, ribath, atau khanaqah (sufinews.com).

Sebuah tarekat biasanya terdiri dari penyucian batin, kekeluargaan tarekat, upacara keagamaan, dan kesadaran sosial. Penyucian batin melalui latihan rohani dengan hidup zuhud, menghilangkan sifat-sifat jelek, mengisi sifat terpuji, taat atas perintah agama, menjauhi larangan, taubat atas segala dosa dan muhasabah introspeksi terhadap semua amal pribadi. Kekeluargaan tarekat biasanya terdiri dari syaih tarekat, syaikh mursyid (khalifahnya), mursyid sebagai guru tarekat, murid dan pengikut tarekat, serta ribath (zawiyah) tempat latihan, kitab-kitab, system dan metode zikir. Upacra keagamaan bisa berupa baiat, ijarah atau khirqah, silsilah, latihan-latihan, amalan-amalan tarekat, talqin, wasiat yang diberikan dan dialihkan seorang syaikh tarekat kepada murid-muridnya (Abu Bakar dalam Sri Mulyati,2004: 9).

Menurut Sri Mulyati (2004:9), dari unsur-unsur tersebut, salah satunya yang sangat penting bagi sebuah tarekat adalah silsilah. Silsilah menjadi tolok ukur sebuah tarekat itu muktabarah (dianggap sah) atau tidak.

Dengan demikian aliran tarekat berikut ini adalah beberapa di antara tarekat yang telah jelas sebagai tarekat muktabarah yang telah lama berkembang di Indonesia. Langkah awal untuk mengenal lebih dekat mengenai tarekat-tarekat tersebut,mari kita simak bersama uraian berikut. Semoga umat Islam dapat membedakan mana tarekat yang tidak melenceng dari ajaran syariat dan mana yang merupakan aliran sesat yang berkedok tarekat. Selain itu,memperjelas kita betapa kaya khazanah ke-Islam-an di nusantara ini.

 

1. Tarekat Qodiriyah

Qodiriyah adalah nama sebuah tarekat yang didirikan oleh Syeikh Muhyidin Abu Muhammad Abdul Qodir Jaelani Al Baghdadi QS. Tarekat Qodiriyah berkembang dan berpusat di Iraq dan Syria kemudian diikuti oleh jutaan umat muslim yang tersebar di Yaman, Turki, Mesir, India, Afrika dan Asia. Tarekat ini sudah berkembang sejak abad ke-13. Namun meski sudah berkembang sejak abad ke-13, tarekat ini baru terkenal di dunia pada abad ke 15 M. Di Makkah, tarekat Qodiriyah sudah berdiri sejak 1180 H/1669 M.

Syaikh Muhyidin Abu Muhammad Abdul Qodir Al-Jaelani Al-Baghdadi QS, ini adalah urutan ke 17 dari rantai mata emas mursyid tarekat. Garis Salsilah tarekat Qodiriyah ini berasal dari Sayidina Muhammad Rasulullah SAW, kemudian turun temurun berlanjut melalui Sayidina Ali bin Abi Thalib ra, Sayidina Al-Imam Abu Abdullah Al-Husein ra, Sayidina Al-Imam Ali Zainal Abidin ra, Sayidina Muhammad Baqir ra, Sayidina Al-Imam Ja’far As Shodiq ra, Syaikh Al-Imam Musa Al Kazhim, Syaikh Al-Imam Abul Hasan Ali bin Musa Al Rido, Syaikh Ma’ruf Al-Karkhi, Syaikh Abul Hasan Sarri As-Saqoti, Syaikh Al-Imam Abul Qosim Al Junaidi Al-Baghdadi, Syaikh Abu Bakar As-Syibli, Syaikh Abul Fadli Abdul Wahid At-Tamimi, Syaikh Abul Faraj Altartusi, Syaikh Abul Hasan Ali Al-Hakkari, Syaikh Abu Sa’id Mubarok Al Makhhzymi, Syaikh Muhyidin Abu Muhammad Abdul Qodir Al-Jaelani Al-Baghdadi QS.

Tarekat Qodiriyah ini dikenal luwes. Yaitu bila murid sudah mencapai derajat syeikh, maka murid tidak mempunyai suatu keharusan untuk terus mengikuti tarekat gurunya. Bahkan dia berhak melakukan modifikasi tarekat yang lain ke dalam tarekatnya. Hal itu seperti tampak pada ungkapan Abdul Qadir Jaelani sendiri, “Bahwa murid yang sudah mencapai derajat gurunya, maka dia jadi mandiri sebagai syeikh danAllah-lah yang menjadi walinya untuk seterusnya.”

Mungkin karena keluwesannya tersebut, sehingga terdapat puluhan tarekat yang masuk dalam kategori Qidiriyah di dunia Islam. SepertiBanawa yang berkembang pada abad ke-19Ghawtsiyah (1517),Junaidiyah (1515 M), Kamaliyah (1584 M), dan lain-lain, semuanya berasal dari India. Di Turki terdapat tarekat HindiyahKhulusiyah,dal lain-lain. Dan di Yaman ada tarekat AhdaliyahAsadiyahMushariyyah. Sedangkan di Afrika diantaranya terdapat tarekat AmmariyahTarekat Bakka’iyah, dan lain sebagainya.

Di Indonesia, pencabangan tarekat Qodiriyah ini secara khusus olehSyaikh Achmad Khotib Al-Syambasi digabungkan dengan tarekat Naqsyabandiyah menjadi tarekat Qodiriyah Wa Naqsyabandiyah . Kemudian garis salsilahnya yang salah satunya melalui Syaikh Abdul Karim Tanara Al-Bantani berkembang pesat di seluruh Indonesia.

Syaikh Abdul Karim Tanara Al-Bantani ini berasal dari Banten dan merupakan ulama Indonesia pertama yang menjadi Imam Masjidil Haram. Selanjutnya jalur salsilahnya berlanjut ke Syaikh Abdullah Mubarok Cibuntu atau lazim dikenal sebagai Syaikh Abdul Khoir Cibuntu Banten. Terus berlanjut ke Syaikh Nurun Naum Suryadipraja yang berkedudukan di Pabuaran Bogor. Selanjutnya garis salsilah ini saat ini berlanjut ke Syaikh Al Waasi Achmad Syaechudin.

Syaikh Al Waasi Achmad Syaechudin selain mempunyai sanad daritarekat Qodiriyah Wa Naqsyabandiyah juga khirkoh dari tarekat Naqsyabandiyah dari garis salsilah Syaikh Jalaludin. Beliau sampai dengan hari ini meneruskan tradisi tarekat Qodiriyah Wa Naqsyabandiyahdengan kholaqoh dzikirnya yang bertempat di Bogor Baru kotamadya Bogor propinsi Jawa Barat.(wikipedia.org)

2. Tarekat Naqsyabandiyah

Naqsyabandiyah merupakan salah satu tarekat sufi yang paling luas penyebaran nya, dan terdapat banyak di wilayah Asia Muslim (meskipun sedikit di antara orang-orang Arab) serta Turki, Bosnia-Herzegovina, dan wilayah Volga Ural. Bermula di Bukhara pada akhir abad ke-14, Naqsyabandiyah mulai menyebar ke daerah-daerah tetangga dunia Muslim dalam waktu seratus tahun. Perluasannya mendapat dorongan baru dengan munculnya cabang Mujaddidiyah, dinamai menurut nama Syekh Ahmad Sirhindi Mujaddidi Alf-i Tsani (”Pembaru Milenium kedua”, w. 1624). Pada akhir abad ke-18, nama ini hampir sinonim dengan tarekat tersebut di seluruh Asia Selatan, wilayah Utsmaniyah, dan sebagian besar Asia Tengah. Ciri yang menonjol dari Tarekat Naqsyabandiyah adalah diikutinya syari’at secara ketat, keseriusan dalam beribadah menyebabkan penolakan terhadap musik dan tari, serta lebih mengutamakan berdzikir dalam hati, dan kecenderungannya semakin kuat ke arah keterlibatan dalam politik (meskipun tidak konsisten).

Sejarah

Kebanyakan orang Naqsyabandiyah Mujaddidiyah dalam dua abad ini menelusuri keturunan awal mereka melalui Ghulam Ali (Syekh Abdullah Dihlavi [m. 1824]), karena pada awal abad ke-19 India adalah pusat organisasi dan intelektual utama dari tarekat ini. Khanaqah (pondok) milik Ghulam Ali di Delhi menarik pengikut tidak hanya dari seluruh India, tetapi juga dari Timur Tengah dan Asia Tengah. Hingga kini Khanaqah masih tetap (pernah mengalami masa tidak aktif akibat perampasan Delhi oleh orang Inggris pada tahun 1857). Namun fungsi Pan-Islami-nya sebagian besar diwarisi oleh para wakil dan pengganti Ghulam Ali yang menetap di tempat-tempat lain di Dunia Muslim. Yang terpenting adalah para syekh yang tinggal di Makkah dan Madinah: kedua kota suci ini menyebarkan Tarekat Naqsyabandiyah di banyak tanah Muslim sampai terjadinya penaklukan Hijaz oleh kaum Wahabiyah pada 1925, yang mengakibatkan dilarangnya seluruh aktivitas sufi. Demikianlah, Muhammad Jan Al-Makki (w. 1852), wakil Ghulam Ali di Makkah, menerima banyak peziarah Turki dan Basykir, yang kemudian mendirikan cabang-cabang baru Naqsyabandiyah di kampung halamannya. Pengganti Ghulam Ali yang pertama di Khanaqah Delhi, Abi Sa’id, melewatkan beberapa waktu di Hijaz untuk menerima pengikut baru. Anak dan pengganti Abu Sa’id, Syekh Ahmad Sa’id, memilih tinggal di Madinah setelah suatu peristiwa besar pada tahun 1857, memindahkan arah Naqsyahbandiyah India ke Hijaz untuk sementara. Ketiga putra Ahmad Sa’id sama-sama memperoleh warisannya: dua orang pergi ke Mekkah dan menarik pengikut dari India serta Turki di sana. Sementara yang ketiga, Muhammad Mazhhar, tetap di Madinah dan mengelola pengikut yang terdiri dari ulama dan pengikut dari India, Turki Daghestan, Kazan, dan Asia Tengah. Namun, yang paling penting dari pengikut Muhammad Mazhhar adalah seorang Arab, Muhammad Salih al-Zawawi dan murid-muridnya yang tidak merasakan kebencian, yang umumnya ditujukan kepada Ulama Pribumi terhadap orang-orang non Arab dalam masyarakat mereka.

Sebagai guru fiqih Syafi’i, dia memiliki akses khusus terhadap orang-orang Indonesia dan orang-orang Melayu yang berkumpul di Hijaz, serta berkat al-Zawawi dan murid-muridnyalah Naqsyabandiyah dikenal secara serius di Asia Tenggara. Di Pontianak di pantai barat Kalimantan, masih terdapat berbagai jejak garis Naqsyabandiyah yang terpancar dari Hijaz ini.

Dorongan yang membawa Naqsyabandiyah ke zaman modern berasal dari pengganti Ghulam Ali yang lainnya. Maulana Khalid al-Bagdhadi (w. 1827). Beliau mempunyai peranan yang penting di dalam perkembangan tarekat ini sehinga keturunan dari para pengikutnya dikenal sebagai kaum Khalidiyah, dan dia kadang-kadang dipandang sebagai “Pemburu” (Mujaddid) Islam pada abad ke-13, sebagaimana Srihindi dipandang sebagai pemburu Milenium kedua. Khalidiyah tidak terlalu berbeda dengan para leluhurnya Mujaddidiyah. Yang baru adalah usaha Maulana Khalid untuk menciptakan tarekat yang terpusat dan disiplin, terfokus pada dirinya pribadi, dengan cara ibadah yang disebut Rabithah (”petautan”) atau konsentrasi pada citra Maulana Khalid sebelum berdzikir. Usaha ini selanjutnya terkait dengan sikap politik, aktivitas, yang bertujuan untuk mengamankan supremasi syari’at dalam masyarakat Muslim dan menolak agresi Eropa. Setelah kematian Maulana Khalid, tidak ada kepemimpinan yang terpusat, tetapi sikap politik yang mendasari upaya tersebut tetap hidup.

Lahir di Distrik Syahrazur di Kurdistan Selatan pata 1776, Maulana Khalid melewatkan waktu sekitar satu tahun bersama Ghulam Ali di Delhi sebelum kembali ke kampung halamannya pada 1881 dengan “wewenang lengkap dan mutlak” sebagai wakilnya. Sebelum meninggalkan Delhi, Maulana Khalid memberi tahu gurunya bahwa tujuan utamanya adalah untuk “mencari dunia ini demi agama”, dari tiga tempat tinggalnya setelah itu Sulaimaniyah, Bagdad dan Damaskus, beliau mendirikan jaringan 116 wakil, yang masing-masing dengan tanggung jawab yang jelas batas geografisnya. Murid-muridnya mencakup tidak hanya anggota-anggota hierarki agama pemerintahan “Utsmaniyah”, tetapi juga sejumlah gubernur provinsi dan tokoh militer yang sangat penting dalam memajukan wibawa Khalidiyah adalah wakil kedua Maulana Khalid di Istambul, Abdul al-Wahhab al-Susi, yang merekrut Makkizada Musthafa Asim, syekh al-Islam masa itu ke dalam tarekat ini. Usaha untuk meraih pengaruh atas kebijakan Utsmaniyah yang disiratkan oleh berbagai upaya ini tidak pernah benar-benar berhasil.

Namun, terjadi semacam penyejajaran antara Khalidiyah dengan negara Utsmaniyah pada masa pemeritahan Abdulhamid II, yang berteman dengan Khalidiyah terkemuka di Istambul, Ahmed Ziyauddin Gumushanevi (w. 1893). Kepentingan Gumushanevi jauh mentransendenkan yang politis: tulisannya yang dimiliki banyak mengenai sufisme pada umumnya dan Naqsyabandiyah pada khususnya, mewakili puncak sastra sufi Utsmaniyah besar yang terakhir. Sebaliknya, Adbulhamid sangat ditentang oleh Syekh Naqsyabandiyah yang menonjol lainnya, Muhamad As’ad dari Ibril wilayah Irak Utara.

Pengaruh Maulana Khalid mungkin paling nampak di kampung halamannya, Kurdistan. Cabang Naqsyabandiyah yang beliau perkenalkan di sana sepenuhnya memudarkan pengaruh “Qadiriyah”, yang sebelumnya merupakan tarekat paling menonjol di wilayah Kurdistan, dan memunculkan sejumlah keluarga sebagai pemimpin turunan tarekat itu, serta memegang kepemimpinan dalam urusan negara Kurdistan. Hubungan keturunan Naqsyabandiyah dengan separatisme Kurdistan, dan kemudian nasionalisme, pertama kali terlihat dalam pemberontakan besar Kurdistan 1880 yang dipimpim oleh Ubaidillah dari Syamdinan, yang berhasil membebaskan diri, untuk sementara, sebagian besar orang Kurdistan Iran dari kendali Iran. Keluarga Barzani juga mampu mendominasi ungkapan nasionalisme Irak selama beberapa puluh tahun melalui wibawa Naqsabandiyah yang diwarisinya.

Khalidiyah juga mengakar dengan cepat dan tepat di Daghestan, wilayah pegunungan yang terletak di pertemuan Kaukasus dan Rusia Selatan.

Wilayah ini pertama kali diperkenalkan dengan Naqsyabandiyah pada akhir abad ke-18, tetapi kedatangan Khalidiyah yang membuat wilayah itu menjadi daerah Naqsyabandi semasa hidup Maulana Khalid. Penekanan ganda Khalidiyah di Daghestan adalah penggantian hukum-kebiasaan (cotumary law) non Islam menjadi syari’at dan perlawanan terhadap pemerintah Rusia. Pemimpin Naqsyabandiyah pertama untuk orang Daghestan adalah Ghazi Muhammad, yang meninggal dibunuh oleh orang Rusia pada 1832, dan penggantinya dua tahun kemudian mengalami nasib yang sama. Sebaliknya Syamil, yang kemudian mengambil kepemimpinan gerakan itu, mampu menahan Rusia hingga 159, salah satu perlawanan Muslim terhadap imperialisme Eropa yang terlama dan terkenal. Pengaruh Naqsyabandiyah di Daghestan ternyata sulit dicabut; kaum Naqsyabandiyah aktif dalam pemberontakan 1877 oleh Daghestan dan Chechenia yang berjaya pada rentang waktu antara runtuhnya tsar Rusia dan pembentukan pemerintahan Soviet.

Wilayah populasi Muslim lain yang diperintah oleh Rusia yang ternyata menerima Khalidiyah adalah Volga-Ural (sekarang Tatarstan dan Baskira).

Wakil Maulana Khalid di Makkah, Abdullah Makki (Erzincani), menerima seorang murid dari Kazan, Fatsullah Menavusi; namun, yang pengaruhnya terbukti menentukan adalah pengikut Ghumushaveni asal Basykar, Syekh Zainullah Rasulev dari Troisk. Semula Rasulev adalah pengikut garis mujaddidiyah yang pergi ke Bukhara, kemudian mengalihkan kesetiaanya kepada Gumushaveni setelah berkunjung ke Istambul pada 1870. Ketika kembali, dia mempropagandakan Khalidiyah sehingga membangkitkan permusuhan dari para pesaingnya dan menimbulkan kecurigaan dari pihak berwenang Rusia; hal ini mengakibatkan Rasulev dipenjara dan diasingkan. Kemudian bebas lagi pada 1881 dia memperkukuh dan memperkuat pengikutnya sehingga ratusan murid berada di bawah pengaruhnya; mereka tidak hanya tersebar diwilayah Volga-Ural, tetapi juga di Kazakhstan dan Siberia. Tatkala kematian tiba pada 1917, dia disebut sebagai “raja spiritual rakyatnya”, dan setelah kematiannya wibawa Rasulev tetap terus bergaung sampai pada periode Soviet: tiga kepala Direktorat Spiritual untuk kaum Muslim Rusia Eropa dan Siberia yang berfungsi di bawah pengawasan Soviet adalah murid-murid Rasulev.

Akhirnya, Khalidiyah memastikan pula penanaman pengaruh Naqsyabandiyah secara permanen di dunia Melayu Indonesia. Abdullah Makki mempunyai murid dari Sumatera yaitu Ismail Minangkabawi. Setelah lama menetap di Makkah, Minangkabawi menetap di Penyengat wilayah kepulauan Riau. Di sana, ia memperoleh kesetiaan dari keluarga pemerintahan, yang sudah mulai diperkenalkan pada Naqsyabandiyah oleh Duta-duta pemerintah yang dikirim dari Madinah oleh Muhammad Mazhhar. Dia juga pergi ke Melayu hingga Kedah, mempropagandakan Khalidiyah ke mana pun ia pergi. Namun usahanya merupakan rintisan, dan digantikan oleh kegiatan dua Khalidiyah yang tinggal di Makkah yaitu Khalil Hamdi Pasya dan Syekh Sulaiman Zuhdi. Kenyataan bahwa kedua orang ini adalah pesaing, saling menuduh bahwa yang lainnya adalah menyimpang dari prinsip Naqsyabandiyah, menyiratkan betapa dunia Melayu Indonesia menjadi sumber pengikut yang kaya untuk Naqsyabandiyah. Dalam jangka panjang, Sulaiman Zuhdi lebih berhasil dari pada pesaingya, hingga Jabal Abi Qubais di Makkah, tempat dia tinggal, dipandang sebagai sumber seluruh Tarekat Naqsyabandiyah di Asia Tenggara. Di antara murid ini banyak yang mendirikan Khalidiyah di berbagai tempat di Sumatera, Jawa dan Sulawesi, yang paling penting adalah Abdil Wahab Rokan (w. 1926). Beliau dikirim dari Makkah pada tahun 1868 dengan misi untuk menyebarkan Khalidiyah di seluruh Sumatera, dari Aceh sampai Palembang — misi yang beliau dilaksanakan dengan sukses besar adalah dari pesantrennya di Bab Al-Salam, Lengkat-Tinggal menetap selama tiga tahun di Johor, dan memungkinkan dia untuk memperluas pengaruhnya lebih jauh ke Semenanjung Malaya.

