archives

Tulisan

This category contains 1 post

Amalan Malam Nisfu Sya’ban antara Sunah atau Bid’ah ? – Tinjauan Sejarah dan Dalil-Dalil Seputarnya

www.taufikirawan.wordpress.comNisfu Sya’ban berasal dari kata Nisfu (bahasa Arab) yang berarti separuh atau pertengahan, Sya’ ban adalah nama bulan ke-8 dalam kalender Islam. Dengan demikian nisfu sya’ban berarti pertengahan bulan Sya’ban.

Pada malam ini biasanya diisi dengan pembacaan Surat Yaasiin tiga kali berjamaah dengan niat semoga diberi umur panjang, diberi rizki yang banyak dan barokah, serta ditetapkan imannya. Setelah pembacaan Surat Yaasiin biasanya diteruskan dengan shalat Awwabin atau shalat tasbih. Setelah itu biasanya dilanjutkan dengan ceramah agama atau langsung makan-makan. Continue reading

Manakib Jalaludin Rumi

Berbeda dengan tokoh-tokoh sufi lain semasanya, Rumi telah mengambil bentuk sufisme tersendiri. Artinya, tidak seperti kebanyakan sufi-sufi pendahulu dan semasanya yang lebih cenderung untuk mengungkap masalah metafisik dan maqamat, maka pemikiran sufisme Rumi lebih memiliki nuansa tersendiri yang tertuang dalam bentuk sajak, syair dan prosa.

Namun demikian, dengan tidak mengurangi nilai kemistisannya, syair-syair Rumi ternyata memiliki nilai tersendiri yang berkaitan dengan pengalaman batin Rumi. Sehingga dapat dikatakan, bahwa apabila seseorang ingin memahami pribadi Rumi dan perjalanan spiritualnya dalam menapaki sufi, maka seseorang harus dapat memahamkan syair-syair Rumi. Karena syair-syair tersebut tersurat pemikiran dan ajaran Rumi yang sesungguhnya.

Makalah ini mencoba mengulas kembali secara kritis tentang Jalaluddin Rumi, baik dari sisi pribadi dan perjalanan intelektualnya sampai pada ajaran-ajarannya.

Mawlana Jalaludin Rumi Oleh Mawlana Syaikh Nazim Adil al-Haqqani ( Grandson of Mawlana Rumi ) “Dia adalah, orang yang tidak mempunyai ketiadaan, Saya mencintainya dan Saya mengaguminya, Saya memilih jalannya dan Saya memalingkan muka ke jalannya. Setiap
orang mempunyai kekasih, dialah kekasih saya, kekasih yang abadi. Dia adalah orang yang Saya cintai, dia begitu indah, oh dia adalah yang paling sempurna. Orang-orang yang mencintainya adalah para pecinta yang tidak pernah sekarat. Dia adalah dia dan dia dan mereka adalah dia. Ini adalah sebuah rahasia, jika kalian mempunyai cinta, kalian akan memahaminya.
Continue reading

Manakib Junaidi Al Bagdadi

Junaid bin Muhammad Abu Al-Qasim Al-Khazzaz al-Baghdadi (830-910 M) adalah salah satu awal besar bagi Persia, beliau adalah mistikus Muslim, atau ulama sufi beragama Islam dan merupakan pusat tokoh dalam rantai emas banyak sufi.

Dia ditemani paman dari pihak ibu Sari al-Saqati dan panduan lainnya termasuk al-Harits al-Muhasibi , dan lain-lain. Ia lahir di Baghdad dari Persia tua dan menurut Dehkhoda, nenek moyangnya dari mana Nahavand. Ayah beliau adalah seorang penjual kaca, karenanya gelar beliau “al-Qawariri” adalah disandarkan kepada profesi ayahnya tersebut. Keluarga al-Junaid berasal dari Nahawand, namun beliau dilahirkan dan tumbuh di Irak.

Al-Junaid adalah salah seorang sufi terkemuka di samping seorang ahli fiqih. Dalam fiqih beliau bermadzhab kepada Imam Abu Tsaur. Al-Junaid sudah memberikan fatwa-fatwa hukum dalam madzhab tersebut dalam umurnya yang baru 20 tahun. Beliau lama bergaul dan belajar kepada pamannya sendiri, yaitu Imam Sirri as-Saqthi, lalu kepada al-Harits al-Muhasibi, Muhammad ibn al-Qashshab al-Baghdadi, dan sufi terkemuka lainnya. Di kalangan sufi al-Junaid dikenal sebagai pemuka dan pimpinan mereka dengan gelar Sayyid ath-Tha-ifah ash-Shûfiyyah. Continue reading

Muhammad al-Fatih : Penakluk Konstantinopel

Bisyarah adalah sebuah kabar gembira yang Allah turunkan kepada ummatnya, baik melalui al-Qur’an ataupun melalui ucapan rasulullah. Bisyarah adalah perlambang janji Allah dan menjadi penyemangat kaum muslim selama berabad-abad lamanya, keyakinan akan janji ALlah ini terpatri kuat di dalam jiwa kaum muslim dan menjadi harapan ditengah-tengah kepuusasaan, menjadi pengingat dalam kealpaan dan menjadi sebuah sumber energi yang tidak terbatas sampai kapanpun juga. Dengan bisyarah inilah kaum muslim berjuang dan menorehkan tinta emas dalam sejarah peradaban dunia.

Salah satu bisyarah yang dapan menginspirasi setiap muslim adalah bisyarah rasulullah yang disampakan oleh Abdullah bin Amru pada shahabat:

فقال عبد الله بينما نحن حول رسول الله صلى الله عليه وسلم نكتب إذ سئل رسول الله صلى الله عليه وسلم أي المدينتين تفتح أولا قسطنطينية أو رومية فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم مدينة هرقل تفتح أولا يعني قسطنطينية

Abdullah bin Amru bin Al-Ash berkata, “bahwa ketika kami duduk di sekeliling Rasulullah SAW untuk menulis, tiba-tiba beliau SAW ditanya tentang kota manakah yang akan futuh terlebih dahulu, Konstantinopel atau Roma. Rasulullah SAW menjawab, “Kota Heraklius terlebih dahulu (maksudnya Konstantinopel) (HR Ahmad)

لتفتحن القسطنطينية فلنعم الأمير أميرها ولنعم الجيش ذلك الجيش

Kalian pasti akan membebaskan Konstantinopel, sehebat-hebat Amir (panglima perang) adalah Amir-nya dan sekuat-kuatnya pasukan adalah pasukannya (HR Ahmad)

Ini adalah sebuah bisyarah, petunjuk dan kabar gembira bagi kaum muslim bahwa dua pilar peradaban barat pada waktu itu yang dijadikan simbol yaitu: Kota Roma (Romawi Barat) dan Kota Konstantinopel (Romawi Timur) akan diberikan dan dibebaskan oleh kaum muslim.
Continue reading

Asal Usul Batu Hajar Aswad

Hajar Aswad adalah batu berwarna hitam kemerah-merahan, terletak di sudut selatan, sebelah kiri pintu Ka’bah. Ketinggiannya 1,10 m dari permukaan tanah. Ia tertanam di dinding Ka’bah.

Ketika Nabi Ibrahim a.s bersama anaknya membina Kaabah banyak kekurangan yang dialaminya. Pada mulanya Kaabah itu tidak ada bumbung dan pintu masuk. Nabi Ibrahim a.s bersama Nabi Ismail bertungkus kumus untuk menjayakan pembinaannya dengan mengangkut batu dari berbagai gunung.

Dalam sebuah kisah disebutkan apabila pembinaan Kaabah itu selesai, ternyata Nabi Ibrahim masih merasakan kekurangan sebuah batu lagi untuk diletakkan di Ka’abah.
Continue reading

The Choice Islam and Christianity : DELAPAN ARGUMEN YANG TAK TERBANTAH

1. Ayah dan Ibu

Musa mempunyai seorang ayah dan seorang ibu. Muhammad juga mempunyai seorang ayah dan seorang ibu. Tetapi Yesus hanya mempunyai seorang ibu, dan ayahnya bukan seorang manusia. Apakah hal ini benar?”

Dia berkata, “Ya.”

Saya berkata, “Daarom is Jesus nie soos moses nie, maar Muhummed is soos moses!” artinya: “Karena itu Yesus tidak seperti Musa, tetapi Muhammad seperti Musa!” (Sejak saat ini pembaca akan menyadari bahwa saya menggunakan bahasa Afika hanya bertujuan untuk latihan. Saya harus menghentikan penggunaannya dalam penjelasan ini).
Continue reading

The Choice Islam and Christianity : Pertemuan Besar Pertamaku – Dialog I

“Katakanlah, ‘Terangkanlah kepadaku, bagaimanakah pendapatmu jika Al-Qur’an itu datang dari sisi Allah, padahal kamu mengingkarinya dan seorang saksi dari Bani Israil mengakui (kebenaran) yang serupa dengan (yang disebut dalam) Al-Qur’an…’ “(QS. Al-Ahqaaf: 10).

Saudara ketua, ibu-ibu dan bapak-bapak,

Tema pembicaraan sore ini “Apa Yang Dikatakan Injil Tentang Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam tiada keraguan hal ini tentu mengejutkan kebanyakan Anda karena pembicara adalah seorang Muslim. Bagaimana bisa terjadi seorang Muslim menjelaskan secara terperinci ramalan kitab orang Yahudi dan Kristen?

Sebagai anak muda, sekitar 30 tahun yang lalu, saya menghadiri serangkaian ceramah keagamaan oleh seorang ahli ilmu agama kristen, yang terhormat Pendeta Hiten, pada “Theatre Royal”, Durban.

Paus atau Kissinger?

Pendeta yang terhormat ini, menjelaskan secara terperinci ramalan-ramalan Injil. Ia terus membuktikan bahwa kitab Injil meramalkan kebangkitan Sovyet Rusia dan hari akhir. Pada satu tahap ia melanjutkan pembuktian lebih luas bahwa kitab sucinya tidak menghilangkan Paus dari ramalannya. Dengan penuh semangat ia berbicara panjang lebar untuk meyakinkan pendengarnya bahwa “Beast 666” yang disebutkan dalam kitab wahyu tersebut kitab terakhir dari Perjanjian Baru adalah Paus, pendeta Kristus dibumi. Tidak pantas bagi kita umat Islam untuk ikut dalam pertentangan anfara Katholik Roma dan Protestan ini. Tetapi, penjelasan terakhir orang Kristen mengatakan bahwa “Beast 666” pada kitab Injil adalah Dr. Henry Kissinger.

Sarjana-sarjana Kristen berlaku jujur dan tak kenal lelah dalam usahanya membuktikan kasus mereka.

Ceramah Pendeta Hiten membuat saya bertanya jika kitab Injil meramalkan banyak hal bahkan termasuk “Paus” dan “Israel”- maka tentunya harus ada sesuatu yang mengatakan tentang kedermawanan terbesar dari umat manusia Nabi suci Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam-.

Sebagai pemuda saya mulai mencari jawabannya: Saya menemui banyak pendeta, menghadiri ceramah dan membaca segala sesuatu yang dapat saya hubungkan dengan ramalan Injil. Malam ini saya akan menceritakan kepada Anda satu dari tanya jawab-tanya jawab ini dengan seorang dominee dari Gereja Reformasi Belanda.

Angka Keberuntungan 13

Saya diundang ke Transvaal untuk berbicara pada peringatan Maulid Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam. Saya mengetahui bahwa di propinsi tersebut bahasa Afrika digunakan secara umum, bahkan oleh bangsa saya sendiri, saya merasa harus sedikit belajar bahasa ini, sehingga dapat merasa sedikit seperti di rumah sendiri dengan masyarakat tersebut. Saya membuka buku petunjuk telepon dan mulai menelpon para pembicara gereja Afrika. Saya menyatakan maksud saya kepada para pendeta bahwa saya tertarik berdialog dengan mereka, tetapi mereka semua menolak permintaan saya dengan permohonan maaf yang dapat diterima. Angka 13 adalah angka keberuntungan saya. Telepon ke 13 membuat saya merasa senang dan lega. Van Heerden, seorang dominee, setuju untuk bertemu saya di rumahnya pada Sabtu siang, sehingga saya harus pergi ke Transvaal.

Dominee menerima saya di Beranda dengan sambutan yang bersahabat, dan berkata jika saya tidak keberatan, ia akan senang jika ayah mertuanya yang berasal dari Free State (seorang pria tua berumur 70-an) bergabung dengan kami dalam diskusi. Saya tidak keberatan. Kami bertiga duduk di perpustakaannya. .

Mengapa Tidak Ada?

Saya mengajukan pertanyaan, “Apakah yang dikatakan Injil tentang Muhammad?”

Tanpa ragu-ragu ia menjawab, “Tidak ada!”

Saya bertanya, “Mengapa tidak ada? Berdasarkan penafsiran Anda Injil mengatakan banyak hal tentang kebangkitan Soviet Rusia dan tentang hari akhir, bahkan tentang Paus dari Katholik Roma?”

Dia berkata, “Ya, tetapi tidak ada tentang Muhammad!”

Saya bertanya lagi, “Mengapa tidak ada? Muhammad seorang yang bertanggungjawab membawa jutaan pengikutnya menjadi sebuah komunitas yang mendunia, yang dengan pengaruhnya, percaya pada:

1. Keajaiban kelahiran Yesus,

2. Bahwa Yesus adalah Mesias,

3. Bahwa dengan izin Tuhan, Ia dapat menghidupkan orang mati, menyembuhkan orang buta sejak lahir dan penderita kusta.

Tentunya kitab tersebut (Injil) mengatakan sesuatu tentang pemimpin besar manusia ini, yang berkata sangat baik tentang Yesus dan ibunya Maryam?” (Kesejahteraan untuk mereka berdua).

Orang tua dari Free State menjawab, “Anakku, saya telah membaca Injil selama 50 tahun lebih dan jika terdapat sesuatu yang menyinggung tentang Muhammad, saya akan mengetahuinya.”

Tidak Ada Nama Itu

Saya bertanya, “Menurut Anda, bukankah di dalam Perjanjian Lama terdapat ratusan ramalan sehubungan dengan kedatangan Yesus”.

Dominee menyela, “Bukan ratusan, bahkan ribuan!”

Saya berkata, “Saya tidak akan memperdebatkan 1001 ramalan di Perjanjian Lama sehubungan dengan kedatangan Yesus Kristus, karena umat Islam di seluruh dunia telah menerimanya tanpa perlu pembuktian dari ramalan Injil mana pun. Kami umat Islam secara defacto telah menerima Yesus dengan pengaruh Muhammad saja, dan saat ini di dunia terdapat tidak kurang dari 900.000.000 pengikut Muhammad yang mencintai, memuliakan dan menghormati utusan Tuhan yang besar ini -Yesus Kristus-tanpa perlu diyakinkan oleh umat Kristen melalui arti Injil dalam dialek bahasa mereka. Dari ribuan ramalan tersebut, dapatkah Anda menunjukkan satu saja ramaian yang menyebutkan nama Yesus? Istilah Mesias yang diterjemahkan Kristus adalah bukan nama tetapi sebuah sebutan. Adakah sebuah ramalan yang mengatakan bahwa nama Mesias akan menjadi Yesus dan nama ibunya akan menjadi Maria; bahwa yang seharusnya menjadi ayahnya adalah Yusuf si tukang kayu; bahwa ia akan lahir pada masa pemerintahan raja Hero dan lain-lain?

“Tidak! Tidak ada perincian seperti itu!” jawab Dominee.

Saya bertanya, “Lalu bagaimana Anda menyimpulkan bahwa ribuan ramalan tersebut mengacu kepada Yesus?”