Praktik Naqsyabandiyah di Dunia Melayu Indonesia sejak dini sangat berbeda dengan adanya ritual yang disebut dengan suluk, yakni menyendiri dengan jangka waktu yang berbeda-beda dan sebagian diiringi dengan puasa. Asal usul praktik ini sangat berbeda dengan tradisi Naqsyabandiyah yang tidak diketahui. Putusnya hubungan dengan Makkah akibat penaklukan Hijaz oleh kaum Wahabiyah makin menambah ciri khas bagi kaum Naqsyabandiyah di Melayu Indonesia.

Peran Politik

Tidak semua perkembangan formatik yang berkenaan dengan Naqsyabandiyah berkaitan dengan Ghulam Ali Dihlavi dan keturunannya. Salah satu keturunan dari Ahmad Sirhindi didirikan di Syur Bazar di pinggiran Kabul pada pertengahan abad ke-19, dan para anggota cabang ini memainkan peranan penting dalam urusan negara Afghanistan hingga pembentukan negara pasca Komunis pertama pada tahun 1991. Di tempat lain di Asia Tengah, Naqsyabandiyah dari berbagai keturunan menonjol dalam perlawanannya terhapap Rusia dan sesudahnya. Dengan demikian pertahanan Goktepe oleh para Turkmen Akhel-Tekke diarahkan oleh seorang pengikut Naqysabandiyah, yaitu Muhammad Ali Ihsan (Dukchi Ikhsan). Naqsyabandiyah juga memimpin pemberontakan melawan pemerintah Cina di Xinjing pada tahun 1863 dan 1864 dan di Shannxi serta Gunsu antara 1862 dan 1873.

Ciri khas yang ditunjukan oleh kelompok Naqyabandiyah ini sering digambarkan dalam negara modern, terutama di Turki. Namun, di Turkli perlawanan Naqsyabandiyah terhadap sekulerisme selalu bersifat pasif (kecuali pemberontakan Sa’id). Penggambaran peristiwa Menemen 1931 sebagai konspirasi Naqsyabandiyah yang menyebabkan Syekh Muhammad As’ad (Mehmed Esad) dihukum mati secara adil, sekarang diragukan.

Sejumlah pemimpin Naqsyabandiyah menjadi orang penting sebagai guru spiritual dan intelektual: Mahmud Sami Ramazanoglu (w. 1984), pengganti Syekh Muhammad As’ad. Mehmed Zahid Kotku (w.1980), keturunan spiritual dari Gumushanevi bersama penggantinya Esad Gosan (sampai sekarang masih hidup) dan Resit Erol (w. 1994). Kegiatan mengajar para syekh ini beserta syekh lainnya secara alamiah memiliki pengaruh politik, namun cenderung mengarah pada pengintegrasian Naqsyabandiyah ke dalam struktur Republik Turki, dan bukan penolakan terhadap struktur tersebut. Penting dicatat bahwa beberapa pemimpin Naqsyabandiyah hadir secara menonjol di pemakaman Presiden Turki, Turgut Ozal pada 1993.

Kaum Naqsyabandiyah dalam jumlah dan kekuatan intelektualnya, tidak dapat digambarkan secara seragam dalam Dunia Islam sekarang ini. Pengaruh mereka mungkin paling kuat di Turki dan wilayah Kurdistan, dan yang paling lemah adalah di Pakistan. Pada masa pemerintahan Soviet, pengaruh Naqsyabandiyah sangat terasa pada gerakan “Islam bawah tahan” di Kaukasus Asia Tengah. Namun, pada akhirnya pemerintahan Soviet tidak diikuti perkembangan Naqsyabandiyah di permukaan.

Berbagai Ritual dan Teknik Spiritual Naqsyabandiyah

Seperti tarekat-tarekat yang lain, Tarekat Naqsyabandiyah itu pun mempunyai sejumlah tata-cara peribadatan, teknik spiritual dan ritual tersendiri. Memang dapat juga dikatakan bahwa Tarekat Naqsyabandiyah terdiri atas ibadah, teknik dan ritual, sebab demikianlah makna asal dari istilah thariqah, “jalan” atau “marga”. Hanya saja kemudian istilah itu pun mengacu kepada perkumpulan orang-orang yang mengamalkan “jalan” tadi.

Naqsyabandiyah, sebagai tarekat terorganisasi, punya sejarah dalam rentangan masa hampir enam abad, dan penyebaran yang secara geografis meliputi tiga benua. Maka tidaklah mengherankan apabila warna dan tata cara Naqsyabandiyah menunjukkan aneka variasi mengikuti masa dan tempat tumbuhnya. Adaptasi terjadi karena keadaan memang berubah, dan guru-guru yang berbeda telah memberikan penekanan pada aspek yang berbeda dari asas yang sama, serta para pembaharu menghapuskan pola pikir tertentu atau amalan-amalan tertentu dan memperkenalkan sesuatu yang lain. Dalam membaca pembahasan mengenai berbagai pikiran dasar dan ritual berikut, hendaknya selalu diingat bahwa dalam pengamalannya sehari-hari variasinya tidak sedikit.

Asas-asas

Penganut Naqsyabandiyah mengenal sebelas asas Thariqah. Delapan dari asas itu dirumuskan oleh ‘Abd al-Khaliq Ghuzdawani, sedangkan sisanya adalah penambahan oleh Baha’ al-Din Naqsyaband. Asas-asas ini disebutkan satu per satu dalam banyak risalah, termasuk dalam dua kitab pegangan utama para penganut Khalidiyah, Jami al-’Ushul Fi al-’Auliya. Kitab karya Ahmad Dhiya’ al-Din Gumusykhanawi itu dibawa pulang dari Makkah oleh tidak sedikit jamaah haji Indonesia pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Kitab yang satu lagi, yaitu Tanwir al-Qulub oleh Muhammad Amin al-Kurdi dicetak ulang di Singapura dan di Surabaya, dan masih dipakai secara luas. Uraian dalam karya-karya ini sebagian besar mirip dengan uraian Taj al-Din Zakarya (”Kakek” spiritual dari Yusuf Makassar) sebagaimana dikutip Trimingham. Masing-masing asas dikenal dengan namanya dalam bahasa Parsi (bahasa para Khwajagan dan kebanyakan penganut Naqsyabandiyah India).

Asas-asasnya ‘Abd al-Khaliq adalah:

1. Hush dar dam: “sadar sewaktu bernafas”. Suatu latihan konsentrasi: sufi yang bersangkutan haruslah sadar setiap menarik nafas, menghembuskan nafas, dan ketika berhenti sebentar di antara keduanya. Perhatian pada nafas dalam keadaan sadar akan Allah, memberikan kekuatan spiritual dan membawa orang lebih hampir kepada Allah; lupa atau kurang perhatian berarti kematian spiritual dan membawa orang jauh dari Allah (al-Kurdi).

2. Nazar bar qadam: “menjaga langkah”. Sewaktu berjalan, sang murid haruslah menjaga langkah-langkahnya, sewaktu duduk memandang lurus ke depan, demikianlah agar supaya tujuan-tujuan (ruhani)-nya tidak dikacaukan oleh segala hal di sekelilingnya yang tidak relevan.

3. Safar dar watan: “melakukan perjalanan di tanah kelahirannya”. Melakukan perjalanan batin, yakni meninggalkan segala bentuk ketidaksempurnaannya sebagai manusia menuju kesadaran akan hakikatnya sebagai makhluk yang mulia. [Atau, dengan penafsiran lain: suatu perjalanan fisik, melintasi sekian negeri, untuk mencari mursyid yang sejati, kepada siapa seseorang sepenuhnya pasrah dan dialah yang akan menjadi perantaranya dengan Allah (Gumusykhanawi).

4. Khalwat dar anjuman: “sepi di tengah keramaian”. Berbagai pengarang memberikan bermacam tafsiran, beberapa dekat pada konsep “innerweltliche Askese” dalam sosiologi agama Max Weber. Khalwat bermakna menyepinya seorang pertapa, anjuman dapat berarti perkumpulan tertentu. Beberapa orang mengartikan asas ini sebagai “menyibukkan diri dengan terus menerus membaca dzikir tanpa memperhatikan hal-hal lainnya bahkan sewaktu berada di tengah keramaian orang”; yang lain mengartikan sebagai perintah untuk turut serta secara aktif dalam kehidupan bermasyarakat sementara pada waktu yang sama hatinya tetap terpaut kepada Allah saja dan selalu wara’. Keterlibatan banyak kaum Naqsyabandiyah secara aktif dalam politik dilegitimasikan (dan mungkin dirangsang) dengan mengacu kepada asas ini.

5. Yad kard: “ingat”, “menyebut”. Terus-menerus mengulangi nama Allah, dzikir tauhid (berisi formula la ilaha illallah), atau formula dzikir lainnya yang diberikan oleh guru seseorang, dalam hati atau dengan lisan. Oleh sebab itu, bagi penganut Naqsyabandiyah, dzikir itu tidak dilakukan sebatas berjamaah ataupun sendirian sehabis shalat, tetapi harus terus-menerus, agar di dalam hati bersemayam kesadaran akan Allah yang permanen.

6. Baz gasyt: “kembali”, ” memperbarui”. Demi mengendalikan hati supaya tidak condong kepada hal-hal yang menyimpang (melantur), sang murid harus membaca setelah dzikir tauhid atau ketika berhenti sebentar di antara dua nafas, formula ilahi anta maqsudi wa ridlaka mathlubi (Ya Tuhanku, Engkaulah tempatku memohon dan keridlaan-Mulah yang kuharapkan). Sewaktu mengucapkan dzikir, arti dari kalimat ini haruslah senantiasa berada di hati seseorang, untuk mengarahkan perasaannya yang halus kepada Tuhan semata.

7. Nigah dasyt: “waspada”. Yaitu menjaga pikiran dan perasaan terus-menerus sewaktu melakukan dzikir tauhid, untuk mencegah agar pikiran dan perasaan tidak menyimpang dari kesadaran yang tetap akan Tuhan, dan untuk memlihara pikiran dan perilaku seseorang agar sesuai dengan makna kalimat tersebut. Al-Kurdi mengutip seorang guru (anonim): “Kujaga hatiku selama sepuluh hari; kemudian hatiku menjagaku selama dua puluh tahun.”

8. Yad dasyt: “mengingat kembali”. Penglihatan yang diberkahi: secara langsung menangkap Zat Allah, yang berbeda dari sifat-sifat dan nama-namanya; mengalami bahwa segalanya berasal dari Allah Yang Esa dan beraneka ragam ciptaan terus berlanjut ke tak berhingga. Penglihatan ini ternyata hanya mungkin dalam keadaan jadzbah: itulah derajat ruhani tertinggi yang bisa dicapai.

Asas-asas Tambahan dari Baha al-Din Naqsyabandi:

1. Wuquf-i zamani: “memeriksa penggunaan waktu seseorang”. Mengamati secara teratur bagaimana seseorang menghabiskan waktunya. (Al-Kurdi menyarankan agar ini dikerjakan setiap dua atau tiga jam). Jika seseorang secara terus-menerus sadar dan tenggelam dalam dzikir, dan melakukan perbuatan terpuji, hendaklah berterimakasih kepada Allah, jika seseorang tidak ada perhatian atau lupa atau melakukan perbuatan berdosa, hendaklah ia meminta ampun kepada-Nya.

2. Wuquf-i ‘adadi: “memeriksa hitungan dzikir seseorang”. Dengan hati-hati beberapa kali seseorang mengulangi kalimat dzikir (tanpa pikirannya mengembara ke mana-mana). Dzikir itu diucapkan dalam jumlah hitungan ganjil yang telah ditetapkan sebelumnya.

3. Wuquf-I qalbi: “menjaga hati tetap terkontrol”. Dengan membayangkan hati seseorang (yang di dalamnya secara batin dzikir ditempatkan) berada di hadirat Allah, maka hati itu tidak sadar akan yang lain kecuali Allah, dan dengan demikian perhatian seseorang secara sempurna selaras dengan dzikir dan maknanya. Taj al-Din menganjurkan untuk membayangkan gambar hati dengan nama Allah terukir di atasnya.

Zikir dan Wirid

Teknik dasar Naqsyabandiyah, seperti kebanyakan tarekat lainnya, adalah dzikir yaitu berulang-ulang menyebut nama Tuhan ataupun menyatakan kalimat la ilaha illallah. Tujuan latihan itu ialah untuk mencapai kesadaran akan Tuhan yang lebih langsung dan permanen. Pertama sekali, Tarekat Naqsyabandiyah membedakan dirinya dengan aliran lain dalam hal dzikir yang lazimnya adalah dzikir diam (khafi, “tersembunyi”, atau qalbi, ” dalam hati”), sebagai lawan dari dzikir keras (dhahri) yang lebih disukai tarekat-tarekat lain. Kedua, jumlah hitungan dzikir yang mesti diamalkan lebih banyak pada Tarekat Naqsyabandiyah daripada kebanyakan tarekat lain.

Dzikir dapat dilakukan baik secara berjamaah maupun sendiri-sendiri. Banyak penganut Naqsyabandiyah lebih sering melakukan dzikir secara sendiri-sendiri, tetapi mereka yang tinggal dekat seseorang syekh cenderung ikut serta secara teratur dalam pertemuan-pertemuan di mana dilakukan dzikir berjamaah. Di banyak tempat pertemuan semacam itu dilakukan dua kali seminggu, pada malam Jum’at dan malam Selasa; di tempat lain dilaksanakan tengah hari sekali seminggu atau dalam selang waktu yang lebih lama lagi.

Dua dzikir dasar Naqsyabandiyah, keduanya biasanya diamalkan pada pertemuan yang sama, adalah dzikir ism al-dzat, “mengingat yang Haqiqi” dan dzikir tauhid, ” mengingat keesaan”. Yang duluan terdiri dari pengucapan asma Allah berulang-ulang dalam hati, ribuan kali (dihitung dengan tasbih), sambil memusatkan perhatian kepada Tuhan semata. Dzikir Tauhid (juga dzikir tahlil atau dzikir nafty wa itsbat) terdiri atas bacaan perlahan disertai dengan pengaturan nafas, kalimat la ilaha illa llah, yang dibayangkan seperti menggambar jalan (garis) melalui tubuh. Bunyi la permulaan digambar dari daerah pusar terus ke hati sampai ke ubun-ubun. Bunyi Ilaha turun ke kanan dan berhenti pada ujung bahu kanan. Di situ, kata berikutnya, illa dimulai dengan turun melewati bidang dada, sampai ke jantung, dan ke arah jantung inilah kata Allah di hujamkan dengan sekuat tenaga. Orang membayangkan jantung itu mendenyutkan nama Allah dan membara, memusnahkan segala kotoran.

Variasi lain yang diamalkan oleh para pengikut Naqsyabandiyah yang lebih tinggi tingkatannya adalah dzikir latha’if. Dengan dzikir ini, orang memusatkan kesadarannya (dan membayangkan nama Allah itu bergetar dan memancarkan panas) berturut-turut pada tujuh titik halus pada tubuh. Titik-titik ini, lathifah (jamak latha’if), adalah qalb (hati), terletak selebar dua jari di bawah puting susu kiri; ruh (jiwa), selebar dua jari di atas susu kanan; sirr (nurani terdalam), selebar dua jari di atas putting susu kanan; khafi (kedalaman tersembunyi), dua jari di atas puting susu kanan; akhfa (kedalaman paling tersembunyi), di tengah dada; dan nafs nathiqah (akal budi), di otak belahan pertama. Lathifah ketujuh, kull jasad sebetulnya tidak merupakan titik tetapi luasnya meliputi seluruh tubuh. Bila seseorang telah mencapai tingkat dzikir yang sesuai dengan lathifah terakhir ini, seluruh tubuh akan bergetar dalam nama Tuhan. Konsep latha’if dibedakan dari teknik dzikir yang didasarkan padanya bukanlah khas Naqsyabandiyah saja tetapi terdapat pada berbagai sistem psikologi mistik. Jumlah latha’if dan nama-namanya bisa berbeda; kebanyakan titik-titik itu disusun berdasarkan kehalusannya dan kaitannya dengan pengembangan spiritual.

Ternyata latha’if pun persis serupa dengan cakra dalam teori yoga. Memang, titik-titik itu letaknya berbeda pada tubuh, tetapi peranan dalam psikologi dan teknik meditasi seluruhnya sama saja.

Asal-usul ketiga macam dzikir ini sukar untuk ditentukan; dua yang pertama seluruhnya sesuai dengan asas-asas yang diletakkan oleh ‘Abd Al-Khaliq Al-Ghujdawani, dan muntik sudah diamalkan sejak pada zamannya, atau bahkan lebih awal. Pengenalan dzikir latha’if umumnya dalam kepustakaan Naqsyabandiyah dihubungkan dengan nama Ahmad Sirhindi. Kelihatannya sudah digunakan dalam Tarekat Kubrawiyah sebelumnya; jika ini benar, maka penganut Naqsyabandiyah di Asia Tengah sebetulnya sudah mengenal teknik tersebut sebelum dilegitimasikan oleh Ahmad Sirhindi.

Pembacaan tidaklah berhenti pada dzikir; pembacaan aurad (Indonesia: wirid), meskipun tidak wajib, sangatlah dianjurkan. Aurad merupakan doa-doa pendek atau formula-formula untuk memuja Tuhan dan atau memuji Nabi Muhammad, dan membacanya dalam hitungan sekian kali pada jam-jam yang sudah ditentukan dipercayai akan memperoleh keajaiban, atau paling tidak secara psikologis akan mendatangkan manfaat. Seorang murid dapat saja diberikan wirid khusus untuk dirinya sendiri oleh syekhnya, untuk diamalkan secara rahasia (diam-diam) dan tidak boleh diberitahukan kepada orang lain; atau seseorang dapat memakai kumpulan aurad yang sudah diterbitkan. Naqsyabandiyah tidak mempunyai kumpulan aurad yang unik. Kumpulan-kumpulan yang dibuat kalangan lain bebas saja dipakai; dan kaum Naqsyabandiyah di tempat yang lain dan pada masa yang berbeda memakai aurad yang berbeda-beda. Penganut Naqsyabandiyah di Turki, umpamanya, sering memakai Al-Aurad Al-Fathiyyah, dihimpun oleh Ali Hamadani, seorang sufi yang tidak memiliki persamaan sama sekali dengan kaum Naqsyabandiyah. (syafii.wordpress.com).