Apakah Ramalan Tersebut?

Dominee menjawab, “Perhatikan, ramalan adalah kata-kata yang menggambarkan sesuatu yang akan terjadi pada masa yang akan datang. Ketika hal itu terjadi, kita lihat secara nyata pemenuhan atas apa yang telah diperkirakan di masa lalu dalam ramalan-ramalan tersebut.”

Saya berkata, “Apa yang sebenarnya Anda lakukan adalah bahwa Anda menyimpulkan, mencari alasan, menempatkan dua dan dua bersama-sama.”

Dia berkata, “Ya.”

Saya berkata, “Jika ini yang Anda lakukan dengan ribuan ramalan untuk membenarkan pendapat Anda tentang keaslian Yesus, mengapa kita tidak melakukan sistem yang sama untuk Muhammad ? Dominee setuju hal tersebut adalah argumen yang adil, alasan yang dapat diterima dalam memperlakukan masalah tersebut.

Saya memintanya untuk membuka Ulangan, pasal 18, ayat 18 (kitab kelima dari kitab Yahudi dan Kristen). Saya membaca ayat tersebut berdasarkan ingatan dalam versi Afrika, dengan tujuan sedikit berlatih bahasa yang digunakan bangsa di Afrika Selatan tersebut.

‘N Profeet Sal Ek Vir Hulle

Verwek Uit Die Midde Van Hulle Broers,

Soos Jy Is,

En Ek Sal My Woorde In Sy Mond Le,

En Hy Sal Aan Hulle Se

Alles Wat Ek Hom Beveel

Deut. 18:18

Terjemahannya sebagai berikut:

“Seorang nabi akan Kubangkitkan bagi mereka dari antara saudara mereka, seperti engkau ini; Aku akan menaruh firman-Ku dalam mulutnya, dan ia akan mengatakan kepada mereka segala yang Kuperintahkan kepadanya.” (In-jil-Ulangan 18: 18)

Nabi Seperti Musa

Saya meminta maaf karena pelafalan yang tidak jelas dalam membacakan versi tersebut dalam bahasa Afrika. Dominee meyakinkan saya bahwa saya melakukannya dengan baik. Saya bertanya, “Kepada siapa ramalan tersebut ditujukan?”

 

Tanpa keraguan sedikit pun dia menjawab, “Yesus!”

Saya bertanya, “Mengapa Yesus, namanya tidak disebut di sini?”

Dominee menjawab, “Karena ramalan adalah kata-kata yang menggambarkan sesuatu yang akan terjadi pada masa yang akan datang, kita temukan kata-kata dalam ayat ini cukup melukiskannya. Anda lihat, kata yang paling penting dari ramalan ini adalah Soos Jy Is (like unto thee), -seperti kamu- seperti Musa, dan Yesus seperti Musa.

Saya bertanya, “Dalam hal apa Yesus seperti Musa?”

Jawabannya adalah; “Pertama, Musa adalah seorang Yahudi dan Yesus juga seorang Yahudi; Kedua, Musa adalah seorang nabi dan Yesus juga seorang nabi -karena itu Yesus seperti Musa dan itu tepat sekali seperti yang dikatakan Tuhan kepada Musa- Soos Jy Is.

“Dapatkah Anda pikirkan persamaan-persamaan lain antara Musa dan Yesus?” tanya saya.

Dominee mengatakan ia tidak dapat memikirkan yang lain. Saya membalas, “Jika hanya dua kriteria ini saja untuk menentukan calon dalam ramalan pada Ulangan 18: 18, maka untuk kasus ini kriteria dapat dipenuhi oleh setiap tokoh setelah Musa pada kitab Injil: -Solomon, Yesaya, Ezekiel, Daniel, Hosea, Yoel, Malachi, Yohanes Pembaptis dan lain-lain, karena mereka semua juga seorang “Yahudi” dan “Nabi”. Mengapa tidak menerapkan ramalan tersebut kepada salah satu nabi-nabi ini, dan mengapa harus Yesus? Mengapa kita harus menganggap yang satu ikan sementara yang lainnya unggas?” Dominee tidak menjawab.

Saya meneruskan, “Perhatikan, kesimpulan saya adalah Yesus hampir tidak seperti Musa, dan jika salah, saya akan senang jika Anda meluruskan saya.”

Tiga Ketidaksamaan

Sambil berkata, saya memberi alasan kepadanya:

Pertama, Yesus tidak seperti Musa, karena, menurut Anda “Yesus adalah Tuhan”, tetapi Musa bukanlah Tuhan. “Apakah hal ini benar?” saya bertanya kepada Dominee.

Dominee menjawab, “Ya.”

Saya berkata, “Karena itu Yesus tidak seperti Musa!”

Kedua, menurut Anda “Yesus Mati Untuk Dosa-dosa Dunia”, tetapi Musa tidak mati untuk hal tersebut. “Apakah hal ini benar?” saya bertanya kepada Dominee.

Dia menjawab lagi, “Ya.”

Saya berkata, “Karena itu Yesus tidak seperti Musa!”

 

Ketiga, menurut Anda “Yesus Pergi Ke Neraka Selama Tiga Hari”, tetapi Musa tidak masuk ke sana. “Apakah hal ini benar?” saya bertanya kepada Dominee.

Dia menjawab tanpa perlawanan, “Ya.”

Saya menyimpulkan, “Karena itu Yesus tidak seperti Musat”

“Tetapi.:.,” kata Dominee menyela.

Saya lanjutkan dulu, kataku, “ini semua bukanlah fakta yang sukar, kokoh dan nyata. Hal ini adalah persoalan keyakinan belaka di mana seorang awam dapat tersandung dan jatuh. Marilah kita diskusikan sesuatu yang sangat sederhana, sangat mudah, yang jika orang awam diundang untuk mendengar diskusi tersebut mereka tidak akan kesulitan mengikutinya, bagaimana?” Dominee sangat senang dengan usulan tersebut.

Judul asli:
The Choice Islam and Christianity
Judul edisi Indonesia:
Dialog Islam Kristen
Pengarang: Ahmaed Deedat
Penerbit: Pustaka Al-Kautsar, Jakarta
Cetakan I : Juni 1999
Cetakan II : September 1999 (Revisi)

Ibnu Hajar Al-Asqalani, Penyusun Fathul Bari Terkenal

Beliau ialah al-Imam al-‘Allamah al-Hafiz Syihabuddin Abul Fadhl Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Muhammad bin Ali bin Mahmud bin Hajar, al-Kinani, al-‘Asqalani, asy-Syafi’i, al-Mishri. Kemudian dikenal dengan nama Ibnu Hajar, dan gelarnya “al-Hafiz”. Adapun penyebutan ‘Asqalani adalah nisbat kepada ‘Asqalan’, sebuah kota yang masuk dalam wilayah Palestin, dekat Ghuzzah (Jalur Gaza).

Beliau lahir di Mesir pada bulan Syaaban 773 H, namun tanggal kelahirannya diperselisihkan. Beliau tumbuh di sana dan termasuk anak yatim piatu, kerana ibunya wafat ketika beliau masih bayi, kemudian bapanya menyusul wafat ketika beliau masih kanak-kanak berumur empat tahun.

Ketika wafat, bapanya berwasiat kepada dua orang ‘alim untuk mengasuh Ibnu Hajar yang masih bocah itu. Dua orang itu ialah Zakiyuddin al Kharrubi dan Syamsuddin Ibnul Qaththan al Mishri.

Perjalanan Ilmiah

Perjalanan hidup al-Hafih sangatlah berkesan. Meski yatim piatu, semenjak kecil beliau memiliki semangat yang tinggi untuk belajar. Beliau masuk kuttab (semacam Taman Pendidikan al Qur’an) setelah genap berusia lima tahun. Hafal al Qur’an ketika genap berusia sembilan tahun. Di samping itu, pada masa kecilnya, beliau menghafal kitab-kitab ilmu yang ringkas, sepeti al ‘Umdah, al Hawi ash Shagir, Mukhtashar Ibnu Hajib dan Milhatul I’rab.