3. Thariqah Qadiriyah Naqsyabandiyah

Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah adalah perpaduan dari dua buah tarekat besar, yaitu Thariqah Qadiriyah dan Thariqah Naqsabandiyah. Pendiri tarekat baru ini adalah seorang Sufi Syaikh besar Masjid Al-Haram di Makkah al-Mukarramah bernama Syaikh Ahmad Khatib Ibn Abd.Ghaffar al-Sambasi al-Jawi (w.1878 M.). Beliau adalah seorang ulama besar dari Indonesia yang tinggal sampai akhir hayatnya di Makkah. Syaikh Ahmad Khatib adalah mursyid Thariqah Qadiriyah, di samping juga mursyid dalam Thariqah Naqsabandiyah. Tetapi ia hanya menyebutkan silsilah tarekatnya dari sanadThariqah Qadiriyah saja. Sampai sekarang belum diketemukan secara pasti dari sanad mana beliau menerima bai’at Thariqah Naqsabandiyah.

Sebagai seorang mursyid yang kamil mukammil Syaikh Ahmad Khatib sebenarnya memiliki otoritas untuk membuat modifikasi tersendiri bagi tarekat yang dipimpinnya. Karena dalam tradisi Thariqah Qadiriyah memang ada kebebasan untuk itu bagi yang telah mempunyai derajat mursyid. Karena pada masanya telah jelas ada pusat penyebaran Thariqah Naqsabandiyah di kota suci Makkah maupun di Madinah, maka sangat dimungkinkan ia mendapat bai’at dari tarekat tersebut. Kemudian menggabungkan inti ajaran kedua tarekat tersebut, yaitu Thariqah Qadiriyah dan Thariqah Naqsabandiyah dan mengajarkannya kepada murid-muridnya, khususnya yang berasal dari Indonesia.

Penggabungan inti ajaran kedua tarekat tersebut karena pertimbangan logis dan strategis, bahwa kedua tarekat tersebut memiliki inti ajaran yang saling melengakapi, terutama jenis dzikir dan metodenya. Di samping keduanya memiliki kecenderungan yang sama, yaitu sama-sama menekankan pentingnya syari’at dan menentang faham Wihdatul WujudThariqah Qadiriyahmengajarkan Dzikir Jahr Nafi Itsbat, sedangkan Thariqah Naqsabandiyahmengajarkan Dzikir Sirri Ism Dzat. Dengan penggabungan kedua jenis tersebut diharapkan para muridnya akan mencapai derajat kesufian yang lebih tinggi, dengan cara yang lebih mudah atau lebih efektif dan efisien. Dalam kitab Fath al-‘Arifin, dinyatakan tarekat ini tidak hanya merupakan penggabungan dari dua tarekat tersebut. Tetapi merupakan penggabungan dan modifikasi berdasarkan ajaran lima tarekat, yaitu Tarekat Qadiriyah, Tarekat Anfasiyah, Junaidiyah, dan Tarekat Muwafaqah (Samaniyah). Karena yang diutamakan adalah ajaran Tarekat Qadiriyah dan Tarekat Naqsyabandiyah, maka tarekat tersebut diberi nama Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah. Disinyalir tarekat ini tidak berkembang di kawasan lain (selain kawasan Asia Tenggara).

Penamaan tarekat ini tidak terlepas dari sikap tawadlu’ dan ta’dhimSyaikh Ahmad Khathib al-Sambasi terhadap pendiri kedua tarekat tersebut. Beliau tidak menisbatkan nama tarekat itu kepada namanya. Padahal kalau melihat modifikasi ajaran yang ada dan tatacara ritual tarekat itu, sebenarnya layak kalau ia disebut dengan nama Tarekat Khathibiyah atau Sambasiyah, karena memang tarekat ini adalah hasil ijtihadnya.

Sebagai suatu mazhab dalam tasawuf, Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah memiliki ajaran yang diyakini kebenarannya, terutama dalam hal-hal kesufian. Beberapa ajaran yang merupakan pandangan para pengikut tarekat ini bertalian dengan masalah tarekat atau metode untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Metode tersebut diyakini paling efektif dan efisien. Karena ajaran dalam tarekat ini semuanya didasarkan pada Al-Qur’an, Al-Hadits, dan perkataan para ‘ulama arifin dari kalangan Salafus shalihin.

Setidaknya ada empat ajaran pokok dalam tarekat ini, yaitu : tentang kesempurnaan suluk, tentang adab (etika), tentang dzikir, dan tentang murakabah ( suryalaya.org).

Syeikh Ahmad Khatib Sambas salah satu tokoh Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah

Sambas, salah satu perbedaan yang menonjol antara tarekat naqsabandiyah dengan qadiriyah adalah, kalau tarekat qadiriyah disuarakan dengan keras (zikir vokal) sedangkan naqsabandiyah diucapkan dalam hati (zikir diam). Mengapa hal ini terjadi, karena Ali sahabat Nabi Muhammad SAW adalah seorang yang periang, terbuka, dan suka menantang orang-orang kafir dengan mengucapkan kalimat syahadat dengan suara keras. Sebaliknya, Abu Bakar menerima pelajaran spritualnya pada malam hijrah, ketika dia dan rasulullah sedang bersembunyi di sebuah gua. Karena di seputar tempat itu banyak musuh, mereka tidak dapat berbicara keras dan rasulullah mengajarinya untuk berzikir di dalam hati.

Kemungkinan ketertarikan Khatib Sambas untuk mengadopsi tarekat naqsabandiyah dan menggabungkannya dengan tarekat qadiriyah, adalah karena teknik-teknik zikir diamnya yang begitu unik, sehingga dapat menyempurnakan keseimbangan zikir vokal yang digunakan tarekat qadiriyah. Dengan demikian, murid-murid tarekat qadiriyah-naqsabandiyah bisa lebih mudah, cepat, praktis, dan mendalam guna memperoleh pengalaman spritualnya.

Namun yang cukup menarik adalah, dari siapa Khatib Sambas memperoleh doktrin spritual naqsabandiyah? Menjawab pertanyana ini, perlu dipertimbangkan situasi abad ke 18 dan 19, dimana afiliasi seorang ulama kepada lebih dari satu cabang sudah menjadi sesuatu hal yang umum. Tapi sifatnya tetap menjadi misteri adalah dari siapa Khatib Sambas memperoleh ajaran naqsabandiyah. Hal ini mengingat dia tidak pernah menyebut nama gurunya dibidang tasawuf selain dari nama Shaykh Shams al-Din.

Dalam sisilah Khatib Sambas, ia hanya menyebut gurunya dari tarekat qadiriyah. Sisilah tersebut dimulai dari Allah melalui Malaikat Jibril. Padahal, adaptasi zikir naqsabandiyah begitu eksplisit dalam terekat qadiriyah-naqsabandiyah. Tarekat naqsabandiyah-lah yang memusatkan zikirnya pada enam titik halus (lataif) dalam badan, jantung, dada kanan, dua jaru di atas puting kiri, dua jari di atas putting kanan. Di tengah dada dan dalam otak.

Khatib Sambas telah menerapkan konsep lataif dalam zikir qadiriyah, dia menuntut tidak hanya hati yang disucikan dengan zikir tapi juga kelima lataif di dalam dada. Pengaruh naqsabandiyah yang kedua terlihat dalam ajaran “menghadirkan rupa shaykh di hadapan murid-murid,” kalau shaykh tidak hadir. Seorang murid membayangkan hubungan yang sedang dijalin dengan seorang mursyid (pembimbing spritual), seringkali dalam bentuk seberkas cahaya yang memancar dari seorang mursyid. Ini tidak lain dari apa yang dinamakan rabitah shaykh dalam tarekat naqsabandiyah. Dalam tarekat qadiriyah, rabitah biasanya tidak dilakukan.

Zikir qadiriyah selalu jahr, bersuara, dan seringkali dengan suara keras. Kala Khatib Sambas mengajarkan bahwa zikir bisa juga dilakukan tanpa suara, ini agaknya merupakan hasil adaptasi dari zikir naqsabandiyah. Rumusan ajaran dan rumusan praktis tarekat qadiriyah-naqsabandiyah diuraikan oleh Khatib Sambas dalam karyanya Fath al-Arifin (sambas.go.id/news).

4. Tarekat Syathariyah

Tarekat Syathariyah pertama kali digagas oleh Abdullah Syathar (w.1429 M). Tarekat Syaththariyah berkembang luas ke Tanah Suci (Mekah dan Medinah) dibawa oleh Syekh Ahmad Al-Qusyasi (w.1661/1082) dan Syekh Ibrahim al-Kurani (w.1689/1101). Dan dua ulama ini diteruskan oleh Syekh ‘Abd al-Rauf al-Sinkili ke nusantara, kemudian dikembangkan oleh muridnya Syekh Burhan al-Din ke Minangkabau.

Tarekat Syathariyah sesudah Syekh Burhan al-Din berkembang pada 4 (empat) kelompok, yaitu; Pertama. Silsilah yang diterima dari Imam Maulana. Kedua, Silsilah yang dibuat oleh Tuan Kuning Syahril Lutan Tanjung Medan Ulakan. Ketiga, Silsilah yang diterima oleh Tuanku Ali Bakri di Sikabu Ulakan. Keempat; Silsilah oleh Tuanku Kuning Zubir yang ditulis dalam Kitabnya yang berjudul Syifa’ aI-Qulub.

Berdasarkan silsilah seperti tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tarekat Syaththariyah di Minangkabau masih terpelihara kokoh. Untuk mendukung ke1embagaan tarekat, kaum Syathariyah membuat lembaga formal berupa organisasi sosial keagamaan Jamaah Syathariyah Sumatera Barat, dengan cabang dan ranting-ranting di seluruh alam Minangkabau, bahkan di propinsi – tetangga Riau dan jambi. Bukti kuat dan kokohnya kelembagaan tarekat Syaththariyah dapat ditemukan wujudnya pada kegiatan bersafar ke makam Syekh Burhan al-Din Ulakan.

Adapaun ajaran tarekat Syaththariyah yang berkembang di Minangkabau sama seperti yang dikembangkan oleh ‘Abd al-Rauf al-Sinkili. Masalah pokoknya dapat dikelompokkan pada tiga:

Bagian Pertama, Ketuhanan dan hubungannya dengan alam. Paham ketuhanan dalam hubungannya dengan alam ini seolah-olah hampir sama dengan paham Wahdat a1- Wujud, dengan pengertian bahwa Tuhan dan alam adalah satu kesatuan atau Tuhan itu immanen dengan alam, bedanya oleh al-Sinkili ini dijelaskannya dengan menekankan pada trancendennya Tuhan dengan alam. la mengungkapkan wujud yang hakiki hanya Allah, sedangkan alam ciptaan-Nya bukan wujud yang hakiki. Bagaimana hubungan Tuhan dengan alam dalam transendennya, al-Sinkili menjelaskan bahwa sebelum Tuhan menciptakan alam raya (al- ‘a/am), Dia selalu memikirkan (berta’akul) tentang diri-Nya, yang kemudian mengakibatkan terciptanya Nur Muhammad (cahaya Muhammad). Dari Nur Muhammad itu Tuhan menciptakan pola-pola dasar (a’ayan tsabitah), yaitu potensi dari semua alam raya, yang menjadi sumber dari pola dasar luar (a/-‘ayan alkharijiyah) yaitu ciptaan dalam bentuk konkritnya.

Ajaran tentang ketuhanan al-Sinkili di atas, disadur dan dikembangkan oleh Syekh Burhan al-Din Ulakan seperti yang terdapat dalam kitab Tahqiq. Kajian mengenai ketuhanan yang dimuat dalam kitab Tahqiq dapat disimpulkan pada Iman dan Tauhid. Tauhid dalam pengertian Tauhid syari’at, Tauhid tarekat, dan Tauhid hakekat, yaitu tingkatan penghayatan tauhid yang tinggi.

Bagian kedua, Insan Kamil atau manusia ideal. Insan kamil lebih mengacu kepada hakikat manusia dan hubungannya dengan penciptanya (Tuhannya). Manusia adalah penampakan cinta Tuhan yang azali kepada esensi-Nya, yang sebenarnya manusia adalah esensi dari esensi-Nya yang tak mungkin disifatkan itu. Oleh karenanya, Adam diciptakan Tuhan dalam bentuk rupa-Nya, mencerminkan segala sifat dan nama-nama-Nya, sehingga “Ia adalah Dia.” Manusia adalah kutub yang diedari oleh seluruh alam wujud ini sampat akhirnya. Pada setiap zaman ini ia mempunyai nama yang sesuai dengan pakaiannya. Manusia yang merupakan perwujudannya pada zaman itu, itulah yang lahir dalam rupa-rupa para Nabi–dari Nabi Adam as sampat Nabi Muhammad SAW– dan para qutub (wali tertinggi pada satu zaman) yang datang sesudah mereka.
Hubungan wujud Tuhan dengan insan kamil bagaikan cermin dengan bayangannya. Pembahasan tentang Insan KamiI ini meliputi tiga masalah pokok: Pertama; Masalah Hati. Kedua Kejadian manusia yang dikenal dengan a’yan kharijiyyah dan a’yan tsabitah. Ketiga; Akhlak, Takhalli, tahalli dan Tajalli.

Bagian ketiga, jalan kepada Tuhan (Tarekat). Dalam hal ini Tarekat Syaththariyah menekankan pada rekonsiliasi syari’at dan tasawuf, yaitu memadukan tauhid dan zikir. Tauhid itu memiliki empat martabat, yaitu tauhid uluhiyah, tauhid sifat, tauhid zat dan tauhid af’al. Segala martabat itu terhimpun dalam kalimah 1a ilaha ilIa Allah. Oleh karena itu kita hendaklah memesrakan diri dengan La ilaha illa Allah. Begitu juga halnya dengan zikir yang tentunya diperlukan sebagai jalan untuk menemukan pencerahan intuitif (kasyf) guna bertemu dengan Tuhan. Zikir itu dimaksudkan untuk mendapatkan al-mawat al-ikhtiyari (kematian sukarela) atau disebut juga al-mawat al-ma’nawi (kematian ideasional) yang merupakan lawan dari al mawat al-tabi’i (kematian alamiah). Namun tentunya perlu diberikan catatan bahwa ma’rifat yang diperoleh seseorang tidaklah boleh menafikan jalan syari’at.

 

 

 

5. Tarekat Syadziliyah

Secara pribadi Abul Hasan asy-Syadzili tidak meninggalkan karya tasawuf, begitu juga muridnya, Abul Abbas al-Mursi, kecuali hanya sebagai ajaran lisan tasawuf, Doa, dan hizib. Ibn Atha’illah as- Sukandari adalah orang yang prtama menghimpun ajaran-ajaran, pesan-pesan, doa dan biografi keduanya, sehingga kasanah tareqat Syadziliyah tetap terpelihara. Ibn Atha’illah juga orang yang pertama kali menyusun karya paripurna tentang aturan-aturan tareqat tersebut, pokok-pokoknya, prinsip-prinsipnya, bagi angkatan-angkatan setelahnya.

Melalui sirkulasi karya-karya Ibn Atha’illah, tareqat Syadziliyah mulai tersebar sampai ke Maghrib, sebuah negara yang pernah menolak sang guru. Tetapi ia tetap merupakan tradisi individualistik, hampir-hampir mati, meskipun tema ini tidak dipakai, yang menitik beratkan pengembangan sisi dalam. Syadzili sendiri tidak mengenal atau menganjurkan murid-muridnya untuk melakukan aturan atau ritual yang khas dan tidak satupun yang berbentuk kesalehan populer yang digalakkan. Namun, bagi murid-muridnya tetap mempertahankan ajarannya. Para murid melaksanakan Tareqat Syadziliyah di zawiyah-zawiyah yang tersebar tanpa mempunyai hubungan satu dengan yang lain.

Sebagai ajaran Tareqat ini dipengaruhi oleh al-Ghazali dan al-Makki. Salah satu perkataan as-Syadzili kepada murid-muridnya: “Seandainya kalian mengajukan suatu permohonanan kepada Allah, maka sampaikanlah lewat Abu Hamid al-Ghazali”. Perkataan yang lainnya: “Kitab Ihya’ Ulum ad-Din, karya al-Ghozali, mewarisi anda ilmu. Sementara Qut al-Qulub, karya al-Makki, mewarisi anda cahaya.” Selain kedua kitab tersebut, as-Muhasibi, Khatam al-Auliya, karya Hakim at-Tarmidzi, Al-Mawaqif wa al-Mukhatabah karya An-Niffari, Asy-Syifa karya Qadhi ‘Iyad, Ar-Risalah karya al-Qusyairi, Al-Muharrar al-Wajiz karya Ibn Atah’illah.

1. Ketaqwaan terhadap Allah swt lahir dan batin, yang diwujudkan dengan jalan bersikap wara’ dan Istiqamah dalam menjalankan perintah Allah swt.

2. Konsisten mengikuti Sunnah Rasul, baik dalam ucapan maupun perbuatan, yang direalisasikan dengan selalau bersikap waspada dan bertingkah laku yang luhur.

3. Berpaling (hatinya) dari makhluk, baik dalam penerimaan maupun penolakan, dengan berlaku sadar dan berserah diri kepada Allah swt (Tawakkal).

4. Ridho kepada Allah, baik dalam kecukupan maupun kekurangan, yang diwujudkan dengan menerima apa adanya (qana’ah/ tidak rakus) dan menyerah.

5. Kembali kepada Allah, baik dalam keadaan senang maupun dalam keadaan susah, yang diwujudkan dengan jalan bersyukur dalam keadaan senang dan berlindung kepada-Nya dalam keadaan susah.

Kelima sendi tersebut juga tegak diatas lima sendi berikut:

1. Semangat yang tinggi, yang mengangkat seorang hamba kepada derajat yang tinggi.

2. Berhati-hati dengan yang haram, yang membuatnya dapat meraih penjagaan Allah atas kehormatannya.

3. Berlaku benar/baik dalam berkhidmat sebagai hamba, yang memastikannya kepada pencapaian tujuan kebesaran-Nya/kemuliaan-Nya.

4. Melaksanakan tugas dan kewajiban, yang menyampaikannya kepada kebahagiaan hidupnya.

5. Menghargai (menjunjung tinggi) nikmat, yang membuatnya selalu meraih tambahan nikmat yang lebih besar.

Selain itu tidak peduli sesuatu yang bakal terjadi (merenungkan segala kemungkinan dan akibat yang mungkin terjadi pada masa yang akan datang) merupakan salah satu pandangan tareqat ini, yang kemudian diperdalam dan diperkokoh oleh Ibn Atha’illah menjadi doktrin utamanya. Karena menurutnya, jelas hal ini merupakan hak prerogratif Allah. Apa yang harus dilakukan manusia adalah hendaknya ia menunaikan tugas dan kewajibannya yang bisa dilakukan pada masa sekarang dan hendaknya manusia tidak tersibukkan oleh masa depan yang akan menghalanginya untuk berbuat positif.

Sementara itu tokohnya yang terkenal pada abad ke delapan Hijriyah, Ibn Abbad ar-Rundi (w. 790 H), salah seorang pensyarah kitab al-Hikam memberikan kesimpulan dari ajaran Syadziliyah: Seluruh kegiatan dan tindakan kita haruslah berupa pikiran tentang kemurahan hati Allah kepada kita dan berpendirian bahwa kekuasaan dan kekuatan kita adalah nihil, dan mengikatkan diri kita kepada Allah dengan suatu kebutuhan yang mendalam akan-Nya, dan memohon kepada-Nya agar memberi syukur kepada kita.”

Mengenai dzikir yang merupakan suatu hal yang mutlak dalam tareqat, secara umum pada pola dzikir tareqat ini biasanya bermula dengan Fatihat adz-dzikir. Para peserta duduk dalam lingkaran, atau kalau bukan, dalam dua baris yang saling berhadapan, dan syekh di pusat lingkaran atau diujung barisan. Khusus mengenai dzikir dengan al-asma al-husna dalam tareqat ini, kebijakjsanaan dari seorang pembimbing khusus mutlak diperlukan untuk mengajari dan menuntun murid. Sebab penerapan asma Allah yang keliru dianggap akan memberi akibat yang berbahaya, secara rohani dan mental, baik bagi sipemakai maupun terhadap orang-orang disekelilingnya. Beberapa contoh penggunaan Asma Allah diberikan oleh Ibn Atha’ilah berikut: “Asma al-Latif,” Yang Halus harus digunakan oleh seorang sufi dalam penyendirian bila seseorang berusaha mempertahankan keadaan spiritualnya; Al-Wadud, Kekasih yang Dicintai membuat sang sufi dicintai oleh semua makhluk, dan bila dilafalkan terus menerus dalam kesendirian, maka keakraban dan cinta Ilahi akan semakin berkobar; dan Asma al-Faiq, “Yang Mengalahkan” sebaiknya jangan dipakai oleh para pemula, tetapi hanya oleh orang yang arif yang telah mencapai tingkatan yang tinggi.

Tareqat Syadziliyah terutama menarik dikalangan kelas menengah, pengusaha, pejabat, dan pengawai negeri. Mungkin karena kekhasan yang tidak begitu membebani pengikutnya dengan ritual-ritual yang memberatkan seperti yang terdapat dalam tareqat-tareqat yang lainnya. Setiap anggota tareqat ini wajib mewujudkan semangat tareqat didalam kehidupan dan lingkungannya sendiri, dan mereka tidak diperbolehkan mengemis atau mendukung kemiskinan. Oleh karenanya, ciri khas yang kemudian menonjol dari anggota tareqat ini adalah kerapian mereka dalam berpakaian. Kekhasan lainnya yang menonjol dari tareqat ini adalah “ketenagan” yang terpancar dari tulisan-tulisan para tokohnya, misalnya: asy-Syadzili, Ibn Atha’illah, Abbad. A Schimmel menyebutkan bahwa hal ini dapat dimengerti bila dilihat dari sumber yang diacu oleh para anggota tareqat ini. Kitab ar-Ri’ayah karya al-Muhasibi. Kitab ini berisi tentang telaah psikologis mendalam mengenai Islam di masa awal. Acuan lainnya adalah Qut al-Qulub karya al-Makki dan Ihya Ulumuddin karya al-Ghozali. Ciri “ketenangan” ini tentu sja tidak menarik bagi kalangan muda dan kaum penyair yang membutuhkan cara-cara yang lebih menggugah untuk berjalan di atas Jalan Yang Benar.

Disamping Ar-Risalahnya Abul Qasim Al-Qusyairy serta Khatamul Auliya’nya, Hakim at-Tirmidzi. Ciri khas lain yang dimiliki oleh para pengikut tareqat ini adalah keyakinan mereka bahwa seorang Syadzilliyah pasti ditakdirkan menjadi anggota tareqat ini sudah sejak di alam Azali dan mereka percaya bahwa Wali Qutb akan senantiasa muncul menjadi pengikut tareqat ini.

Tidak berbeda dengan tradisi di Timur Tengah, Martin menyebutkan bahwa pengamalan tareqat ini di Indonesia dalam banyak kasus lebih bersifat individual, dan pengikutnya relatif jarang, kalau memang pernah, bertemu dengan yang lain. Dalam praktiknya, kebanyakan para anggotanya hanya membaca secara individual rangaian-rangkaian doa yang panjang (hizb), dan diyakini mempunyai kegunaan-kegunaan megis. Para pengamal tareqat ini mempelajari berbagai hizib, paling tidak idealnya, melalui pengajaran (talkin) yang diberikan oleh seorang guru yang berwewenang dan dapat memelihara hubungan tertentu dengan guru tersebut, walaupun sama sekali hampir tidak merasakan dirinya sebagai seorang anggota dari sebuah tareqat.

Hizb al-Bahr, Hizb Nashor, disamping Hizib al-Hafidzah, merupaka salah satu Hizib yang sangat terkenal dari as-Syadzilli. Menurut laporan, hizib ini dikomunikasikan kepadanya oleh Nabi SAW. Sendiri. Hizib ini dinilai mempunyai kekuatan adikodrati, yang terutama dugunakan untuk melindungi selama dalam perjalanan. Ibnu Batutah menggunakan doa-doa tersebut selama perjalanan-perjalanan panjangnya, dan berhasil. Dan di Indonesia, dimana doa ini diamalkan secara luas, secara umum dipercaya bahwa kegunaan megis doa ini hanya dapat “dibeli” dengan berpuasa atau pengekangn diri yang liannya dibawah bimbingan guru.

Hizib-hizib dalam Tareqat Syadzilliyah, di Indonesia, juga dipergunakan oleh anggota tareqat lain untuk memohon perlindungan tambahan (Istighotsah), dan berbagai kekuatan hikmah, seperti debus di Pandegelang, yang dikaitkan dengan tareqat Rifa’iyah, dan di Banten utara yang dihubungkan dengan tareqat Qadiriyah.

Para ahli mengatakan bahwa hizib, bukanlah doa yang sederhana, ia secara kebaktian tidak begitu mendalam; ia lebih merupakan mantera megis yang Nama-nama Allah Yang Agung (Ism Allah A’zhim) dan, apabila dilantunkan secara benar, akan mengalirkan berkan dan menjamin respon supra natural. Menyangkut pemakaian hizib, wirid, dana doa, para syekh tareqat biasnya tidak keberatan bila doa-doa, hizib-hizib (Azhab), dan wirid-wirid dalam tareqat dipelajari oleh setiap muslim untuk tujuan personalnya. Akan tetapi mereka tidak menyetujui murid-murid mereka mengamalkannya tanpa wewenang, sebab murid tersebut sedang mengikuti suaru pelatihan dari sang guru.

Tareqat ini mempunyai pengaruh yang besar di dunia Islam. Sekarang tareqat ini terdapat di Afrika Utara, Mesir, Kenya, dan Tanzania Tengah, Sri langka, Indonesia dan beberapa tempat yang lainnya termasuk di Amerika Barat dan Amerika Utara. Di Mesir yang merupakan awal mula penyebaran tareqat ini, tareqat ini mempunyai beberapa cabang, yakitu: al-Qasimiyyah, al- madaniyyah, al-Idrisiyyah, as-Salamiyyah, al-handusiyyah, al-Qauqajiyyah, al-Faidiyyah, al-Jauhariyyah, al-Wafaiyyah, al-Azmiyyah, al-Hamidiyyah, al-Faisiyyah dan al- Hasyimiyyah.

Yang menarik dari filosufi Tasawuf Asy-Syadzily, justru kandungan makna hakiki dari Hizib-hizib itu, memberikan tekanan simbolik akan ajaran utama dari Tasawuf atau Tharekat Syadziliyah. Jadi tidak sekadar doa belaka, melainkan juga mengandung doktrin sufistik yang sangat dahsyat.

Di antara Ucapan Abul Hasan asy-Syadzili ( sufinews.com):

1. Pengelihatan akan yang Haqq telah mewujud atasku, dan takkan meninggalkan aku, dan lebih kuat dari apa yang dapat dipikul, sehingga aku memohon kepada Tuhan agar memasang sebuah tirai antara aku dan Dia. Kemudian sebuah suara memanggilku, katanya ” Jika kau memohon kepada-Nya yang tahu bagaimana memohon kepada-Nya, maka Dia tidak akan memasang tirai antara kau dan Dia. Namun memohonlah kepada-Nya untuk membuatmu kuat memiliki-Nya.”Maka akupun memohon kekuatan dari Dia pun membuatku kuat, segala puji bagi Tuhan!

2. Aku pesan oleh guruku (Abdus Salam ibn Masyisy ra): “Jangan anda melangkahkan kaki kecuali untuk sesuatu yang dapat mendatangkn keridhoan Allah, dan jangan duduk dimajelis kecuali yang aman dari murka Allah. Jangan bersahabat kecuali dengan orang yang membantu berbuat taat kepada Allah. Jangan memilih sahabat karib kecuali orang yang menambah keyakinanmu terhadap Allah.”

3. Seorang wali tidak akan sampai kepada Allah selama ia masih ada syahwat atau usaha ihtiar sendiri.

4. Janganlah yang menjadi tujuan doamu itu adalah keinginan tercapainya hajat kebutuhanmu. Dengan demikian engkau hanya terhijab dari Allah. Yang harus menjadi tujuan dari doamu adalah untuk bermunajat kepada Allah yang memeliharamu dari-Nya.

5. Seorang arif adalah orang yang megetahui rahasia-rahasia karunia Allah di dalam berbagai macam bala’ yang menimpanya sehari-hari, dan mengakui kesalahan-kesalahannya didalam lingkungan belas kasih Allah kepadanya.

6. Sedikit amal dengan mengakui karunia Allah, lebih baik dari banyak amal dengan terus merasa kurang beramal.

7. Andaikan Allah membuka nur (cahaya) seorang mu’min yang berbuat dosa, niscaya ini akan memenuhi antara langit dan bumi, maka bagaimanakah kiranya menjelaskan : “Andaikan Allah membuka hakikat kewalian seorang wali, niscaya ia akan disembah, sebab ia telah mengenangkan sifat-sifat Allah SWT.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Sri Mulyati, 2004. Mengenal & Memahami Trekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia, Jakarta Timur: Prenada Media.

http://www.sufinews.com/index.php?subaction=showfull&id=1078317685&archive=&start_from=&ucat=8&do=tarekat

http://syafii.wordpress.com/2007/04/17/tarekat-naqsyabandiyah/

http://id.wikipedia.org/wiki/Tarekat_Qodiriyah

http://www.suryalaya.org/tqn1.html

http://www.sambas.go.id/news/index.asp?id=63

http://www.sisyat86inspiriete.blogspot.com/search/label/Ilmu Tasawuf

100. Niels Bohr

Niels Bohr (lahir 7 Oktober 1885 – meninggal 18 November 1962 pada umur 77 tahun) adalah seorang ahli fisika dari Denmark dan pernah meraih hadiah Nobel Fisika pada tahun 1922. Pada tahun 1913 Bohr telah menerapkan konsep mekanika kuantum untuk model atom yang telah dikembangkan oleh Ernest Rutherford, yang menggambarkan bahwa atom tersusun dari inti atom (nukleus) yang dikelilingi oleh orbit elektron. Putranya, Aage Niels Bohr, juga penerima Hadiah Nobel.

Penemu struktur teori struktur atom adalah Niels Henrik David Bohr yang lahir tahun 1885 di Kopenhagen. Di tahun 1911 dia raih gelar doktor fisika dari Universitas Copenhagen. Tak lama sesudah itu dia pergi ke Cambridge, Inggris. Di situ dia belajar di bawah asuhan J.J. Thompson, ilmuwan kenamaan yang menemukan elektron. Hanya dalam beberapa bulan sesudah itu Bohr pindah lagi ke Manchester, belajar pada Ernest Rutherford yang beberapa tahun sebelumnya menemukan nucleus (bagian inti) atom. Adalah Rutherford ini yang menegaskan (berbeda dengan pendapat-pendapat sebelumnya) bahwa atom umumnya kosong, dengan bagian pokok yang berat pada tengahnya dan elektron di bagian luarnya. Tak lama sesudah itu Bohr segera mengembangkan teorinya sendiri yang baru serta radikal tentang struktur atom.

Kertas kerja Bohr yang bagaikan membuai sejarah “On the Constitution of Atoms and Molecules,” diterbitkan dalam Philosophical Magazine tahun 1933.

Teori Bohr memperkenalkan atom sebagai sejenis miniatur planit mengitari matahari, dengan elektron-elektron mengelilingi orbitnya sekitar bagian pokok, tetapi dengan perbedaan yang sangat penting: bilamana hukum-hukum fisika klasik mengatakan tentang perputaran orbit dalam segala ukuran, Bohr membuktikan bahwa elektron-elektron dalam sebuah atom hanya dapat berputar dalam orbitnya dalam ukuran spesifik tertentu. Atau dalam kalimat rumusan lain: elektron-elektron yang mengitari bagian pokok berada pada tingkat energi (kulit) tertentu tanpa menyerap atau memancarkan energi. Elektron dapat berpindah dari lapisan dalam ke lapisan luar jika menyerap energi. Sebaliknya, elektron akan berpindah dari lapisan luar ke lapisan lebih dalam dengan memancarkan energi.

Teori Bohr memperkenalkan perbedaan radikal dengan gagasan teori klasik fisika. Beberapa ilmuwan yang penuh imajinasi (seperti Einstein) segera bergegas memuji kertas kerja Bohr sebagai suatu “masterpiece,” suatu kerja besar; meski begitu, banyak ilmuwan lainnya pada mulanya menganggap sepi kebenaran teori baru ini. Percobaan yang paling kritis adalah kemampuan teori Bohr menjelaskan spektrum dari hydrogen atom. Telah lama diketahui bahwa gas hydrogen jika dipanaskan pada tingkat kepanasan tinggi, akan mengeluarkan cahaya. Tetapi, cahaya ini tidaklah mencakup semua warna, tetapi hanya cahaya dari sesuatu frekuensi tertentu. Nilai terbesar dari teori Bohr tentang atom adalah berangkat dari hipotesa sederhana tetapi sanggup menjelaskan dengan ketetapan yang mengagumkan tentang gelombang panjang yang persis dari semua garis spektral (warna) yang dikeluarkan oleh hidrogen. Lebih jauh dari itu, teori Bohr memperkirakan adanya garis spektral tambahan, tidak terlihat pada saat sebelumnya, tetapi kemudian dipastikan oleh para pencoba. Sebagai tambahan, teori Bohr tentang struktur atom menyuguhkan penjelasan pertama yang jelas apa sebab atom punya ukuran seperti adanya. Ditilik dari semua kejadian yang meyakinkan ini, teori Bohr segera diterima, dan di tahun 1922 Bohr dapat,hadiah Nobel untuk bidang fisika.

Tahun 1920 lembaga Fisika Teoritis didirikan di Kopenhagen dan Bohr jadi direkturnya. Di bawah pirnpinannya cepat menarik minat ilmuwan-ilmuwan muda yang brilian dan segera menjadi pusat penyelidikan ilmiah dunia.

Tetapi sementara itu teori struktur atom Bohr menghadapi kesulitan-kesulitan. Masalah terpokok adalah bahwa teori Bohr, meskipun dengan sempurna menjelaskan kesulitan masa depan atom (misalnya hidrogen) yang punya satu elektron, tidak dengan persis memperkirakan spektra dari atom-atom lain. Beberapa ilmuwan, terpukau oleh sukses luar biasa teori Bohr dalam hal memaparkan atom hidrogen, berharap dengan jalan menyempurnakan sedikit teori Bohr, mereka dapat juga menjelaskan spektra atom yang lebih berat. Bohr sendiri merupakan salah seorang pertama yang menyadari penyempurnaan kecil itu tak akan menolong, karena itu yang diperlukan adalah perombakan radikal. Tetapi, bagaimanapun dia mengerahkan segenap akal geniusnya, toh dia tidak mampu memecahkannya.

Pemecahan akhirnya ditemukan oleh Werner Heisenberg dan lain-lainnya, mulai tahun 1925. Adalah menarik untuk dicatat di sini, bahwa Heisenberg –dan umumnya ilmuwan yang mengembangkan teori baru– belajar di Kopenhagen, yang tak syak lagi telah mengambil manfaat yang besar dari diskusi-diskusi dengan Bohr dan saling berhubungan satu sama lain. Bohr sendiri bergegas menuju ide baru itu dan membantu mengembangkannya. Dia membuat sumbangan penting terhadap teori baru, dan liwat disuksi-diskusi dan tulisan-tulisan, dia menolong membikin lebih sistematis.

Tahun 1930-an lebih menunjukkan perhatiannya terhadap permasalahan bagian pokok struktur atom. Dia mengembangkan model penting “tetesan cairan” bagian pokok atom. Dia juga mengajukan masalah teori tentang “kombinasi bagian pokok” dalam reaksi atom untuk dipecahkan. Tambahan pula, Bohr merupakan orang yang dengan cepat menyatakan bahwa isotop uranium yang terlibat dalam pembagian nuklir adalah U235. Pernyataan ini punya makna penting dalam pengembangan berikutnya dari bom atom.

Dalam tahun 1940 balatentara Jerman menduduki Denmark. Ini menempatkan diri Bohr dalam bahaya, sebagian karena dia punya sikap anti Nazi sudah tersebar luas, sebagian karena ibunya seorang Yahudi. Tahun 1943 Bohr lari meninggalkan Denmark yang jadi daerah pendudukan, menuju Swedia. Dia juga menolong sejumlah besar orang Yahudi Denmark melarikan diri agar terhindar dari kematian dalam kamar-kamar gas Hitler. Dari Swedia Bohr lari ke Inggris dan dari sana menyeberang ke Amerika Serikat. Di negeri ini, selama perang berlangsung, Bohr membantu membikin bom atom,

Seusai perang, Bohr kembali kampung ke Denmark dan mengepalai lembaga hingga rohnya melayang tahun 1`562. Dalam tahun-tahun sesudah perang Bohr berusaha keras –walau tak berhasil– mendorong dunia internasional agar mengawasi penggunaan energi atom.

Bohr kawin tahun 1912, di sekitar saat-saat dia melakukan kerja besar di bidang ilmu pengetahuan. Dia punya lima anak, salah seorang bernama Aage Bohr, memenangkan hadiah Nobel untuk bidang fisika di tahun 1975. Bohr merupakan orang yang paling disenangi di dunia ilmuwan, bukan semata-mata karena menghormat ilmunya yang genius, tetapi juga pribadinya dan karakter serta rasa kemanusiaannya yang mendalam.