Semangat dalam menggali ilmu, beliau tunjukkan dengan tidak mencukupkan mencari ilmu di Mesir saja, tetapi beliau melakukan rihlah (perjalanan) ke banyak negeri. Semua itu dikunjungi untuk menimba ilmu. Negeri-negeri yang pernah beliau singgahi dan tinggal disana, di antaranya:

1. Dua tanah haram, yaitu Makkah dan Madinah. Beliau tinggal di Makkah al Mukarramah dan shalat Tarawih di Masjidil Haram pada tahun 785 H. Yaitu pada umur 12 tahun. Beliau mendengarkan Shahih Bukhari di Makkah dari Syaikh al Muhaddits (ahli hadits) ‘Afifuddin an-Naisaburi (an-Nasyawari) kemudian al-Makki Rahimahullah. Dan Ibnu Hajar berulang kali pergi ke Makkah untuk melakukah haji dan umrah.

2. Dimasyq (Damaskus). Di negeri ini, beliau bertemu dengan murid-murid ahli sejarah dari kota Syam, Ibu ‘Asakir Rahimahullah. Dan beliau menimba ilmu dari Ibnu Mulaqqin dan al-Bulqini.

3. Baitul Maqdis, dan banyak kota-kota di Palestina, seperti Nablus, Khalil, Ramlah dan Ghuzzah. Beliau bertemu dengan para ulama di tempat-tempat tersebut dan mengambil manfaat.

4. Shana’ dan beberapa kota di Yaman dan menimba ilmu dari mereka.

Semua ini, dilakukan oleh al Hafizh untuk menimba ilmu, dan mengambil ilmu langsung dari ulama-ulama besar. Dari sini kita bisa mengerti, bahwa guru-guru al Hafizh Ibnu Hajar al ‘Asqlani sangat banyak, dan merupakan ulama-ulama yang masyhur. Bisa dicatat, seperti: ‘Afifuddin an-Naisaburi (an-Nasyawari) kemudian al-Makki (wafat 790 H), Muhammad bin ‘Abdullah bin Zhahirah al Makki (wafat 717 H), Abul Hasan al Haitsami (wafat 807 H), Ibnul Mulaqqin (wafat 804 H), Sirajuddin al Bulqini Rahimahullah (wafat 805 H) dan beliaulah yang pertama kali mengizinkan al Hafizh mengajar dan berfatwa. Kemudian juga, Abul-Fadhl al ‘Iraqi (wafat 806 H) –beliaulah yang menjuluki Ibnu Hajar dengan sebutan al Hafizh, mengagungkannya dan mempersaksikan bahwa Ibnu Hajar adalah muridnya yang paling pandai dalam bidang hadits-, ‘Abdurrahim bin Razin Rahimahullah –dari beliau ini al Hafizh mendengarkan shahih al Bukhari-, al ‘Izz bin Jama’ah Rahimahullah, dan beliau banyak menimba ilmu darinya. Tercatat juga al Hummam al Khawarizmi Rahimahullah. Dalam mengambil ilmu-ilmu bahasa arab, al Hafizh belajar kepada al Fairuz Abadi Rahimahullah, penyusun kitab al Qamus (al Muhith-red), juga kepada Ahmad bin Abdurrahman Rahimahullah. Untuk masalah Qira’atus-sab’ (tujuh macam bacaan al Qur’an), beliau belajar kepada al Burhan at-Tanukhi Rahimahullah, dan lain-lain, yang jumlahnya mencapai 500 guru dalam berbagai cabang ilmu, khususnya fiqih dan hadits.

Jadi, al Hafizh Ibnu Hajar al Asqalani mengambil ilmu dari para imam pada zamannya di kota Mesir, dan melakukakan rihlah (perjalanan) ke negeri-negeri lain untuk menimba ilmu, sebagaimana kebiasaan para ahli hadits.

Layaknya sebagai seorang ‘alim yang luas ilmunya, maka beliau juga kedatangan para thalibul ‘ilmi (para penuntut ilmu, murid-red) dari berbagai penjuru yang ingin mengambil ilmu dari beliau, sehingga banyak sekali murid beliau. Bahkan tokoh-tokoh ulama dari berbagai madzhab adalah murid-murid beliau. Yang termasyhur misalnya, Imam ash-shakhawi (wafat 902 H), yang merupakan murid khusus al Hafizh dan penyebar ilmunya, kemudian al Biqa’i (wafat 885 H), Zakaria al-Anshari (wafat 926 H), Ibnu Qadhi Syuhbah (wafat 874 H), Ibnu Taghri Bardi (wafat 874 H), Ibnu Fahd al-Makki (wafat 871 H), dan masih banyak lagi yang lainnya.

Karya-Karyanya

Kepakaran al-Hafiz Ibnu Hajar sangat terbukti. Beliau mulai menulis pada usia 23 tahun, dan terus berlanjut sampai mendekati ajalnya. Beliau mendapatkan kurnia Allah Ta’ala di dalam karya-karyanya, yaitu keistimewaan-keistimewaan yang jarang didapati pada orang lain. Oleh karena itu, karya-karya beliau banyak diterima umat islam dan tersebar luas, semenjak beliau masih hidup. Para raja dan amir biasa saling memberikan hadiah dengan kitab-kitab Ibnu hajar Rahimahullah. Bahkan sampai sekarang, kita dapati banyak peneliti dan penulis bersandar pada karya-karya beliau Rahimahullah.

Di antara karya beliau yang terkenal ialah: Fathul Bari Syarah Sahih Bukhari, Bulughul Maram min Adillatil Ahkam, al-Ishabah fi Tamyizish Shahabah, Tahdzibut Tahdzib, ad-Durarul Kaminah, Taghliqut Ta’liq, Inbaul Ghumr bi Anbail Umr dan lain-lain.

Bahkan menurut muridnya, iaitu Imam asy-Syakhawi, karya beliau mencapai lebih dari 270 kitab. Sebagian peneliti pada zaman ini menghitungnya, dan mendapatkan sampai 282 kitab. Kebanyakan berkaitan dengan pembahasan hadits, secara riwayat dan dirayat (kajian).

Sifat Peribadinya dan Memikul Tugas Sebagai Hakim

Beliau terkenal memiliki sifat tawadhu’, tahan emosi, sabar, dan agung. Juga dikenal banyak beribadah, solat malam, puasa sunat dan lainnya. Selain itu, beliau juga dikenal dengan sifat wara’ (kehati-hatian), dermawan, suka mengalah dan memiliki adab yang baik kepada para ulama pada zaman dahulu dan yang kemudian, serta terhadap orang-orang yang bergaul dengan beliau, baik tua maupun muda. Dengan sifat-sifat yang beliau miliki, tak heran jika perjalanan hidupnya beliau ditawari untuk menjabat sebagai hakim.

Sebagai contohya, ada seorang hakim yang bernama Ashadr al Munawi, menawarkan kepada al-Hafiz untuk menjadi wakilnya, namun beliau menolaknya, bahkan bertekad untuk tidak menjabat di kehakiman. Kemudian, Sultan al-Muayyad Rahimahullah menyerahkan kehakiman dalam perkara yang khusus kepada Ibnu Hajar Rahimahullah. Demikian juga hakim Jalaluddin al-Bulqani Rahimahullah mendesaknya agar mahu menjadi wakilnya. Sultan juga menawarkan kepada beliau untuk memangku jabatan Hakim Agung di negeri Mesir pada tahun 827 H. Waktu itu beliau menerima, tetapi pada akhirnya menyesalinya, karena para pejabat negara tidak mau membedakan antara orang shalih dengan lainnya. Para pejabat negara juga suka mengecam apabila keinginan mereka ditolak, walaupun menyelisihi kebenaran. Bahkan mereka memusuhi orang karena itu. Maka seorang hakim harus berbasa-basi dengan banyak fihak sehingga sangat menyulitkan untuk menegakkan keadilan.

Setelah satu tahun, yaitu tanggal 7 atau 8 Dzulqa’idah 828 H, akhirnya beliau mengundurkan diri.

Pada tahun ini pula, Sulthan memintanya lagi dengan sangat, agar beliau menerima jabatan sebagai hakim kembali. Sehingga al Hafizh memandang, jika hal tersebut wajib bagi beliau, yang kemudian beliau menerima jabatan tersebut tanggal 2 rajab. Masyarakatpun sangat bergembira, karena memang mereka sangat mencintai beliau. Kekuasaan beliau pun ditambah, yaitu diserahkannya kehakiman kota Syam kepada beliau pada tahun 833 H.

Jabatan sebagai hakim, beliau jalani pasang surut. Terkadang beliau memangku jabatan hakim itu, dan terkadang meninggalkannya. Ini berulang sampai tujuh kali. Penyebabnya, karena banyaknya fitnah, keributan, fanatisme dan hawa nafsu.

Jika dihitung, total jabatan kehakiman beliau mencapai 21 tahun. Semenjak menjabat hakim Agung. Terakhir kali beliau memegang jabatan hakim, yaitu pada tanggal 8 Rabi’uts Tsani 852 H, tahun beliau wafat.

Selain kehakiman, beliau juga memilki tugas-tugas:
– Berkhutbah di Masjid Jami’ al Azhar.
– Berkhutbah di Masjid Jami’ ‘Amr bin al Ash di Kairo.
– Jabatan memberi fatwa di Gedung Pengadilan.

Di tengah-tengah mengemban tugasnya, beliau tetap tekun dalam samudra ilmu, seperti mengkaji dan meneliti hadits-hadits, membacanya, membacakan kepada umat, menyusun kitab-kitab, mengajar tafsir, hadits, fiqih dan ceramah di berbagai tempat, juga mendiktekan dengan hafalannya. Beliau mengajar sampai 20 madrasah. Banyak orang-orang utama dan tokoh-tokoh ulama yang mendatanginya dan mengambil ilmu darinya.

Kedudukan Ibnu Hajar Rahimahullah

Ibnu Hajar Rahimahullah menjadi salah satu ulama kebanggaan umat, salah satu tokoh dari kalangan ulama, salah satu pemimpin ilmu. Allah Ta’ala memberikan manfaat dengan ilmu yang beliau miliki, sehingga lahirlah murid-murid besar dan disusunnya kitab-kitab.

Seandainya kitab beliau hanya Fathul Bari, cukuplah untuk meninggikan dan menunjukkan keagungan kedudukan beliau. Karena kitab ini benar-benar merupakan kamus Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaii wasallam. Sedangkan karya beliau berjumlah lebih dari 150 kitab.

Adapun riwayat ringkas ini, sama sekali belum memenuhi hak beliau. Belum menampakkan keistimewaan-keistimewaan beliau, dan belum menonjolkan keutamaan-keutamaan beliau. Banyak para ulama telah menyusun riwayat hidup al Hafizh secara luas. Di antara yang terbaik, yaitu tulisan murid beliau, al ‘Allamah as-Sakhawi, dalam kitabnya, al Jawahir wad Durar fi Tarjamati al Hafizh Ibnu hajar.

Dan setelah ini semua, beliau –semoga Allah memaafkannya- memiliki aqidah yang tercampur dengan Asy’ariyah. Sehingga beliau Rahimahullah termasuk ulama yang menta’wilkan sifat-sifat Allah, yang terkadang dengan ketidak-pastian. Ini menyelisihi jalan salafush Shalih.*

Walaupun demikian, kita sama sekali tidak boleh menjadikan kesalahan-kesalahan ini sebagai alat untuk mencela dan merendahkan kedudukan al Hafizh. Karena jalan yang beliau tempuh adalah jalan Sunnah, bukan jalan bid’ah. Beliau membela Sunnah, menetapkan masalah-masalah berdasarkan dalil. Sehingga beliau tidak dimasukkan kepada golongan ahli bid’ah yang menyelisihi Salaf. Banyak ulama dahulu dan sekarang memuji Ibnu Hajar Rahimahullah, dan memegangi perkataan beliau yang mencocoki kebenaran, dan ini sangat baik. Adapun mengenai kesalahannya, maka ditinggalkan.

Syeikh al-Albani Rahimahullah mengatakan, Adalah merupakan kedzaliman jika mengatakan mereka (yaitu an-Nawawi dan Ibnu Hajar al ‘Asqalani) dan orang-orang semacam mereka termasuk ke dalam golongan ahli bid’ah. Menurut Syaikh al Albani, meskipun keduanya beraqidah Asy’ariyyah, tetapi mereka tidak sengaja menyelisihi al Kitab dan as Sunnah. Anggapan mereka, aqidah Asy’ariyyah yang mereka warisi itu adalah dua hal: Pertama, bahwa Imam al Asy’ari mengatakannya, padahal beliau tidak mengatakannya, kecuali pada masa sebelumnya, (lalu beliau tinggalkan dan menuju aqidah Salaf, Red). Kedua, mereka menyangka sebagai kebenaran, padahal tidak.**

Wafatnya

Ibnu Hajar wafat pada 28 Zulhijjah 852 H di Mesir, setelah kehidupannya dipenuhi dengan ilmu nafi’ (yang bermanfaat) dan amal soleh. Beliau dikuburkan di Qarafah ash-Shugra. Semoga Allah merahmati beliau dengan rahmat yang luas, memaafkan dan mengampuninya dengan kurnia dan kemurahanNya.

Demikian perjalanan singkat al-Hafiz Ibnu Hajar al-‘Asqalani. Semoga kita dapat mengambil manfaat, kemudian memotivasi kita untuk selalu menggali ilmu dan beramal soleh. Wallahua’lam.

Catatan Kaki:

*). Dapat diketahui dari pandangan Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baaz terhadap juz-juz awal kitab Fathul Bari. Demikian juga beberapa kesalahan berkaitan dengan aqidah yang di beri komentar oleh Syaikh Ali bin ‘Abdul ‘Aziz bin Ali asy-Syibl yang melanjutkan komentar Syaikh ‘Abdul Aziz bin Baaz. Komentar-komentar ini telah dibukukan dalam kitab at-Tanbih ‘alal Mukhalafat al ‘Aqidah fi Fathil Bari.

**). Kaset Man Huwa al Kafir wa Man Huwa al Mubtadi’? Dinukil dari catatam kaki kitab al Ajwibah al Mufidah min As’ilah al manahij al Jadidah, hal 221; Fatwa-fatwa Syaikh Shalih al fauzan yang dikumpulkan oleh Jamal bin Furaihan al Haritsi.

Sumber:
Majalah As-Sunnah Edisi 11/X/1428 H/2007 M dengan sedikit perubahan
http://www.alsofwah.or.id/index.php?pilih=lihattokoh&id=110

Tuhfatur Raghibin Karya Syaikh Muhammad Arsyad al-Banjari

Karya Syaikh Arsyad yang banyak dikenal adalah Sabilul Muhtadin. Ternyata, masih ada Tuhfatur Raghibin yang diterbitkan perdana di Turki

Karya Tufatur Raghibin memang tidak sepopuler Sabilul Muhtadin. Tapi, karya itu sangat penting karena membahas akidah Islam ahlussunnah wal jamaah yang langka. Tuhfah menjadi sangat penting unuk mengukuhkan sosok Syaikh Arsyad sebagai ulama besar ang sangat penting di masanya. Karya yang ditulis dalam aksara Arab-Melayu atau Jawi ini ditulis Syaikh Arsyad pada tahun 1188 Hijriyah atau tahun 1774 Masehi.