Kendati teori orisinal Bohr tentang struktur atom sudah berlalu lima puluh tahun yang lampau, dia tetap merupakan salah satu dari tokoh besar di abad ke-20. Ada beberapa alasan mengapa begitu. Pertama, sebagian dari hal-hal penting teorinya masih tetap dianggap benar. Misalnya, gagasannya bahwa atom dapat ada hanya pada tingkat energi yang cermat adalah merupakan bagian tak terpisahkan dari semua teori-teori struktur atom berikutnya. Hal lainnya lagi, gambaran Bohr tentang atom punya arti besar buat menemukan sesuatu untuk diri sendiri, meskipun ilmuwan modern tak menganggap hal itu secara harfiah benar. Yang paling penting dari semuanya itu, mungkin, adalah gagasan Bohr yang merupakan tenaga pendorong bagi perkembangan “teori kuantum.” Meskipun beberapa gagasannya telah kedaluwarsa, namun jelas secara historis teori-teorinya sudah membuktikan merupakan titik tolak teori modern tentang atom dan perkembangan berikutnya bidang mekanika kuantum.

Sejarah Tasawuf Ditinjau Dari Sudut Pandang Politik

Apabila kita membahas tasawuf logikanya memang tidak lagi terkotak-kotak kepada Susy (Suni Syiah), alasannya tasawuf adalah dimensi spiritual Islam yang membahas perjalanan salik menuju Allah. Artinya dimensi ini bersifat spirit (rohani) lain dengan corak keagamaan yang terdogma dalam aturan-aturan dunia (syariat). Walaupun dominasi ajaran mereka memiliki corak khusus, bahkan Ibnu Arabi seorang Sufi yang Suni, pendapatnya yang berbau filosofis kurang diterima dikalangan suni tetapi sebaliknya di Syii diterima dengan penghormatan khusus, bahkan mendapatkan sebutan Syaihul Akbar.

Ilmu hakikatnya satu, demikian juga kebenaran karena berangkat dari sumber yang satu, jadi ini hanya masalah sudut pandang saja. Bisa saja sejarah tasawuf dipandang dari sudut pencampuran kebudayaan, bisa saja tasawuf dipandang dari sudut faktor sosial dan ekonomi, masing-masing punya sudut bahasan yang unik bahkan memperkaya khasanah pengetahuan kita. Tak perlu berapriori bahwa sejarah tasawuf harus sama dan seragam.

Sejarah Tasawuf

Berikut ini saya coba gambarkan dari dimensi waktunya sehingga kita memahami bagaimana rentang waktu antara satu kejadian lahirnya tasawuf dengan lahirnya tarekat cukup lama :
Pertengahan Abad ke 1 H : Khalifah Usman Bin Affan gugur dibunuh oleh umat muslim sendiri.
 * Perang Jamal – Peperangan Ali VS Aisyah
 * Perang Shiffin – Peperangan Ali VS Muawiyah
 * Perang Nahrawan – Peperangan Khalifah Ali VS Golongan Khawarij (Ali gugur ditikam

Abdurahman di Masjid Kuffah (17 Ramadhan 40 H)).

 * Karbala – Pembunuhan atas putranya Ali bin Abi Thalib, Husein Bin Ali.

Keadaan diatas menunjukkan kacaunya masa umat Islam pada era saat itu, pecah dalam bermacam-macam golongan, masing-masing golongan menganggap sesamanya sebagai kafir.

Efeknya, para sahabat, tabiin mengalami ketakutan, sebagian resah, diantaranya memilih hidup zuhud, menjauhkan diri dari kehidupan sosial, berkhalwat, berzikir dan berpuasa untuk memelihara kebersihan hati, menjaduhkan diri dari pengaruh lingkungan yang telah tercemar dengan fitnah dan maksiat. Mereka inilah yang kemudian disebut Zahid.

Sejarah Tarekat

Lalu, kapan timbulnya tarekat ? Latar belakang lahirnya tarekat (thariqah) pada abad 3 dan 4 H, saat Baghdad makmur, pada saat itu kehidupan dunia lebih mencolok dari kehidupan ukhrowi, sehingga banyak terjadi dekadensi moral. Para ulama berusaha mengembalikan moral kepada moral Islami, dengan cara mengajar dan melatih syariat Islam dan mencoba meresapkannya ke dalam lubuk sanubari melalui jalan “tarekat” yang selanjutnya tarekat menjadi semacam perkumpulan amal yang dipimpin oleh seorang mursyid atau guru atau Syaikh dalam sebuah ribath atau zawiyah (pondokan).

Selanjutnya abad 6 dan 7 H (Masehi abad 12 dan 13) jaringan tarekat meluas keseluruh penjuru dunia Islam. Nama-namanya berbeda sesuai dengan pendirinya. Namun dalam kenyataannya mereka memiliki tujuan yang sama, yang berbeda hanya masalah praktek, seperti pakaian, wirid, dzikr dan hisib. Sepintas mirip sekolah yang bertujuan sama dalam hal tujuan pendidikan rohani, yang berbeda adalah sarana prakteknya, sehingga perbedaan gaya dan metode yang dibuat oleh sang guru agar pendidikannya itu efektif.

Dari gambaran waktu sejarah itu ada jeda sekitar 150 tahunan, dari awal kelahiran tasawuf dibandingkan dengan awal tharekat berdiri. Mari kita coba urai kejadian apa saja selama 150 tahun itu :
 Sebenarnya ini juga sulit mengurainya, karena masing corak dan sejarahnya tasawuf itu berbeda antara satu dengan lainnya ( tasawuf akhlaqi, tasawuf falsafi, tasawuf suni, tasawuf amali) maka untuk kemudahan bicara kita asumsikan hanya satu tasawuf secara umum saja :

Berikut adalah kejadian-kejadian penting yang perlu diketahui :

  • Abad 1 H, Pembaiatan Hasan Bin Ali membaiat Muawiyah sebagai khalifah, para sahabat Sayidina Ali memisahkan diri , ini awal kaum muktazilah awal.
  • Mereka yang memisahkan diri enggan berperang dengan Sayidina Ali, mereka berkata “Tidak sah memerangi Ali dan berperang bersamanya”, mereka adalah awal kaum muktazilah.

Diantaranya : Saad bin Malik, Abdullah bin Umar, Usamah Ibn Zaid dll.

  • Abad 1 H, masa pembentukan, Hasan Bashri (wafat 110 H) ajarannya khauf, mempertebal takut kepada Tuhan, memperbaharui kerohanian muslim. Bibit tasawuf mulai muncul, dibuat garis-garis besar tharikat, jalan ibadah sudah mulai disusun, berlaku zuhud, mencela dunia.
  • Rabi’ah Al Dawiyah (wafat 185 H) terkenal dengan ajaran cintanya terhadap Tuhan, ini merupakan cikal bakal filosof abad ke 3 dan 4, merupakan pendahuluan tasawuf falsafi dengan membuat kedalaman analisis.
  • Abad 2, tasawuf tidak jauh berbeda corak kezuhudannya, walaupun penyebabnya berbeda
  • Abad 3 dan 4 H, memiliki corak berbeda sekali dengan tasawuf sebelumnya. Tasawuf bercorak ke fanaan, yang menjurus kepada persatuan hamba dengan Khaliq.
Hidup dijaman ini Abu Yazid Al Bustami (261 H), pembahasannya : Fana fi Al Mahbub, Ittihad bi Al Mahbub, musyahadah (melihat Tuhan), bertemu Tuhan (liqo), Ana Al Haq, hulul (Al Hallaj zaman ini juga).
  • Akhir abad ke 3, mulai pembahasan wahdat Al Wujud, Wahdat al Syuhud (kesatuan saksi), berhubungan dengan Tuhan (ittishal), Keindahan dan kesempurnaan Tuhan (Jamal wa Kamal), manusia sempurna (Insan Kamil) dan latihan teratur (Riyadhah)
  • Junaid Al Baghdadi mulai meletakkan dasar-dasar ajaran tasawuf dan Thariqah, cara belajar mengajar tasawuf (Ini era 3-4 H), mursyid, murid, sehingga dia dinamakan Syaikh Ath Thaifah (ketua rombongan suci).

Tasawuf Sunni Di Indonesia

Tasawuf Islam: Seperti dicatat Alwi Shihab dalam bukunya “Islam Sufistik, Islam Pertama Dan Pengaruhnya hingga Kini di Indonesia“: Tasawuf sendiri tidak sepi konflik, khususnya antara tasawuf sunni dan tasawuf falsafi, tatkala pada akhir abad ke-6 H bermunculan tarekat-tarekat yang sebagian besar mulai mengorientasikan pandangannya pada fiqih dan syari’at.

Tasawuf sunni dengan tokoh pertamanya yang menonjol, Ar-Raniri, menolak dan mencela tasawuf falsafinya Hamzah Fansuri. Dengan fatwa yang menyeramkan ia menjatuhkan veto kafir atas ajaran Fansuri.

Menurut Ar-Raniri, tasawuf falsafi tak lebih sebagai ajaran kebatinan dan kejawen, dan bahkan Nasrani yang berbaju Islam.

Dalam babakan sejarah peradaban Islam awal, tasawuf falsafi tak ubahnya anak haram; selalu dikejar-kejar dan disingkirkan seperti anjing kurap penyebar virus berbahaya bagi akidah. Puncak dari perseteruan itu tatkala Sitti Jenar dieksekusi mati oleh dewan wali (Wali Songo) karena dianggap telah keluar dari rel ajaran Islam murni.

Benarkah tasawuf falsafi telah menyimpang? Tampaknya tidak. Dari sinilah kita melihat bagaimana Alwi Shihab dengan jenial dan piawai melakukan rangkaian pembelaan dan anotasi kesalahan persepsi Ar-Raniri atas ajaran tasawuf Fansuri.

Menurut Alwi, Ar-Raniri menyerang Fansuri dengan tidak mengikuti pendekatan “ilmiah obyektif” melainkan cara-cara propaganda apologetik. Ia menghujat penganut tasawuf falsafi sebagai murtad yang kemudian dihalalkan darahnya dan menyebabkan jatuhnya ribuan korban yang tak berdosa.

Adalah benar, kata Alwi, Ar-Raniri cukup berjasa dalam menancapkan akar tasawuf sunni, tetapi jasa baik itu tak lantas membuat kita menutup mata dari kesewenang-wenangan fatwanya yang menyeramkan. (hlm 264)

Kesalahan fatal penganut tasawuf sunni adalah kesimpulan mereka bahwa ajaran Ronggowarsito merupakan diaspora dari tasawuf falsafi. Padahal dalam karya-karya sosok yang disebut-sebut Bapak Kebatinan Indonesia ini, seperti Suluk Jiwa, Serat Pamoring Kawula Gusti, Suluk Lukma Lelana, dan Serat Hidayat Jati, yang sering diaku-aku Ronggowarsito berdasarkan kitab dan sunnah, menyimpan beberapa kesalahan tafsir dan transformasi pemikiran yang sangat mencolok.

Bahkan, Alwi menemukan bahwa Ronggowarsito hanya mengandalkan terjemahan buku-buku tasawuf dari bahasa Jawa dan tidak melakukan perbandingan dengan naskah asli bahasa Arab. Lagi pula Ronggowarsito sendiri belum pernah bersentuhan langsung dengan karya-karya Al-Hallaj maupun Ibn ‘Arabi yang merupakan maestro tasawuf falsafi.

Boleh dibilang Ronggowarsito memang tak berhasil memahami ajaran “murni” tasawuf. (hlm 266)

Maka bagi Alwi adalah aneh bila tasawuf falsafi dipresepsi sebagai aliran kebatinan dalam ajaran Hindu dan Buddha, seperti dituduhkan kalangan tasawuf sunni. Justru, seperti pengantar yang ditulis KH Abdurrahman Wahid untuk buku ini, reaksi atas perkembangan tasawuf falsafi yang rasional inilah orang Jawa mengembangkan kebatinan, doktrin-doktrin yang sinkretik, yang justru bisa diatasi ketika ajaran “panteisme” Al-Hallaj masuk lewat perantaraan Sitti Jenar. (hlm xxvi)

Belum lagi doktrin-doktrin wahdah al wujud Ibn ‘Arabi dan ilmu hudhuri (iluminasi) Suhrawardi, yang juga menjadi rujukan utama tasawuf falsafi, mampu menampung kebutuhan sementara kaum kebatinan atau kaum sinkretik Hindu dan Buddha.

Oleh karena itu, sungguh tak arif rasanya bila kemudian kita mengatakan bahwa perkembangan tasawuf sunni merupakan satu-satunya variabel yang menyemarakkan aktivitas keagamaan di Nusantara. Kita juga harus menerima bahwa orang-orang berpaham kebatinan yang merupakan tetesan penerus tasawuf falsafi yang dibawa Al-‘Arabi dan Al-Hallaj dan diperkenalkan Fansuri dan Sitti Jenar sebagai bagian dari penyebaran Islam.

 

Sumber:

http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0108/27/dikbud/melu37.htm

1. Muhammad SAW

MUHAMMAD adalah satu-satunya orang yang meraih keberhasilan luar biasa baik dalam hal agama maupun hal duniawi. Dia memimpin bangsa yang awalnya terbelakang dan terpecah belah, menjadi bangsa maju yang bahkan sanggup mengalahkan pasukan Romawi di medan pertempuran.Berasal-usul dari keluarga sederhana, Muhammad menegakkan dan menyebarkan agama terbesar di dunia, Agama Islam. Dan pada saat yang bersamaan tampil sebagai seorang pemimpin tangguh, tulen, dan efektif. Kini tiga belas abad sesudah wafatnya, pengaruhnya masih tetap kuat dan mendalam serta berakar.
Muhammad adalah pembawa ajaran Islam, dan diyakini oleh umat Muslim sebagai nabi Allah (Rasul) yang terakhir. Ia lahir di Mekkah pada hari Senin, 12 Rabi’ul Awal tahun 571 Masehi (lebih dikenal sebagai Tahun Gajah) atau 20 April 570/ 571, dan wafat pada 8 Juni 632 di Madinah. Kedua kota tersebut terletak di daerah Hejaz (Arab Saudi saat ini). Sebagian besar dari orang-orang yang tercantum di dalam buku ini merupakan makhluk beruntung karena lahir dan dibesarkan di pusat-pusat peradaban manusia, berkultur tinggi dan tempat perputaran politik bangsa-bangsa.
Kelahiran Nabi Muhammad

MUHAMMAD lahir di Mekkah, di bagian agak selatan Jazirah Arabia, suatu tempat yang waktu itu merupakan daerah yang paling terbelakang di dunia, jauh dari pusat perdagangan, seni maupun ilmu pengetahuan. Menjadi yatim-piatu di umur enam tahun, dibesarkan dalam situasi sekitar yang sederhana dan rendah hati. Sumber-sumber Islam menyebutkan bahwa Muhamnmad seorang buta huruf. Keadaan ekonominya baru mulai membaik di umur dua puluh lima tahun tatkala dia kawin dengan seorang janda berada. Bagaimanapun, sampai mendekati umur empat puluh tahun nyaris tak tampak petunjuk keluarbiasaannya sebagai manusia.

“Muhammad” dalam bahasa Arab berarti “dia yang terpuji”. Muslim mempercayai bahwa ajaran Islam yang dibawa oleh Muhammad adalah penyempurnaan dari agama-agama yang dibawa oleh nabi-nabi sebelumnya. Mereka memanggilnya dengan gelar “Rasulallah” dan menambahkan kalimat “Shalallaahu ‘Alayhi Wasallam” yang berarti “semoga Allah memberi kebahagiaan dan keselamatan kepadanya”. Selain itu dalam Alquran Surah as-Saff (QS 61:6) menyebut Muhammad dengan nama “Ahmad” yang dalam bahasa Arab juga berarti “terpuji”.

Silsilah dan Silang Pendapat Kelahiran Nabi

SILSILAH Muhammad dari kedua orangtuanya kembali ke Kilab bin Murrah bin Ka’b bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihr (Quraish) bin Malik bin an-Nadr (Qais) bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah (Amir) bin Ilyas bin Mudar bin Nizar bin Ma`ad bin Adnan. Di mana Adnan merupakan keturunan laki-laki ke tujuh dari Ismail bin Ibrahim, yaitu keturunan Sam bin Nuh. Ayahnya,Abdullah, meninggal dalam perjalanan dagang di Yatsrib (Madinah), ketika Muhammad masih dalam kandungan. Ia meninggalkan harta lima ekor unta, sekawanan biri-biri dan seorang budak perempuan bernama Ummu Aimanyang kemudian mengasuh Nabi.

Pada saat Muhammad berusia enam tahun, ibunya Aminah binti Wahabmengajaknya ke Yatsrib (Madinah) untuk mengunjungi keluarganya serta mengunjungi makam ayahnya. Namun dalam perjalanan pulang, ibunya jatuh sakit. Setelah beberapa hari, Aminah meninggal dunia di Abwa’ yang terletak tidak jauh dari Yatsrib, dan dikuburkan di sana. Setelah ibunya meninggal, Muhammad dijaga oleh kakeknya, ‘Abd al-Muththalib. Setelah kakeknya meninggal, ia dijaga oleh pamannya, Abu Thalib. Ketika inilah ia diminta menggembala kambing-kambingnya di sekitar Mekkah dan kerap menemani pamannya dalam urusan dagangnya ke negeri Syam (Suriah, Libanon dan Palestina).

Hampir semua ahli hadits dan sejarawan sepakat bahwa Muhammad lahir di bulan Rabiulawal, kendati mereka berbeda pendapat tentang tanggalnya. Di kalangan Syi’ah sesuai dengan arahan para Imam yang merupakan keturunan langsung Muhammad, menyatakan bahwa ia lahir pada hari Jumat, 17 Rabiulawal; sedangkan kalangan Sunni percaya bahwa ia lahir pada hari Senin, 12 Rabiulawal atau (2 Agustus 570M).

Berkenalan dengan Khadijah

KETIKA Muhammad mencapai usia remaja dan berkembang menjadi seorang yang dewasa, ia mulai mempelajari ilmu bela diri dan memanah, begitupula dengan ilmu untuk menambah keterampilannya dalam berdagang. Perdagangan menjadi hal yang umum dilakukan dan dianggap sebagai salah satu pendapatan yang stabil. Muhammad menemani pamannya berdagang ke arah Utara dan secepatnya tentang kejujuran dan sifat dapat dipercaya Muhammad dalam membawa bisnis perdagangan telah meluas, membuatnya dipercaya sebagai agen penjual perantara barang dagangan penduduk Mekkah.

Seseorang yang telah mendengar tentang anak muda yang sangat dipercaya dengan adalah seorang janda yang bernama Khadijah. Ia adalah seseorang yang memiliki status tinggi di suku Arab dan Khadijah sering pula mengirim barang dagangan ke berbagai pelosok daerah di tanah Arab. Reputasi Muhammad membuatnya terpesona sehingga membuat Khadijah memintanya untuk membawa serta barang-barang dagangannya dalam perdagangan. Muhammad dijanjikan olehnya akan dibayar dua kali lipat dan Khadijah sangat terkesan dengan sekembalinya Muhammad dengan keuntungan yang lebih dari biasanya.

Akhirnya, Muhammad pun jatuh cinta kepada Khadijah kemudian mereka menikah. Pada saat itu Muhammad berusia 25 tahun sedangkan Khadijah mendekati umur 40 tahun, tetapi ia masih memiliki kecantikan yang menawan. Perbedaan umur yang sangat jauh dan status janda yang dimiliki oleh Khadijah, tidak menjadi halangan bagi mereka, karena pada saat itu suku Quraisy memiliki adat dan budaya yang lebih menekankan perkawinan dengan gadis ketimbang janda. Walaupun harta kekayaan mereka semakin bertambah, Muhammad tetap sebagai orang yang memiliki gaya hidup sederhana, ia lebih memilih untuk mendistribusikan keuangannya kepada hal-hal yang lebih penting.