 

Karya ini tentu sudah sangat lama.Sekitar 232 tahun lalu ditulis Syaikh Arsyad. Karya ini menjelaskan panjang lebar tentang 73 firqah atau golongan. Judul lengkap kitab ini adalah Tuhfah ar-Raghibin fi Bayan Haqiqatil Imanil Mu’minin wa ma Yufsiduhu min Riddatil Murtaddin. Selanjutnya disingkat dengan Tuhfatur Raghibin.

Sekurang-kurangnya ada tiga kitab dalam aksara Arab-Melayu atau Jawi yang memiliki judul yang sama. Sebuah adalah Tuhfatur Raghibin karya Syeikh Daud bin ‘Abdullah Al-Fathani dan yang terakhir ialah Tuhfatur Raghibin karya Syeikh Husein bin Sulaiman Al-Funtiani (Pontianak).

Memang, pernah ada yang menyatakan bahwa Tuhfatur Raghibin –yang kita bahas ini– adalah karya Syeikh ‘Abdus Shamad Al-Falimbani, namun hal itu tidak benar, karena tidak ada data pendukung. Kitab ini justru semakin menguatkan sebagai karya Syeikh Muhammad Arsyad bin ‘Abdullah Al-Banjari.

 

Ada beberapa manuskrip salinan kitab tersebut. Salinan yang tertua dijumpai pada tahun 1209H/1794M. Artinya, penyalin hidup sezaman dengan Syeikh Muhammad Arsyad bin Abdullah Al-Banjari yang meninggal dunia pada tahun 1227 H atau 1812 M. Mungkin penyalin kitab itu adalah sahabat Syaikh Arsyad sendiri atau muridnya.

 

Salinan lain dilakukan Mustafa bin Abdul Ghafur Al-Banjari pada Rabu, 3 Zulhijah 1237 atau 21 Agustus 1812. Salinan satu lagi dilakukan oleh Muhammad Nuruddin ibnu Haji Abdul Ghafur Al-Fathani pada 12 Rabiulakhir 1293 atau 5 Juni 1876. Disalin semula oleh Ahmad ibnu al-Marhum Raman pada 8 Rabiulakhir 1299 atau 27 Maret 1882.

 

Pada Pusat Manuskrip Melayu, Perpustakaan Negara Malaysia  tersimpan beberapa manuskrip Tuhfatur Raghibin, antaranya MS 5, salinan Haji Muhammad bin Abdullah, yang disalin atau dicetak pada Sabtu 11 Zulhijah 1292/8 Januari 1876 di Kampung Parnu, Melaka. Tuhfatur Raghibin dalam edisi cetakan terawal dilakukan di Istanbul, Turki. Penerbitan ini hasil upaya Syeikh Ahmad Al-Fathani (Thailand Selatan) dan dicetak Mathba’ah al-Haji Muharram Afandi. Pada edisi cetakan kedua ini tertera pembuktian bahwa pengarangnya adalah Syeikh Muhammad Arsyad bin ‘Abdullah Al-Banjari atas usaha salah seorang keturunan beliau, Syeikh Abdur Rahman Shiddiq Al-Banjari, Mufti Kerajaan Inderagiri.

Cetakan yang menyebutkan pengarangnya adalah Syeikh Muhammad Arsyad bin ‘Abdullah Al-Banjari diterbitkan Mathba’ah Al-Ahmadiah, Singapura, 1347 H, sekitar 80 tahun yang lalu. Dinyatakan dalam pengantar kitab itu: “Tuhfatur Raghibin. Ta’lif Al-‘Alim Al-‘Allamah Asy-Syeikh Muhammad Arsyad Al-Banjari.” Di bawahnya tertulis: “Telah ditashhihkan risalah oleh seorang daripada zuriat muallifnya, iaitu ‘Abdur Rahman Shiddiq bin Muhammad ‘Afif mengikut bagi khat muallifnya sendiri …” Di bawahnya lagi tertulis, “Ini kitab sudah cap dari negeri Istanbul fi Mathba’ah al-Haji Muharram Afandi.”

 

Di antara kandungan terpenting Tuhfatur Raghibin ialah membicarakan firqah (golongan) pemikiran akidah dalam Islam. Tentang hal ini, Syeikh Muhammad Arsyad bin Abdullah Al-Banjari mengutip hadis yang diterjemahkannya sebagai berikut: “Bahawasanya, adalah kaum Bani Israil bercerai-cerai mereka itu kemudian daripada Nabi Musa tujuh puluh tiga kaum, sekaliannya di dalam neraka, melainkan satu kaum yang masuk surga. Dan bercerai mereka itu kemudian daripada Nabi Isa, tujuh puluh dua kaum, sekaliannya di dalam neraka, melainkan satu kaum yang masuk surga. Dan lagi akan bercerai-cerai umatku kemudian daripadaku tujuh puluh tiga kaum, sekaliannya itu isi neraka melainkan satu kaum jua yang masuk surga.” Maka sembah segala sahabat, “Siapa yang satu kaum itu, ya Rasulullah?” Maka  Rasulullah SAW menjawab: “Iaitu yang aku di dalamnya dan segala sahabatku.”

 

Golongan Tasawuf

Menyentuh golongan tasawuf, ada golongan sufi yang dikecam keras oleh Syeikh Muhammad Arsyad Banjari. Sebaliknya ada pula sufi yang dibelanya habis-habisan. Sebagai contoh Syeikh Muhammad Arsyad Banjari menyebut bahwa golongan wujudiyah terbagi  dua: wujudiyah mulhid dan wujudiyah muwahhid.

 

Pengertian mulhid, ia uraikan pada beberapa tempat, di antaranya kata beliau: “… mulhid dan dinamakan akan dia zindiq.” Pada halaman lain Syeikh Muhammad Arsyad menulis: “Maka kunyatakan pula akan iktikad kaum mulhid yang bersufi-sufi diri seperti yang telah dinyatakan zindiq oleh Imam Ghazali, dan Syeikh Abun Najid Syahruardi, dan Imam Najamuddin Umar An-Nasafi, dan lainnya … Syahdan adalah kaum yang bersufi- sufi diri itu amat sesatlah mereka itu, tiada patut dinamai akan dia sufi. Hanya terutama dinamai akan dia kafir atau fasik…” Syeikh Muhammad Arsyad bin Abdullah Al-Banjari menegaskan, “Iktikad mulhid lagi zindiq sepatutnya dibunuh akan dia, jika ia enggan daripada taubat.”

 

Ketegasan itu dikemukakan Syeikh Muhammad Arsyad  disebabkan golongan mulhid mengiktikadkan bahwa bagi mereka tidak perlu lagi menjalankan syariat karena mereka hanya untuk orang awam. Mereka melakukan ritual secara batin.

 

Mengenai istilah wujudiyah muwahhid katanya: “… iaitu segala ahli sufi yang sebenarnya. Dan dinamai akan mereka itu wujudiyah karena adalah bahas, dan perkataan, dan iktikad mereka itu pada wuju Haq Taala.”

Ini sekedar cuplijan karya Syaikh Arsyad, karya wairisan kita semua yang menginspirasi bangkitnya kembali penulisan Arab-Melayu atau Jawi.

Imam al-Qusyairi, Maha Guru Sufi

Nama lengkapnya adalahAbdul Karim al Qusyairi. Nasabnya, Abdul Karim bin Hawazin bin Abdul Malik bin Thalhah bin Muhammad. Panggilannya Abul Qasim, sedangkan gelarnya cukup banyak, antara lain yang bisa kita sebutkan:

An-Naisaburi

Dihubungkan dengan Naisabur atau Syabur, sebuah kota di Khurasan, salah satu ibu kota terbesar Negara Islam pada abad pertengahan disamping Balkh, Harrat dan Marw. Kota di mana Umar Khayyam dan penyair sufi Fariduddin ‘Atthaar lahir. Dan kota ini pernah mengalami kehancuran akibat perang dan bencana. Sementara di kota inilah hidup Maha Guru asy Syeikh al Qusyairi hingga akhir hayatnya.Al-Qusyairi.