Memperoleh dua gelar

KETIKA Muhammad berumur 35 tahun, ia bersatu dengan orang-orangQuraisy dalam perbaikan Ka’bah. Ia pula yang memberi keputusan di antara mereka tentang peletakan Hajar al-Aswad di tempatnya. Saat itu ia sangat masyhur di antara kaumnya dengan sifat-sifatnya yang terpuji. Kaumnya sangat mencintai beliau, hingga akhirnya beliau memperoleh gelar Al-Aminyang artinya “Orang yang Dapat Dipercaya”.

Diriwayatkan pula bahwa Muhammad percaya sepenuhnya dengan keesaan Tuhan. Ia hidup dengan cara amat sederhana dan membenci sifat-sifat angkuh dan sombong. Ia menyayangi orang-orang miskin, para janda dan anak-anak yatim serta berbagi penderitaan dengan berusaha menolong mereka. Ia juga menghindari semua kejahatan yang biasa di kalangan bangsa Arab pada masa itu seperti berjudi, meminum minuman keras, berkelakuan kasar dan lain-lain, sehingga ia dikenal sebagai As-Saadiq yang memiliki arti “Yang Benar”.

Kerasulan

GUA Hira adalah tempat pertama kali Muhammad memperoleh wahyu. Muhammad dilahirkan di tengah-tengah masyarakat terbelakang yang senang dengan kekerasan dan pertempuran. Menjelang usianya yang ke-40, ia sering menyendiri ke Gua Hira sebuah gua bukit sekitar 6 km sebelah timur kota Mekkah, yang kemudian dikenali sebagai Jabal an-Nur. Ia bisa berhari-hari bertafakur dan beribadah disana dan sikapnya itu dianggap sangat bertentangan dengan kebudayaan Arab pada zaman tersebut dan di sinilah ia sering berpikir dengan mendalam, memohon kepada Allah supaya memusnahkan kekafiran dan kebodohan.

Pada suatu malam sekitar tanggal 17 Ramadhan/6 Agustus 611, ketika Muhammad sedang bertafakur di Gua Hira’, Malaikat Jibril mendatanginya. Jibril membangkitkannya dan menyampaikan wahyu Allah di telinganya. Ia diminta membaca. Ia menjawab, “Saya tidak bisa membaca”. Jibril mengulangi tiga kali meminta agar Muhammad membaca, tetapi jawabannya tetap sama. Akhirnya, Jibril berkata:

“Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dengan nama Tuhanmu yang Maha Pemurah, yang mengajar manusia dengan perantaraan (menulis, membaca). Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (Al-Alaq 96: 1-5)

Ini merupakan wahyu pertama yang diterima oleh Muhammad. Ketika itu ia berusia 40 tahun 6 bulan 8 hari menurut perhitungan tahun kamariah (penanggalan berdasarkan bulan), atau 39 tahun 3 bulan 8 hari menurut perhitungan tahun syamsiah (penanggalan berdasarkan matahari).

Setelah pengalaman luar biasa di Gua Hira tersebut, dengan rasa ketakutan dan cemas Muhammad pulang ke rumah dan berseru pada Khadijah untuk menyelimutinya, karena ia merasakan suhu tubuhnya panas dan dingin secara bergantian. Setelah hal itu lewat, ia menceritakan pengalamannya kepada sang istri. Untuk lebih menenangkan hati suaminya, Khadijah mengajak Muhammad mendatangi saudara sepupunya, yaitu Waraqah bin Naufal, yang banyak mengetahui nubuat tentang nabi terakhir dari kitab-kitab suci Kristen dan Yahudi.

Mendengar cerita yang dialami Muhammad, Waraqah pun berkata, bahwa ia telah dipilih oleh Tuhan menjadi seorang nabi. Kemudian Waraqah menyebutkan bahwa An-Nâmûs al-Akbar (Malaikat Jibril) telah datang kepadanya, kaumnya akan mengatakan bahwa ia seorang penipu, mereka akan memusuhi dan melawannya.

Wahyu turun kepadanya secara berangsur-angsur dalam jangka waktu 23 tahun. Wahyu tersebut telah diturunkan menurut urutan yang diberikan Muhammad, dan dikumpulkan dalam kitab bernama al-Mushaf yang juga dinamakan al-Quran (bacaan). Kebanyakan ayat-ayatnya mempunyai arti yang jelas, sedangkan sebagiannya diterjemahkan dan dihubungkan dengan ayat-ayat yang lain. Sebagian ayat-ayat adapula yang diterjemahkan oleh Muhammad sendiri melalui percakapan, tindakan dan persetujuannya, yang terkenal dengan nama as-Sunnah. Al-Quran dan As-Sunnah digabungkan bersama merupakan panduan dan cara hidup bagi “mereka yang menyerahkan diri kepada Allah”, yaitu penganut agama Islam.

Mendapatkan pengikut

SELAMA tiga tahun pertama, Muhammad hanya menyebarkan agama terbatas kepada teman-teman dekat dan kerabatnya. Kebanyakan dari mereka yang percaya dan meyakini ajaran Muhammad adalah para anggota keluarganya serta golongan masyarakat awam, antara lain Khadijah, Ali, Zaid bin Haritsah dan Bilal. Namun pada awal tahun 613, Muhammad mengumumkan secara terbuka agama Islam. Banyak tokoh-tokoh bangsa Arab seperti Abu Bakar, Utsman bin Affan, Zubair bin Al Awwam, Abdul Rahman bin Auf, Ubaidah bin Harits, Amr bin Nufail masuk Islam dan bergabung membela Muhammad. Kesemua pemeluk Islam pertama itu disebut dengan as-Sabiqun al-Awwalun.

Akibat halangan dari masyarakat jahiliyyah di Mekkah, sebagian orang Islam disiksa, dianiaya, disingkirkan dan diasingkan. Penyiksaan yang dialami hampir seluruh pengikutnya membuat lahirnya ide berhijrah (pindah) ke Habsyah. Negus, raja Habsyah, memperbolehkan orang-orang Islam berhijrah ke negaranya dan melindungi mereka dari tekanan penguasa di Mekkah. Muhammad sendiri, pada tahun 622 hijrah ke Madinah, kota yang berjarak sekitar 200 mil (320 km) di sebelah Utara Mekkah.

Fisik dan ciri-ciri Muhammad

AISYAH dan Ali bin Abi Thalib telah merincikan ciri-ciri fisik dan penampilan keseharian Muhammad, di antaranya adalah rambut ikal berwarna sedikit kemerahan, terurai hingga bahu. Kulitnya putih kemerah-merahan, wajahnya cenderung bulat dengan sepasang matanya hitam dan bulu mata yang panjang. Tidak berkumis dan berjanggut sepanjang sekepalan telapak tangannya. Tulang kepala besar dan bahunya lebar. Tubuhnya tidak terlalu tinggi dan tidak pula terlalu pendek, berpostur kekar sangat indah dan pas di kalangan kaumnya. Bulu badannya halus memanjang dari pusar hingga dada. Jemari tangan dan kaki tebal dan lentik memanjang.

Apabila berjalan cenderung cepat dan tidak pernah menancapkan kedua telapak kakinya, beliau melangkah dengan cepat dan pasti. Apabila menoleh, ia menolehkan wajah dan badannya secara bersamaan. Di antara kedua bahunya terdapat tanda kenabian dan memang ia adalah penutup para nabi. Ia adalah orang yang paling dermawan, paling berlapang dada, paling jujur ucapannya, paling bertanggung jawab dan paling baik pergaulannya. Siapa saja yang bergaul dengannya pasti akan menyukainya. Setiap orang yang bertemu Muhammad pasti akan berkata, “Aku tidak pernah melihat orang yang sepertinya, baik sebelum maupun sesudahnya.”

Pernikahan

SELAMA hidupnya Muhammad menikahi 11/13 orang wanita. Pada umur 25 Tahun ia menikah dengan Khadijah, yang berlangsung selama 25 tahun hingga Khadijah wafat. Pernikahan ini digambarkan sangat bahagia, sehingga saat meninggalnya Khadijah yang bersamaan dengan tahun meninggalnya Abu Thalib pamannya disebut sebagai tahun kesedihan. Sepeninggal Khadijah, Muhammad disarankan oleh Khawla binti Hakim, bahwa sebaiknya ia menikahi Sawda binti Zama, seorang janda atau Aisyah, putri Abu Bakar, di mana Muhammad akhirnya menikahi keduanya. Kemudian setelah itu Muhammad tercatat menikahi beberapa wanita lagi sehingga mencapai total sebelas orang, di mana sembilan di antaranya masih hidup sepeninggal Muhammad.

Para ahli sejarah antara lain Watt dan Esposito berpendapat bahwa sebagian besar perkawinan itu dimaksudkan untuk memperkuat ikatan politik sesuai dengan budaya Arab, atau memberikan penghidupan bagi para janda. Saat itu janda lebih susah untuk menikah karena budaya yang menekankan perkawinan dengan perawan.

Perbedaan dengan nabi dan rasul terdahulu

DALAM mengemban misi dakwahnya, umat Islam percaya bahwa Muhammad diutus Allah untuk menjadi Nabi bagi seluruh umat manusia, sedangkan nabi dan rasul sebelumnya hanya diutus untuk umatnya masing-masing seperti halnya Nabi Musa yang diutus Allah kepada kaum Bani Israil. Sedangkan persamaannya dengan nabi dan rasul sebelumnya ialah sama-sama mengajarkan Tauhid, yaitu kesaksian bahwa Tuhan yang berhak disembah atau diibadahi itu hanyalah Allah.

Umumnya, bangsa Arab saat itu tak memeluk agama tertentu kecuali penyembah berhala. Di kota Mekkah ada sejumlah kecil pemeluk-pemeluk Agama Yahudi dan Nasrani, dan besar kemungkinan dari merekalah Muhammad untuk pertama kali mendengar perihal adanya satu Tuhan Yang Mahakuasa, yang mengatur seantero alam. Tatkala dia berusia empatpuluh tahun, Muhammad yakin bahwa Tuhan Yang Maha Esa ini menyampaikan sesuatu kepadanya dan memilihnya untuk jadi penyebar kepercayaan yang benar.

Persistiwa hijrah nabi

SELAMA tiga tahun Muhammad hanya menyebar agama terbatas pada kawan-kawan dekat dan kerabatnya. Baru tatkala memasuki tahun 613 dia mulai tampil di depan publik. Begitu dia sedikit demi sedikit punya pengikut, penguasa Mekkah memandangnya sebagai orang berbahaya, pembikin onar. Di tahun 622, cemas terhadap keselamatannya, Muhammad hijrah ke Madinah, kota di utara Mekkah berjarak 200 mil. Di kota itu dia ditawari posisi kekuasaan politik yang cukup meyakinkan.

Peristiwa hijrah ini merupakan titik balik penting bagi kehidupan Nabi. Di Mekkah dia susah memperoleh sejumlah kecil pengikut, dan di Medinah pengikutnya makin bertambah sehingga dalam tempo cepat dia dapat memperoleh pengaruh yang menjadikannya seorang pemegang kekuasaan yang sesungguhnya. Pada tahun-tahun berikutnya sementara pengikut Muhammad bertumbuhan bagai jamur, serentetan pertempuran pecah antara Mekkah dan Madinah. Peperangan ini berakhir tahun 630 dengan kemenangan pada pihak Muhammad, kembali ke Mekkah selaku penakluk. Sisa dua setengah tahun dari hidupnya dia menyaksikan kemajuan luar-biasa dalam hal cepatnya suku-suku Arab memeluk Agama Islam. Dan tatkala Muhammad wafat tahun 632, dia sudah memastikan dirinya selaku penguasa efektif seantero Jazirah Arabia bagian selatan.

Suku Bedewi punya tradisi turun-temurun sebagai prajurit-prajurit yang tangguh dan berani. Tapi, jumlah mereka tidaklah banyak dan senantiasa tergoda perpecahan dan saling melabrak satu sama lain. Itu sebabnya mereka tidak bisa mengungguli tentara dari kerajaan-kerajaan yang mapan di daerah pertanian di belahan utara. Tapi, Muhammadlah orang pertama dalam sejarah, berkat dorongan kuat kepercayaan kepada keesaan Tuhan, pasukan Arab yang kecil itu sanggup melakukan serentetan penaklukan yang mencengangkan dalam sejarah manusia. Di sebelah timurlaut Arab berdiri Kekaisaran Persia BaruSassanids yang luas. Di baratlaut Arabia berdiri Byzantine atau Kekaisaran Romawi Timur dengan Konstantinopel sebagai pusatnya.

Ditilik dari sudut jumlah dan ukuran, jelas Arab tidak bakal mampu menghadapinya. Namun, di medan pertempuran, pasukan Arab yang membara semangatnya dengan sapuan kilat dapat menaklukkanMesopotamia, Siria, dan Palestina. Pada tahun 642 Mesir direbut dari genggaman Kekaisaran Byzantine, dan sementara itu balatentara Persia dihajar dalam pertempuran yang amat menentukan di Qadisiya tahun 637 dan di Nehavend tahun 642. Tapi, penaklukan besar-besaran di bawah pimpinan sahabat Nabi dan penggantinya Abu Bakar dan Umar ibn al-Khattab itu tidak menunjukkan tanda-tanda stop sampai di situ. Pada tahun 711, pasukan Arab telah menyapu habis Afrika Utara hingga ke tepiSamudera Atlantik. Dari situ mereka membelok ke utara dan menyeberangiSelat Gibraltar dan melabrak kerajaan Visigothic di Spanyol.

Penaklukan wilayah-wilayah di Belahan Bumi

SEPINTAS lalu orang mesti mengira pasukan Muslim akan membabat habis semua Nasrani Eropa. Tapi pada tahun 732, dalam pertempuran yang masyhur dan dahsyat di Tours, satu pasukan Muslimin yang telah maju ke pusat negeri Perancis pada akhirnya dipukul oleh orang-orang Frank. Biarpun begitu, hanya dalam tempo secuwil abad pertempuran, orang-orang Bedewi ini telah mendirikan sebuah empirium membentang dari perbatasan India hingga pasir putih tepi pantai Samudera Atlantik, sebuah empirium terbesar yang pernah dikenal sejarah manusia. Dan di mana pun penaklukan dilakukan oleh pasukan Muslim, selalu disusul dengan berbondong-bondongnya pemeluk masuk Agama Islam.

Ternyata, tidak semua penaklukan wilayah itu bersifat permanen. Orang-orang Persia, walaupun masih tetap penganut setia Agama Islam, merebut kembali kemerdekaannya dari tangan Arab. Dan di Spanyol, sesudah melalui peperangan tujuh abad lamanya akhirnya berhasil dikuasai kembali oleh orang-orang Nasrani. Sementara itu, Mesopotamia dan Mesir dua tempat kelahiran kebudayaan purba, tetap berada di tangan Arab seperti halnya seantero pantai utara Afrika.

Agama Islam, tentu saja, menyebar terus dari satu abad ke abad lain, jauh melangkah dari daerah taklukan. Umumnya jutaan penganut Islam bertebaran di Afrika, Asia Tengah, lebih-lebih Pakistan dan India sebelah utara serta Indonesia. Di Indonesia, Agama Islam yang baru itu merupakan faktor pemersatu. Di anak benua India, nyaris kebalikannya: adanya agama baru itu menjadi sebab utama terjadinya perpecahan.

Perbandingan dengan Nabi Isa

TIMBUL tanda tanya apa alasan menempatkan urutan Nabi Muhammad lebih tinggi dari Nabi Isa dalam daftar. Muhammad memainkan peranan jauh lebih penting dalam pengembangan Islam ketimbang peranan Nabi Isa terhadap Agama Nasrani. Biarpun Nabi Isa bertanggung jawab terhadap ajaran-ajaran pokok moral dan etika Kristen (sampai batas tertentu berbeda dengan Yudaisme), St. Paul merupakan tokoh penyebar utama teologi Kristen, tokoh penyebarnya, dan penulis bagian terbesar dari Perjanjian Lama. Sebaliknya Muhammad bukan saja bertanggung jawab terhadap teologi Islam tapi sekaligus juga terhadap pokok-pokok etika dan moralnya.

Tambahan pula dia “pencatat” Kitab Suci Al-Quran, kumpulan wahyu kepada Muhammad yang diyakininya berasal langsung dari Allah. Sebagian terbesar dari wahyu ini disalin dengan penuh kesungguhan selama Muhammad masih hidup dan kemudian dihimpun dalam bentuk yang tak tergoyangkan tak lama sesudah dia wafat.

Al-Quran dengan demikian berkaitan erat dengan pandangan-pandangan Muhammad serta ajaran-ajarannya karena dia bersandar pada wahyu Tuhan. Sebaliknya, tak ada satu pun kumpulan yang begitu terperinci dari ajaran-ajaran Isa yang masih dapat dijumpai di masa sekarang. Karena Al-Quran bagi kaum Muslimin sedikit banyak sama pentingnya dengan Injil bagi kaum Nasrani, pengaruh Muhammad dengan perantaraan Al-Quran teramatlah besarnya.

Kemungkinan pengaruh Muhammad dalam Islam lebih besar dari pengaruh Isa dan St. Paul dalam dunia Kristen digabung jadi satu. Diukur dari semata mata sudut agama, tampaknya pengaruh Muhammad setara dengan Isa dalam sejarah kemanusiaan. Lebih jauh dari itu (berbeda dengan Isa) Muhammad bukan semata pemimpin agama tapi juga pemimpin duniawi. Fakta menunjukkan, selaku kekuatan pendorong terhadap gerak penaklukan yang dilakukan bangsa Arab, pengaruh kepemimpinan politiknya berada dalam posisi terdepan sepanjang waktu.

Perspektif politis

DARI pelbagai peristiwa sejarah, orang bisa saja berkata hal itu bisa terjadi tanpa kepemimpinan khusus dari seseorang yang mengepalai mereka. Misalnya, koloni-koloni di Amerika Selatan mungkin saja bisa membebaskan diri dari kolonialisme Spanyol walau Simon Bolivar tak pernah ada di dunia. Tapi, misal ini tidak berlaku pada gerak penaklukan yang dilakukan bangsa Arab. Tak ada kejadian serupa sebelum Muhammad dan tak ada alasan untuk menyangkal bahwa penaklukan bisa terjadi dan berhasil tanpa Muhammad. Satu-satunya kemiripan dalam hal penaklukan dalam sejarah manusia di abad ke-13 yang sebagian terpokok berkat pengaruh Jengis Khan.

Penaklukan ini, walau lebih luas jangkauannya ketimbang apa yang dilakukan bangsa Arab, tidaklah bisa membuktikan kemapanan, dan kini satu-satunya daerah yang diduduki oleh bangsa Mongol hanyalah wilayah yang sama dengan sebelum masa Jengis Khan. Ini jelas menunjukkan beda besar dengan penaklukan yang dilakukan oleh bangsa Arab. Membentang dari Irak hingga Maroko, terbentang rantai bangsa Arab yang bersatu, bukan semata berkat anutan Agama Islam tapi juga dari jurusan bahasa Arabnya, sejarah dan kebudayaan.