Dalam kitab al Ansaab’ disebutkan, al Qusyairy sebenarnya dihubungkan kepada Qusyair. Sementara dalam Taajul Arus disebutkan, bahwa Qusyair adalah marga dari suku Qahthaniyah yang menempati wilayah Hadhramaut. Sedangkan dalam Mu’jamu Qabailil ‘Arab disebutkan, Qusyair adalah Ibnu Ka’b bin Rabi’ah bin Amir bin Sha’sha’ah bin Mu’awiyah bin Bakr bin Hawazin bin Manshur bin Ikrimah bin Qais bin Ailan. Mereka mempunyai beberapa cucu cicit. Keluarga besar Qusyairy ini bersemangat memasuki Islam, lantas mereka datang berbondong bondong ke Khurasan di zaman Umayah. Mereka pun ikut berperang ketika membuka wilayah Syam dan Irak. Di antara mata rantai keluarganya adalah para pemimpin di Khurasan dan Naisabur, namun ada juga yang memasuki wilayah Andalusia pada saat penyerangan di sana.

  1. Al-Istiwaiy
    Mereka yang datang ke Khurasan dari Astawa berasal dari Arab. Sebuah negeri besar di wilayah Naisabur, memiliki desa yang begitu banyak. Batas batasnya berhimpitan dengan batas wilayah Nasa. Dan dari kota itu pula para Ulama pernah lahir.
  2. Asy-Syafi’y
    Dihubungkan pada mazhab asy Syafi’y yang dilandaskan oleh Muhammad bin Idris bin Syafi’y (150 204 H./767 820 M.).
  3. Gelar Kehormatan
    Ia memiliki gelar gelar kehormatan, seperti: Al Imam, al Ustadz, asy Syeikh (Maha Guru), Zainul Islam, al jaa’mi bainas Syariah wal haqiqat (Pengintegrasi antara Syariat dan Hakikat), dan seterusnya.
    Nama nama (gelar) ini diucapkan sebagai penghormatan atas kedudukannya yang tinggi dalam bidang ilmu pengetahuan di dunia islam dan dunia tasawuf

Nasab Ibundanya:

Beliau mempunyai hubungan dari arah ibundanya pada as Sulamy. Sedangkan pamannya, Abu Uqail as Sulamy, salah seorang pemuka wilayah Astawa. Sementara nasab pada as Sulamy, terdapat beberapa pandangan. Pertama, as Sulamy adalah nasab pada Sulaim, yaitu kabilah Arab yang sangat terkenal. Nasabnya, Sulaim bin Manshur bin Ikrimah bin Khafdhah bin Qais bin Ailan bin Nashr. Kedua, as Salamy yang dihubungan pada Bani Salamah. Mereka adalah salah satu keluarga Anshar. Nisbat ini berbeda dengan kriterianya.

Kelahiran dan Wafatnya

Ketika ditanya tentang kelahirannya, al Qusyairy mengatakan, bahwa ia lahir di Astawa pada bulan Rabiul Awal tahun 376 H. atau tahun 986 M. Syuja’ al Hadzaly menandaskan, beliau wafat di Naisabur, pada pagi hari Ahad, tanggal 16 Rablul Akhir 465 H./l 073 M. Ketika itu usianya 87 tahun.
Ia dimakamkan di samping makam gurunya, Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq ra, dan tak seorang pun berani memasuki kamar pustaka pribadinya dalam waktu beberapa tahun, sebagai penghormatan atas dirinya.

Kehidupan Al-Qusyairi

Tidak banyak diketahui mengenai masa kecil al-Qusyairy. Namun, yang jelas, beliau lahir sebagai yatim. Ayahnya telah wafat ketika usianya masih kecil. Kemudian pendidikannya diserahkan pada Abul Qasim al Yamany, salah seorang sahabat dekat keluarga al Qusyairy. Pada al Yamany, ia belajar bahasa Arab dan Sastra.
Para penguasa negerinya sangat menekan beban pajak pada rakyatnya. Al Qusyairy sangat terpanggil atas penderitaan rakyatnya ketika itu. Karenanya, dirinya tertantang untuk pergi ke Naisabur, mempelajari ilmu hitung, agar bisa menjadi pegawai penarik pajak, sehingga kelak bisa meringankan beban pajak yang amat memberatkan rakyat.
Naisabur ketika itu merupakan ibu kota Khurasan. Seperti sebelumnya, kota ini merupakan pusat para Ulama dan memberikan peluang besar berbagai disiplin ilmu. Syeikh al Qusyairy sampai di Naisabur, dan di sanalah beliau mengenal Syeikh Abu Ali al-Hasan bin Ali an Naisabury, yang populer dengan panggilan ad-Daqqaq, seorang pemuka pada zamannya. Ketika mendengar ucapan ucapan ad-Daqqaq, al-Qusyairy sangat mengaguminya. Ad-Daqqaq sendiri telah berfirasat mengenai kecerdasan muridnya itu. Karena itu ad-Daqqaq mendorongnya untuk menekuni ilmu pengetahuan.
Akhirnya, al Qusyairy merevisi keinginan semula, dan cita cita sebagai pegawai pemerintahan hilang dari benaknya, memilih jalan Tharikat.
Ustadz asy Syeikh mengungkapkan panggilannya pada Abu Ali ad-Daqqaq dengan panggilan asy-Syahid.

Kepandaian Berkuda

Al Qusyairy dikenal sebagai penunggang kuda yang hebat, dan ia memiliki keterampilan permainan pedang serta senjata sangat mengagumkan.

Perkawinan

Syeikh al-Qusyairy mengawini Fatimah putri gurunya, Abu Ali al-Hasan bin Ali an Naisabury (ad Daqqaq). Fatimah adalah seorang wanita yang memiliki prestasi di bidang pengetahuan sastra, dan tergolong wanita ahli ibadat di masanya, serta meriwayatkan beberapa hadis. Perkawinannya berlangsung antara tahun 405 412 H./1014-1021 M.

Putera Puterinya

Al Qusyairy berputra enam orang dan seorang putri. Putra-putranya menggunakan nama Abdu. Secara berurutan: 1) Abu Sa’id Abdullah, 2) Abu Sa’id Abdul Wahid, 3) Abu Manshur Abdurrahman, 4) Abu an Nashr Abdurrahim, yang pernah berpolemik dengan pengikut teologi Hanbaly karena berpegang pada mazhab Asy’ari. Abu an Nashr wafat tahun 514 H/1120 M. di Naisabur, 5) Abul Fath Ubaidillah, dan 6) Abul Mudzaffar Abdul Mun’im. Sedangkan seorang putrinya, bernama Amatul Karim.
Di antara salah satu cucunya adalah Abul As’ad Hibbatur-Rahman bin Abu Sa’id bin Abul Qasim al Qusyairy.

Menunaikan Haji

Maha Guru imam ini menunaikan kewajiban haji bersamaan dengan para Ulama terkenal, antara lain: 1) Syeikh Abu Muhammad Abdullah binYusuf al-Juwainy (wafat 438 H./1047 M.), salah seorang Ulama tafsir, bahasa dan fiqih, 2) Syeikh Abu Bakr Ahmad ibnul Husain al-Balhaqy (384 458 H./994 1066 M.), seorang Ulama pengarang besar, dan 3) Sejumlah besar Ulama ulama masyhur yang sangat dihormati ketika itu.