Posisi sentral Al-Quran di kalangan kaum Muslimin dan tertulisnya dalam bahasa Arab, besar kemungkinan merupakan sebab mengapa bahasa Arab tidak terpecah-pecah ke dalam dialek-dialek yang berantarakan. Jika tidak, boleh jadi sudah akan terjadi di abad ke l3. Perbedaan dan pembagian Arab ke dalam beberapa negara tentu terjadi dan nyatanya memang begitu, tapi perpecahan yang bersifat sebagian-sebagian itu jangan lantas membuat kita alpa bahwa persatuan mereka masih berwujud.

Iran maupun Indonesia yang kedua-duanya negeri berpenduduk Muslimin dan keduanya penghasil minyak, tidak ikut bergabung dalam sikap embargo minyak pada musim dingin tahun 1973 – 1974. Sebaliknya bukanlah barang kebetulan jika semua negara Arab, semata-mata negara Arab, yang mengambil langkah embargo minyak. Jadi, dapatlah kita saksikan,penaklukan yang dilakukan bangsa Arab di abad ke-7 terus memainkan peranan penting dalam sejarah umat manusia hingga saat ini. Muhammad, manusia paling berpengaruh sedunia.***

Khawarij : Latar Belakang Kemunculan, Doktrin-Doktrin Pokoknya, dan Perkembangannya

1. Latar Belakang Kemunculan
Secara etimologi kata khawarij berasal dari bahasa Arab, yaitu kharaja yang berarti keluar, mucul, timbul atau memberontak. Berdasarkan pengertian etimologi ini pula, khawarij berarti setiap muslim yang ingin keluar dari kesatuan umat Islam.
Adapun khawarij dalam terminology ilmu kalam adalah suatu sekte/kelompok/aliran pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan karena tidak sepakat terhadap keputusan Ali yang menerimaarbitrase (tahkim), dalam perang siffin pada tahun 37 H/648 M, dengan kelompok bughat (pemberontak) Muawiyah bin Abi Sufyan perihal persengketaan khilafah. Kelompok khawarij pada mulanya memandang Ali dan pasukannya berada dipihak yang benar karena Ali merupakan khalifah yang sah yang telah dibai’at mayoritas umat Islam, seementara Muawiyah berada dipihak yang salah karena memberontak khalifah yang sah. Lagi pula berdasarkan estimasi khawarij, pihak Ali hampir memperoleh kemenangan pada peperangan itu, tetapi karena Ali menerima tipu daya licik ajakan damai Muawiyah, kemenangan yang hampir diraih itu menjadi raib.
Ali sebenarnya sudah mencium kelicikan dibalik ajakan damai kelompok Muawiyah sehingga ia bermaksud untuk menolak ajakan itu. Namun, karena desakan sebagian pangikutnya, terutama ahli qurra seperti Al-Asyi’ats bin Qais, Mas’ud bin Fudaki At-Tamimi, dan Zaid bin Husein Ath-Thai, dengan sangat terpaksa Ali memerintahkan Al-Asytar (komandan pasukannya) untuk menghentikan peperangan.
Setelah menerima ajakan damai, Ali bermaksud mengirimkan Abdullah bi Abbas sebagai delegasi juru damai (hakam)nya, tetapi orang-orang khawarij menolaknya. Mereka beralasan bahwa Abdullah bin Abbas berasal dari kelompok Ali sendiri. Kemudian mereka mengusulkan agar Ali mengirim Abu Musa Al-Asy’ari dengan harapan dapat memutuskan perkara berdasarkan kitab Allah.
Kepitusan tahkim, yakni Ali diturunkan dari jabatannya sebagai khalifah oleh utusannya, dan mengangkat Muawiyah mengganti khalifah Ali sangat mengecewakan orang-orang khawarij. Mereka menolak dengan mengatakan, “mengapa kalian berhukum kepada manusia. Tidak ada hukum selain yang ada disisi Allah”. Imam Ali menjawab “itu adalah ungkapan yang benar, tetapi mereka artikan dengan keliru”. Pada saat itu juga orang-orang khawarij keluar dari pasukan Ali dan langsung menuju Hurura, itulah sebabnyakhawarij disebut juga dengan nama Hururiah. Kadang-kadang mereka disebut juga dengan Syurah dan Al-Mariqah.
2. Doktrin-doltrin Pokok Khawarij
  1. Khalifah atau Imam harus dipilih secara bebas oleh seluruh umat Islam.
  2. Khalifah tidak harus berasal dari keturunan Arab. Dengan demikian setiap orang mulim berhak menjadi khalifah apabila sudah memenuhi syarat.
  3. Khalifah dipilih secara permanen selama yang bersangkutan bersikap adil dan menjalankan syariat Islam. Ia harus dijatuhkan bahkan dibunuh kalau melakukan kezaliman.
  4. Khalifah sebelum Ali (Abu Bakar, Umar, dan Utsman) adalah sah, tetapi setelah tahun ke 7 kekhalifahannya, Utsman r.a dianggap telah menyeleweng.
  5. Khalifah Ali adalah sah, tetapi setelah terjadi arbitrase (tahkim), ia dianggap telah menyeleweng.
  6. Muawiyah dan Amr bin Ash serta Abu Musa Al-Asy’ari juga dianggap menyeleweng dan telah menjadi kafir.
  7. Pasukan perang jamal yang melawan Ali juga kafir.
  8. Seseorang yang berdosa besar tidak lagi disebut muslim sehingga harus dibunuh. Yang sangat anarkis (kacau) lagi, mereka menganggap bahwa muslim dapat menjadi kafir apabila ia tidak mau membunuh muslim lain yang telah dianggap kafir dengan resiko ia menanggung beban harus dilenyapkan pula.
  9. Setiap muslim harus berhijrah dan bergabung dengan golongan mereka. Bila tidak mau bergabung, ia wajib diperangi karena hidup di dalam dar al-harb (Negara musuh), sedang golongan mereka sendiri dianggap berada dalam dar al-Islam (Negara Islam).
  10. Seseorang harus menghindar dari pimpinan yang menyeleweng.
  11. Adanya wa’ad dan wa’id (orang yang baik harus masuk surga dan orang yang jahat harus masuk neraka).
  12. Amar ma’ruf nahi mungkar.
  13. Memalingkan ayat-ayat al-qur’an yang tampak mutsyabih (samar).
  14. Al-qur’an adalah makhluk.
  15. Manusia bebas memutuskan perbuatannya bukan dari Tuhan.
3. Perkembangan Khawarij
Semua aliran yang bersifat radikal, pada perkembangan lebih lanjut, dikategorikan sebagai aliran khawarij, selama doktrinnya identik dengan aliran ini. Harun Nasution mengidentifikasi beberapa indikasi aliran yang dapat dikategorikan sebagai aliran khawarij, yaitu sebagai berikut :
  1. Mudah mengkafirkan orang yang tidak segolongan dengan mereka walaupun orang itu adalah penganut agama Islam.
  2. Islam yang benar adalah Islam yang mereka fahami dan amalkan, sedangkan Islam yang dipahami dan diamalkan golongan lain tidak benar.
  3. Orang-orang Islam yang tersesat dan menjadi kafir perlu dibawa kembali ke Islam yang sebenarnya, yaitu Islam yang seperti mereka fahami dan amalkan.
  4. Karena pemerintahan dan ulama yang tidak sepaham dengan mereka adalah sesat, maka mereka memilih Imam dari golongan mereka sendiri yakni Imam dalam arti pemeluk agama dan pemuka pemerintahan.
  5. Mereka bersifat fanatik dalam faham dan tidak segan-segan menggunakan kekerasan dan membunuh untuk mencapai tujuan mereka.
Sumber : Dr. Abdul Rozak, M.Ag., dan Dr. Rosihon, M.Ag, “Ilmu Kalam”. Pustaka Setia. Bandung : 2001.

Hubungan Tasawuf Dengan Ilmu Kalam, Ilmu Falsafah, Ilmu Fiqih, Dan Ilmu Jiwa

A.    PENGERTIAN TASAWUF
          Kata sufi mulanya muncul pada abad ke-9. Asal usul kata ini dibahas oleh hujwiri pada abad ke-11. Ia mengemukakan nama itu mungkin berasal dari kata shuf (yang berarti wol), karena kaum sufi memakai busana wol. Atau dari ahli suffah, nama yang dilekatkan pada orang-orang yang tinggal diberanda masjid Nabi Muhamad. Atau dari shaft (yang berarti kesucian). Nabi Muhamad menyatakan “Barang siapa mengenal dirinya, maka ia mengenal penciptanya”. Tasawuf adalah jalan kembali kekeadaan azali manusia, jalan yang ditempuh untuk menemukan makna dan tujuan, untuk mencapai ketenangan dan kehidupan abadi, jalan yang ditempuh orang untuk bisa pulang kerumah. Dalam literatur barat, tasawuf sering disebut mistisme Islam. Sebab ia adalah jalan bagi pengalaman pribadi tentang cinta ilahi dan ia mencakup pemahaman ektase yang dikenal dengan mistis. Tasawuf berarti mengalami dan menghayati realitas agama, penemuan dan realitas yang dicanangkan oleh semua Nabi. Semua orang di karuniai potensi untuk menemukan rahasia kehidupan ini. Pengalaman tidak bisa dicapai melalui nalar dan logika, melainkan harus datang dari lubuk hati terdalam. Tasawuf adalah Islam, karena Islam berarti berserah diri kepada Tuhan, dan tujuan Tasawuf adalah berserah diri kepada Tuhan, syarat untuk mencapai penyatuan dengan Tuhan sang kekasih.
B.    HUBUNGAN TASAWUF DENGAN ILMU KALAM
          Ilmu kalam adalah disiplin ilmu keIslaman yang banyak mengedepankan pembicaraan tentang persoalan-persoalan kalam Tuhan. Persoalan-persoalan kalam ini biasanya mengarah sampai pada perbincangan yang mendalam dengan dasar-dasar argumentasi, baik rasional (aqliyah) maupun naqliyah. Argumentasi yang dimaksudkan adalah landasan pemahaman yang cenderung menggunakan metode berpikir filosofis, sedangkan argumentasi naqliyah biasanya bertendensi pada argumentasi berupa dalil-dalil Al-Qur’an dan hadits. Pembicaraan materi-materi yang tercakup dalam ilmu kalam terkesan tidak menyentuh rasa rohaniah. Sebagai contoh, ilmu kalam menerangkan bahwa Allah bersifat Sama’, Bashar, Kalam, Iradah, Qudrah, Hayat, dan sebagainya. Namun, ilmu kalam tidak menjelaskan bagaimana seorang hamba dapat merasakan langsung bahwa Allah mendengar dan melihatnya, bagaimana pula perasaan hati seseorang ketika membaca Al-Qur’an, bagaimana seseorang merasa bahwa segala sesuatu yang tercipta merupakan pengaruh dari kekuasaan Allah ?
          Pernyataan-pernyataan di atas sulit terjawab hanya dengan berlandaskan pada ilmu kalam. Biasanya, yang membicarakan penghayatan sampai pada penanaman kejiwaan manusia adalah ilmu Tasawuf. Disiplin inilah yang membahas bagaimana merasakan nilai-nilai akidah dengan memperhatikan bahwa persoalan bagaimana merasakan tidak saja termasuk dalam lingkup hal yang diwajibkan. Pada ilmu kalam ditemukan pembahasan iman dan definisinya, kekufuran dan manifestasinya, serta kemunafikan dan batasannya. Sementara pada ilmu tasawuf ditemukan pembahasan jalan atau metode praktis untuk merasakan keyakinan dan ketentraman. Sebagaimana dijelaskan juga tentang menyelamatkan diri dari kemunafikan. Semua itu tidak cukup hanya diketahui batasan-batasannya oleh seseorang. Sebab terkadang seseorang sudah tahu batasan-batasan kemunafikan, tetapi tetap saja melaksanakannya.
          Dalam kaitannya dengan ilmu kalam, ilmu Tasawuf mempunyai fungsi sebagai berikut.
1.     Sebagai pemberi wawasan  spiritual dalam pemahaman kalam. Penghayatan yang mendalam lewat hati terhadap ilmu kalam menjadikan ilmu ini lebih terhayati atau teraplikasikan dalam perilaku. Dengan demikian, ilmu Tasawuf merupakan penyempurna ilmu kalam.
  1. Berfungsi sebagai pengendali ilmu Tasawuf. Oleh karena itu, jika timbul suatu aliran yang bertentangan dengan akidah, atau lahir suatu kepercayaan baru yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah, hal itu merupakan penyimpangan atau penyelewengan. Jika bertentangan atau tidak pernah diriwayatkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, atau belum pernah diriwayatkan oleh ulama-ulama salaf, hal itu harus ditolak.
  2. Berfungsi sebagai pemberi kesadaran rohaniah dalam perdebatan-perdebatan kalam. Sebagaimana disebutkan bahwa ilmu kalam dalam dunia Islam cenderung menjadi sebuah ilmu yang mengandung muatan rasional disamping muatan naqliyah, ilmu kalam dapat bergerak kearah yang lebih bebas. Disinilah ilmu Tasawuf berfungsi memberi muatan rohaniah sehingga ilmu kalam terkesan sebagai dialektika keIslaman belaka, yang kering dari kesadaran penghayatan atau sentuhan hati.
Andaikata manusia sadar bahwa Allahlah yang memberi, niscaya rasa hasud dan dengki akan sirna, kalau saja dia tahu kedudukan penghambaan diri, niscaya tidak akan ada rasa sombong dan membanggakan diri. Kalau saja manusia sadar bahwa Allahlah pencipta segala sesuatu, niscaya tidak akan ada sifat ujub dan riya. Dari sinilah dapat dilihat bahwa ilmu tauhid merupakan jenjang pertama dalam pendakian menuju Allah (pendakian para kaum sufi). Dalam ilmu Tasawuf, semua persoalan yang berada dalam kajian ilmu kalam terasa lebih bermakna, tidak kaku, tetapi akan lebih dinamis dan aplikatif.
C.    HUBUNGAN TASAWUF DENGAN ILMU FALSAFAH
Biasanya Tasawuf dan filsafah selalu dipandang berlawanan. Ada juga anggapan bahwa pencarian jalan Tasawuf mengharuskan pencelaan filsafat, tidak hanya berupa timbal balik dan saling mempengaruhi, bahkan asimilasi (perpaduan) dan hubungan ini sama sekali tidak terbatas pada kebencian dan permusuhan. Tasawuf adalah pencarian jalan ruhani, kebersatuan dengan kebenaran mutlak dan pengetahuan mistik menurut jalan dan sunnah. Sedangkan filsafah tidak dimaksudkan hanya filsafah peripatetic yang rasionalistik, tetapi seluruh mazhab intelektual dalam kultur Islam yang telah berusaha mencapai pengetahuan mengenai sebab awal melalui daya intelek. Filsafat terdiri dari filsafat diskursif (bahtsi) maupun intelek intuitif (dzawqi).
Hubungan antara Tasawuf dan filsafat, yaitu :
  1. Bentuk hubungan yang paling luas antara Tasawuf dan filsafat tentu saja adalah pertentangan satu sama lain, sebagaimana tampak dalam karya-karya al-Ghazali bersaudara, Abu hamid dan Ahmad. Dan penyair sufi besar seperti Sana’I, Athar, dan Rumi. Kelompok sufi ini hanya memperhatikan aspek rasional dari filsafat, dan setiap kali berbicara tentang intelek, mereka tidak mengartikan intelek dalam arti mutlaknya, namun mengacu kepada aspek rasional intelek (akal). Athar juga memahami filsafat hanya sebagai filsafat peripatetic yang rasionalistik, dan menekankan bahwa hal itu tidak boleh dikelirukan dengan misteri ilahiah dan pengetahuan ilahiah, yang merupakan usaha puncak pensucian jiwa dibawah bimbingan spiritual para guru sufi. Intelek tidak sama dengan hadist Nabi dan falsafah tidak sama dengan teosofi (hikmah) dalam makna Qur’aninya. Matsnawi adalah sebuah Masterpiece filsafat.
  2.  Hubungan antara Tasawuf dan filsafat tampak dalam munculnya bentuk khusus yang terjalin erat dengan filsafat. Meskipun bentuk tasawuf ini tidak menerima filsafat peripatetic dan mazhab-mazhab filsafat lain yang seperti itu, namun ia sendiri tercampur dengan filsafat atau teosofi (hikmah) dalam bentuknya yang paling luas. Dalam mazhab Tasawuf itu, intelek sebagai alat untuk mencapai realitas tentang yang mutlak dengan memperoleh kedudukan yang tinggi. Dengan demikian, dalam tasawuf berkembang satu jenis teosofi (ilmu ilahi) yang tidak hanya datang untuk menggantikan filsafat didunia Arab, tapi di Persia ia juga amat mempengaruhi jika bukan menggantikan filsafat dan kemudian secara amat efektif menggabungkan filsafat dan Tasawuf, bahkan mengganti nama Tasawuf menjadi Irfan (gnosis,makrifat) pada periode safawi. Penentangan terhadap filsafat masih tetap tampak, tapi penentangan ini sebenarnya muncul dalam kaitannya dengan istilah falsafah dan rasionalisme. Hubungan Tasawuf dan filsafah berbeda dari apa yang diamati dalam tasawuf yang didominasi cinta, seperti pada Athar dan lainnya.
  3. Hubungan antara Tasawuf dan filsafat ditemukan dalam karya-karya para sufi yang sekaligus juga filosof, Yang telah berusaha untuk merujuk tasawuf dan filsafat. Afdhaluddin kasyani, Quthbuddin syirazi, Ibd Turkah al-Isfahani, dan Mir Abul Qosim findiriski, orang-orang ini seluruhnya adalah sufi yang berjalan pada jalan spiritual dan telah mencapai maqam spiritual, dan beberapa diantara mereka terdapat para wali, tetapi pada saat yang sama secara mendalam memahami filsafat dan cukup mengherankan, beberapa diantara mereka lebih tertarik pada filsafat peripatetic dan rasionalistik daripada filsafat intuitif (dzawqi), sebagaimana dapat diamati dalam kasus Mir Findiriski yang amat mendalami As-Syifanya Ibnu Sina. Diantara kelompok ini, Afdhaluddin Kasyani memegang kedudukan yang unik. Ia tidak hanya salah satu sufi terbesar yang hingga hari ini mouseleumnya di Maqam Kasyani menjadi tempat Ziarah, baik orang-orang yang awam maupun orang-orang terpelajar, tetapi ia juga dianggap sebagai salah satu filosof Persia terbesar yang sumbangannya bagi pengembangan bahasa filsafat Persia tak tertandingi. Karya-karya filsafatnya dalam logika, teologi, ataupun dalam ilmu-ilmu alam ditulis dalam bahasa Persia yang jelas dan fasih, dan merupakan Masterpiece dalam bahasa ini. Ia tidak hanya menunjukkan dengan jelas wawasan tasawuf dalam syair-syairnya, namun dalam hal logika dan filsafat yang paling ketat sekalipun. Figur besar lain seperti Quthbuddin al-Syirazi, yang dalam masa remajanya bergabung dengan para sufi dan juga menulis karya besar dalam filsafat peripatetic dalam bahasa Persia, Durrat al-Tajj, lalu bin Turkah Isfahani, yang Tamhid al-Qawaidnya merupakan Masterpiece filsafat sekaligus Tasawuf, dan Mir Abul Qosim Findiriski, yang menjadi komentator karya metafisika Hindu penting, Yoga Vaisithsa adalah sufi dan ahli makrifat   yang kepadanya banyak mukjizat dinisbatkan. Mereka semua sesungguhnya adalah para pengikut mazhab Afdhluddin Kasyani, sejauh menyangkut upaya pemantapan hubungan antara Tasawuf dan Filsafat.
  4. Kategorisasi umum kita mengenai hubungan Tasawuf dengan filsafat, mencakup para filosof yang mempelajari atau mempraktekan Tasawuf. Yang pertama dari kelompok ini adalah Al-Farabi, yang mempraktekan Tasawuf dan bahkan telah mengubah musik yang dimainkan dalam pertemuan Sama’ pada sufi, mutiara hikmah yang dinisbatkan kepadanya sangatlah penting. Karena, pada dasarnya, inilah buku mengenai filsafat maupun makrifat dan hingga kini diajarkan di Persia bersama komentar-komentar makrifati.
D.                HUBUNGAN  TASAWUF DENGAN ILMU FIQIH
          Biasanya, pembahasan kitab-kitab fiqih selalu dimulai dari Thaharah, kemudian persoalan-persoalan kefiqihan lainnya. Namun, pembahasan ilmu fiqih tentang thaharah atau yang lainnya secara tidak langsung terkait dengan pembicaraan nilai-nilai rohaniahnya. Persoalannya sekarang, disiplin ilmu apakah yang dapat menyempurnakan ilmu fiqih dalam persoalan-persoalan tersebut ? Ilmu Tasawuf tampaknya merupakan jawaban yang paling tepat karena ilmu ini berhasil memberikan corak batin terhadap ilmu fiqih. Corak batin yang dimaksud adalah ikhlas dan khusyuk berikut jalannya masing-masing. Bahkan ilmu ini mampu menumbuhkan kesiapan manusia untuk melaksanakan hukum-hukum fiqih. Akhirnya, pelaksanaan kewajiban manusia tidak akan sempurna tanpa perjalanan rohaniah.
          Dahulu para ahli fiqih mengatakan “Barang siapa mendalami fiqih, tetapi belum bertasawuf, berarti ia fasik. Barang siapa bertasawuf, tetapi belum mendalami fiqih, berarti ia zindiq. Dan Barang siapa melakukan ke-2 nya, berarti ia melakukan kebenaran”. Tasawuf dan fiqih adalah 2 disiplin ilmu yang saling menyempurnakan. Jika terjadi pertentangan antara ke-2 nya, berarti disitu terjadi kesalahan dan penyimpangan. Maksudnya, boleh jadi seorang sufi berjalan tanpa fiqih, atau seorang ahli tidak mengamalkan ilmunya. Jadi, seorang ahli sufi harus bertasawuf (sufi), harus memahami dan mengikuti aturan fiqih. Tegasnya, seorang fiqih harus mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan hukum dan yang berkaitan dengan tata cara pengamalannya. Seorang sufi pun harus mengetahui aturan-aturan hukum dan sekaligus mengamalkannya. Ini menjelaskan bahwa ilmu Tasawuf dan ilmu Fiqih adalah 2 disiplin ilmu yang saling melengkapi.
E.                 HUBUNGAN TASAWUF DENGAN ILMU JIWA
          Dalam pembahasan Tasawuf dibicarakan tentang hubungan jiwa dengan badan. Yang dikehendaki dari uraian tentang hubungan antara jiwa dan badan dalam Tasawuf tersebut adalah terciptanya keserasian antara ke-2 nya. Pembahasan tentang jiwa dan badan ini dikonsepsikan para sufi dalam rangka melihat sejauh mana hubungan perilaku yang dipraktikan manusia dengan dorongan yang dimunculkan jiwanya sehingga perbuatan itu dapat terjadi. Dari sini, baru muncul kategori-kategori perbuatan manusia, apakah dkategorikan sebagai perbuatan jelek atau perbuatan baik. Jika perbuatan yang ditampilkan seseorang baik, ia disebut orang yang berakhlak baik. Sebaliknya, jika perbuatan yang  ditampilkannya jelek, ia disebut sebagai orang yang berakhlak jalek. Dalalm pandangan kaum sufi, akhlak dan sifat seseorang bergantung pada jenis jiwa yang berkuasa atas dirinya. Jika yang berkuasa dalam tubuhnya adalah nafsu-nafsu hewani atau nabati, yang akan tampil dalam perilakunya adalah perilaku hewani atau nabati pula. Sebaliknya, jika yang berkuasa adalah nafsu insani, yang akan tampil dalam perilakunya adalah perilaku insani pula. Orang yang sehat mentalnya adalah yang mampu merasakan kebahagiaan dalam hidup, karena orang-orang inilah yang dapat merasakan bahwa dirinya berguna, berharga, dan mampu menggunakan segala potensi dan bakatnya semaksimal mungkin dengan cara membawa kebahagiaan dirinya dan orang lain. Disamping itu, ia mampu menyesuaikan diri dalam arti yang luas, terhindar dari kegelisahan-kegelisahan dan gangguan jiwa, serta tetap terpelihara moralnya.

Tasawuf Falsafi

A. Definisi Tasawuf Falsafi

Tasawuf Falsafi adalah sebuah konsep ajaran tasawuf yang mengenal Tuhan (ma’rifat) dengan pendekatan rasio (filsafat) hingga menuju ketingkat yang lebih tinggi, bukan hanya mengenal Tuhan saja (ma’rifatullah) melainkan yang lebih tinggi dari itu yaitu wihdatul wujud (kesatuan wujud). Bisa juga dikatakan tasawuf filsafi yakni tasawuf yang kaya dengan pemikiran-pemikiran filsafat.

Di dalam tasawuf falsafi metode pendekatannya sangat berbeda dengan tasawuf sunni atau tasawuf salafi. kalau tasawuf sunni dan salafi lebih menonjol kepada segi praktis (العملي ), sedangkan tasawuf falsafi menonjol kepada segi teoritis (النطري ) sehingga dalam konsep-konsep tasawuf falsafi lebih mengedepankan asas rasio dengan pendekatan-pendekatan filosofis yang ini sulit diaplikasikan ke dalam kehidupan sehari-hari khususnya bagi orang awam, bahkan bisa dikatakan mustahil.

Dari adanya aliran tasawuf falsafi ini muncullah ambiguitas-ambiguitas dalam pemahaman tentang asal mula tasawuf itu sendiri. kemudian muncul beberapa teori yang mengungkapkan asal mula adanya ajaran tasawuf.

Pertama : tasawuf itu murni dari Islam bukan dari pengaruh dari non-Islam.

Kedua :  tasawuf itu adalah kombinasi dari ajaran Islam dengan non-Islam seperti Nasrani, Hidu-Budha, filsafat Barat (gnotisisme).

Ketiga; bahwa tasawuf itu bukan dari ajaran Islam atau pun yang lainnya melainkan independent.

Teori pertama yang mengatakan bahwa tasawuf itu murni dari Islam dengan berlandaskan QS. Qaf ayat 16 yang artinya “Telah Kami ciptakan manusia dan Kami tahu apa yang dibisikkan dirinya kepadanya. Dan Kami lebih dekat dengan manusia daripada pembuluh darah yang ada dilehernya”. Ayat ini bukan hanya sebagai bukti atau dasar bahwa tasawuf itu murni dari Islam melainkan salah satu ajaran yang utama dalam tasawuf yaitu wihdatul wujud. Kemudian mengutip pendapat salah satu tokoh tasawuf yang terkenal yaitu Abu Qasim Junnaid Al-Baqdady, menurutnya “yang mungkin menjadi ahli tasawuf ialah orang yang mengetahui seluruh kandungan al-qur’an dan sunnah”. Jadi menurut ahli sufi, setiap gerak-gerik tasawuf baik ‘ilmy dan ‘amaly haruslah bersumber dari al-qur’an dan sunnah. Maka jelas bahwa tasawuf adalah murni dari Islam yang tidak di syari’atkan oleh nabi akan tetapi beliau juga mempraktikkannya. Buktinya sejak zaman beliau (Nabi Muhammada-red) juga ada kelompok yang mengasingkan diri dari dunia, sehingga untuk menjaga kekhusuan mereka beliau memberi mereka tempat kepada mereka di belakang muruh nabi. Meskipun istilah tasawuf itu belum ada tapi dapat disinyalir bahwa munculnya ajaran-ajaran seperti itu (zuhud/ waro’, mendekatkan diri pada Allah-red) sudah ada sejak zaman Islam mulai ada, dan nabi sendiri sejatinya adalah seorang sufi yang sejati.

Kemudian pendapat kedua yang mengatakan bahwa tasawuf adalah kombinasi dari ajaran Islam dengan yang lainnya (non-Islam). Mereka memberi contoh beberapa ajaran yang ada di tasawuf sama dengan aliran (ajaran) lain, misal:

Sumber dari Nasrani:
1. Konsep Tawakal
2. Peranan Syekh
3. Adanya ajaran tentang menehan diri tidak menikah.

Sumber Hindu:
1. Al-fana’ = Nirwana
2. Zuhud = menjauhi dunia

Sumber Yunani (fil. Barat):
1. Filsafat Ilmu jiwa
2. Filsafat Phytagoras
3. Filsafat Plotinus
4. Termasuk juga gnotisisme.

Dari sinilah nampak ada kemiripan dalam ajaran setiap masing yang diakibatkan dari akulturasi sehingga terjadi penjumboan (bersatu) antara ajaran Islam dalam tasawuf dengan yang lain.

Pendapat yang ketiga ini yang mengatakan tasawuf itu bukan dari mana-mana yaitu independen, dengan berdasarkan dengan kisah bahwa pada waktu itu ada seorang raja yang hidup bergelimpangan dengan harta namun dia masih mengalami ketegangan dalam hidup dalam artian jiwanya belum tenang, akhirnya atas nasihat dari seseorang yang dia temui di hutan saat berburu mencoba mengasingkan diri ke hutan dan meninggalkan semua hartanya. sehingga dari sini dapat di tarik bahwa tasawuf muncul untuk mengatasi kebosanan seseorang dari kehidupan dunia tanpa adanya spiritualitas dalam jiwa sehingga mengalami kekeringan jiwa, yang kemudian diisi kembali dengan nilai spiritualitas dengan menjauhi kehidupan dunia dan mendekatkan diri kepada Tuhan.

Dari pemaparan di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa tasawuf itu benar-benar asli (murni) dari ajaran Islam yang tidak di syari’atkan atau di sunnahkan oleh nabi meskipun beliau juga melakukanya. Kemudian pendapat yang mengatakan bahwa tasawuf itu berasal dari akulturasi ajaran lain termasuk gnotis itu juga tidak bisa disalahkan, sebab adanya pengklasifikasian tasawuf sehingga muncul beberapa tasawuf, seperti tasawuf sunni, salafi dan tasawuf falsafi membuat determinasi diantaranya. maka jikalau dikatakan tasawuf adalah akulturasi antara Islam dengan yang lain itu termasuk tasawuf falsafi yang mana telah mengedepankan asas rasio sehingga berbaur dengan fisafat-filsafat yang ada diajaran lain, dimana dalam menganalisis tasawuf dengan paham emanasi Neo-platonisme dalam semua variasi baik dari Ibn Sina sampai Mulla Shadra.

B. Latar belakang berkembangnya Tasawuf Falsafi

Perenungan ketuhanan kelompok sufi dapat dikatakan sebagai reaksi terhadap corak pemikiran teologis pada masa itu. Di pihak lain, para filosof dengan tujuan menjembatani antara agama dengan filsafat, terpaksa mempreteli sebagaian dari sifat-sifat Tuhan sehingga Tuhan tidak mempunyai kreativitas lagi. dengan perkembangan tasawuf yang mempunyai tipologi, secara global dapat diformasikan adanya tiga konsep tentang Tuhan yaitu; konsepsi etikal, konsepsi estetikal dan konsepsi union mistikal.

Konsepsi etikal berkembang pada zuhada, munurut mereka Dzat Tuhan adalah sumber kekuatan, daya iradat yang mutlak. Tuhan adalah pencipta tertinggi, oleh karena itu perasaan takut kepada Tuhan lebih mempengaruhi mereka ketimbang rasa pengharapan. timbulnya konsep ini bersumber dari keyakinan bahwa Tuhan adalah asal segala yang ada, sehingga antara manusia dengan Tuhan ada jalur komunikasi timbal balik. Doktrin ini belanjut kepada keyakinan, bahwa penciptaan alam semesta adalah pernyataan cinta kasih Tuhan yang direfleksikan dalam bentuk empirik atau sebagai mazhohir dari asma Tuhan.

Berkembangnya tasawuf sebagai jalan dan latihan untuk merealisir kesucian batin dalam perjalanan menuju kedekatan dengan Allah, juga menarik perhatian para pemikir muslim yang berlatar belakang teologi dan filsafat. Dari kelompok inilah tampil sejumlah kelompok sufi yang filosofis atau filosofis yang sufi. Konsep-konsep mereka yang disebut dengan tasawuf falsafi yakni tasawuf yang kaya dengan pemikiran-pemikiran filsafat. ajaran filsafat yang paling banyak dipergunakan dalam analisis tasawuf adalah paham emanasi Neo-Plotinus.

Andanya pemaduan antara filsafat dengan tasawuf pertama kali dimotori oleh para fisful muslim yang pada saat itu mengalami helenisme pengetahuan. Misalnya filsuf muslim yang terkenal yang membahas tentang Tuhan dengan mengunakan konsep-konsep neo-plotinus ialah Al-Kindi. Dalam filsafat emanasi Plotinus roh memancar dari diri Tuhan dan akan kembali ke Tuhan. Tapi, sama dengan Pythagoras, dia berpendapat bahwa roh masuk ke dalam tubuh manusia juga kotor, dan tak dapat lagi kembali ke Tuhan. Selama masih kotor, ia akan tetap tinggal di bumi berusaha. dari sini di tarik ke dalam ranah konsep tasawuf yang berkeyakinan bahwa penciptaan alam semesta adalah pernyataan cinta kasih Tuhan yang direfleksikan dalam bentuk empirik atau sebagai mazhohir dari asma Tuhan.

Namun istilah tasawuf falsafi bulum terkenal pada waktu itu, setelah itu baru tokoh-tokoh teosofi yang populer. Abu Yazid al-Bustami, Ibn Masarrah (w.381 H) dari Andalusia dan sekaligus sebagai perintisnya. orang kedua yang mengombinasikan antara teori filsafat dan tasawuf ialah Suhrawardi al-Maqtul yang berkembang di Persia atau Iran. Masih banyak tokoh tasawuf falsafi yang berkembang di Persia ini seperti al-Haljj dengan konsep al-Hulul yakni perpaduan antara insan dengan Tuhan.

Perkembangan puncak dari tasawuf falsafi, sebenarnya telah dicapai dalam konsepsi al-wahdatul wujud sebagai karya pikir mistik Ibn Arabi. sebelum Ibn arabi muncul teorinya seorang sufi penyair dari Mesir Ibn al-Faridh mengembangkan teori yang sama yaitu al-wahdat asa-syuhud.
Pada umumnya konsep ini diterima dan berkembang dari kaum syi’ah dan bermazhabkan Mu’tazilah. Makanya nama lain dari tasawuf falsafi juga di sebut dengan tasawuf Syi’i. diterimanya konsep-konsep atau pola pikir tasawuf falsafi di kawasan Persia, karena dimungkinkann disana dulu adalah kawasan sebelum Islam sudah mengenal filsafat.

Semenjak masa Abu Yazid al-Busthami, pendapat sufi condong pada konsep kesatuan wujud. Inti dari ajaran ini adalah bahwa dunia fenomena ini hanyalah bayangan dari realitas yang sesungguhnya, yaitu Tuhan. Satu-satunya wujud yang hakiki adalah wujud Tuhan yang merupakan dasar dan sumber kejadian dari segala sesuatu. Dunia ini hanyalah bayangan yang keberadaannya tergantung dengan wujud Tuhan, sehingga realitas hidup ini hakikatnya tunggal.
Atas dasar seperti itu tentang Tuhan yang seperti itu, mereka berpendapat bahwa alam dan segala yang ada termasuk manusia merupakan radiasi dari hakikat Ilahi. Dalam diri manusia terdapat unsur-unsur ke –Tuhanan, karena merupakan pancaran dari Tuhan.

Dari konsep seperti inilah para sufi dari tasawuf falsafi ini mempunyai karakteristik sendiri sehingga dapat dipukul rata bahwa semua konsep yang ditawarkan oleh para sufi falsafi ini adalah konsep wihdatul wujud, meskipun dalam penjabarannya mengalami perbedaan dan perkembangan yang berbeda antara sufi yang satu dengan sufi yang lain.

Seperti hanya dalam konsep emanasi, Ibn Arabi menggunakan bentuk pola akal yang bertingkat-tingkat, seperti; akal pertama, kedua, ketiga dan sampai akal kesepuluh. Dimana ia mencoba mengambarkan bahwa proses terjadinya sesuatu ini berasal dari yang satu, kalau meminjam bahasanya Plotinus ialah The One.

Kemudian konsep itu terus disempurnakan bahwa akan mengalami kritikan dari sufi-sufi yang lain. Misalnya sufi yang memperbarui konsep ajaran Ibn Arabi ini ialah Mulla Shadra yang lebih mencoba menggunkan konsep yang rasional dengan istilah Nur yang mana ia mencoba merujuk dari al-qur’an sendiri bahwa Tuhan adalah cahaya dari segala cahaya..

Akan tetapi Mulla Shadra membedakan cahaya kedalam dua kategori yaitu cahaya yang tidak mempunyai sifat dan cahaya yang menunjukkan sebuah sifat dari barang itu. Misal cahaya yang menunjukkan sifat dari benda itu ialah cahaya lampu, matahari, cahaya lampu lalu lintas dan lain-lain. Sedangkan cahaya yang tak mengandung dari sifat benda ialah cahaya Tuhan itu sendiri. Bahkan dalam bukunya Syekh Adurun Nafis menggabarkan bahwa Nur Tuhan bukan cahaya, jadi nur adalah nur bukan cahaya.

Bisa kita tarik kesimpulan bahwa tasawuf falsafi muncul dari ketakjuban para filsuf Islam yang mencoba mengombinasikan konsep ajaran dengan tasawuf. Atau bisa dikatakan konsep tasawuf dikemas dan dipandang dari segi kacamata filosofis, sehingga memunculkan ajaran-ajaran yang sifatnya lebih ke teoritis dan tak lepas dari pengaruh dari konsep emanasinya Plotinus.

Adsense Indonesia

Sudah dilihat

  • 223,836 kali

Masukan alamat email.

Join 8 other subscribers

Top Rate