Belajar dan Mengajar

Para guru yang menjadi pembimbing Syeikh al Qusyairy tercatat:

  1. Abu Ali al-Hasan bin Ali an Naisabury, yang populer dengan nama ad-Daqqaq.
  2. Abu Abdurrahman – Muhammad ibnul Husain bin Muhammad al-Azdy as Sulamy an Naisabury (325 412 H./936 1021 M.), seorang Ulama Sufi besar, pengarang sekaligus sejarawan.
  3. Abu Bakr – Muhammad bin Abu Bakr ath-Thausy (385 460 H./995 1067 M.). Maha Guru al Qusyairy belajar bidang fiqih kepadanya. Studi itu berlangsung tahun 408 H./1017 M.
  4. Abu Bakr – Muhammad ibnul Husain bin Furak al Anshary al-Ashbahany (wafat 406 H./1015 M.), seorang Ulama ahli Ilmu Ushul. Kepadanya, beliau belajar ilmu Kalam.
  5. Abu Ishaq – Ibrahim bin Muhammad bin Mahran al Asfarayainy (wafat 418 H./1027 M.), Ulama fiqih dan ushul. Hadir di Asfarayain. Di sana (Naisabur) beliau dibangunkan sebuah madrasah yang cukup besar, dan al-Qusyairy belajar di sana. Di antara karya Abu Ishaq adalah al-jaami’ dan ar-Risalah. Ia pernah berpolemik dengan kaum Mu’tazilah. Pada syeikh inilah al-Qusyairy belajar Ushuluddin.
  6. Abul Abbas bin Syuraih. Kepadanya al-Qusyairy belajar bidang fiqih.
  7. Abu Manshur – Abdul Qahir bin Muhammad al Baghdady at-Tamimy al-Asfarayainy (wafat 429 H./1037 M.), lahir dan besar di Baghdad, kemudian menetap di Naisabur, lalu wafat di Asfarayain.

Di antara karya karyanya, Ushuluddin; Tafsiru Asmaail Husna; dan Fadhaihul Qadariyah. Kepadanya al Qusyairy belaj’ar mazhab Syafi’y.

Disiplin Ilmu Keagamaan

  • Ushuluddin: Al Qusyairy belaj’ar bidang Ushuluddin menurut mazhab Imam Abul Hasan al Asy’ary.
  • Fiqih: Al Qusyairy dikenal pula sebagai ahli fiqih mazhab Syafi’y.
  • Tasawuf: Beliau seorang Sufi yang benar benar jujur dalam ketasawufannya, ikhlas dalam mempertahankan tasawuf Komitmennya terhadap tasawuf begitu dalam. Beliau menulis buku Risalatul Qusyairiyah, sebagaimana komitmennya terhadap kebenaran teologi Asy’ary yang dipahami sebagai konteks spirit hakikat Islam. Dalam pledoinya terhadap teologi Asy’ary, beliau menulis buku: Syakayatu Ahlis Sunnah bi Hikayati maa Naalahum minal Mihnah.
    Karena itu al Qusyairy juga dikenal sebagai teolog, seorang hafidz dan ahli hadis, ahli bahasa dan sastra, seorang pengarang dan penyair, ahli dalam bidang kaligrafi, penunggang kuda yang berani. Namun dunia tasawuf lebih dominan dan lebih populer bagi kebesarannya.

Forum Imla’

Maha Guru al Qusyairy dikenal sebagai imam di zamannya. Di Baghdad misalnya, beliau mempunyai forum imla’ hadis, pada tahun 32 H./1040 M. Hal itu terlihat dalam bait bait syairnya. Kemudian forum tersebut berhenti. Namun dimulai lagi ketika kembali ke Naisabur tahun 455 H./1063 M.

Forum Muzakarah

Maha Guru al Qusyairy juga sebagai pemuka forum-forum muzakarah. Ucapan-ucapannya sangat membekas dalam jiwa ummat manusia. Abul Hasan Ali bin Hasan al-Bakhrazy menyebutkan pada tahun 462 H./1070 M dengan memujinya bahwa al-Qusyairy sangat indah nasihat-nasihatnya. “Seandainya batu itu dibelah dengan cambuk peringatannya, pasti batu itu meleleh. seandainya iblis bergabung dalam majelis pengajiannya, bisa bisa iblis bertobat. Seandainya harus dipilah mengenai keutamaan ucapannya, pasti terpuaskan.
Hal yang senada disebutkan oleh al-Khatib dalam buku sejarahnya, Ketika Maha Guru ini datang ke Baghdad, kemudian berbicara di sana, kami menulis semua ucapannya. Beliau seorang yang terpercaya, sangat hebat nasihatnya dan sangat manis isyaratnya.”
Ibnu Khalikan dalam Waftyatul Ayan, menyebutkan nada yang memujinya, begitu pula dalam Thabaqatus Syafi’iyah, karya Tajudddin as-Subky.

Murid-muridnya yang Terkenal

Abu Bakr – Ahmad bin Ali bin Tsabit al-Khatib al-Baghdady (392463 H./1002 1072 M.).
Abu Ibrahim – Ismail bin Husain al-Husainy (wafat 531 H./l 137 M.)
Abu Muhammad – Ismail bin Abul Qasim al-Ghazy an-Naisabury.
Abul Qasim – Sulaiman bin Nashir bin Imran al-Anshary (wafat 512 H/118 M.)
Abu Bakr – Syah bin Ahmad asy-Syadiyakhy.
Abu Muhammad – Abdul Jabbar bin Muhammad bin Ahmad al-Khawary.
Abu Bakr bin Abdurrahman bin Abdullah al-Bahity.
Abu Muhammad – Abdullah bin Atha’al-Ibrahimy al-Harawy.
Abu Abdullah – Muhammad ibnul Fadhl bin Ahmad al-Farawy (441530 H./1050 1136 M.)
Abdul Wahab ibnus Syah Abul Futuh asy-Syadiyakhy an-Naisabury.
Abu Ali – al-Fadhl bin Muhammad bin Ali al-Qashbany (444 H/ 1052 M).
Abul Tath – Muhammad bin Muhammad bin Ali al-Khuzaimy.

Cobaan yang Datang

Ketika popularitasnya di Naisabur semakin meluas, Maha Guru telah mendapatkan cobaan melalui kedengkian dan dendam dari jiwa para fuqaha di kota tersebut. Para fuqaha tersebut menganjurkan agar menghalangi langkah langkah popularitasnya dengan menyebar propaganda. Fitnah itu dilemparkan dengan membuat tuduhan tuduhan dusta dan kebohongan kepada orang orang di sekitar Syeikh. Dan fitnah itu benar benar berhasil dalam merekayasa mereka. Ketika itulah al Qusyairy ditimpa bencana yang begitu dahsyat, dengan berbagai ragam siksaan, cacian dan pengusiran, sebagaimana diceritakan oleh as-Subky.

Mereka yang mengecam. Al-Qusyairy rata-rata kaum Mu’tazilah dan neo-Hanbalian, yang memiliki pengaruh dalam pemerintahan Saljuk. Mereka menuntut agar sang raja menangkap al-Qusyairy, dicekal dari aktivitas dakwah dan dilaknati di berbagai masjid-masjid di negeri itu.
Akhirnya para murid muridnya bercerai-berai, orang-orang pun mulai menyingkir darinya. Sedangkan majelis-majelis dzikir yang didirikan oleh Maha Guru ini dikosongkan. Akhirnya, bencana itu sampai pada puncaknya, Maha Guru harus keluar dari Naisabur dalam keadaan terusir, hingga cobaan ini berlangsung selama limabelas tahun, yakni tahun 440 H. sampai tahun 455 H. Di sela sela masa yang getir itu, beliau pergi ke Baghdad, dimana beliau dimuliakan oleh Khallfah yang berkuasa. Pada waktu waktu luangnya, beliau pergi ke Thous.
Ketika peristiwa Thurghulbeg yang tragis berakhir dan tampuk Khalifah diambil alih oleh Abu Syuja’, al-Qusyairy kembali bersama rombongan berhijrah dari Khurasan ke Naisabur, hingga sepuluh tahun di kota itu. Sebuah masa yang sangat membahagiakan dirinya, karena pengikut dan murid-muridnya bertambah banyak.

Adsense Indonesia

Sudah dilihat

  • 223,836 kali

Masukan alamat email.

Join 8 other subscribers

Top Rate