archives

Biografi

This category contains 42 posts

Habibie Afsyah : Sukses Dengan Satu Jari Aktif dari Kursi Roda

SIAPA akan menyangka, hanya dengan satu jari yang aktif, seperangkat laptop dan koneksi internet, Habibie Hafsyah bisa mengasilkan pendapatan empat hingga lima ribu Dolar Amerika tiap bulannya. “Menjadi diri sendiri, dan memaksimalkan apa yang kita bisa lakukan dan selalu berfikir positif, percaya diri, setiap orang pasti memiliki kelebihan dibalik segala kekurangan yang dimiliki.

Hanya dengan satu jarinya, Habibie sukses menjalankan bisnis rental video game yang dia rintis sejak kecil. Selain itu, selama empat tahun terakhir dirinya juga sukses mengelola 15 perusahaan marketing secara online. Sebanyak lima website marketing miliknya bahkan sudah berkelas internasional. Sepuluh website yang lain untuk menembak pasar dalam negeri. Continue reading

Prof. Dr. Muhammad Mustafa al-A’zami – Ulama Pembela Eksistensi Hadits

Spesialis penakluk tesis kaum orientalis. Predikat itu tepat disematkan pada sosok Prof. Dr. Muhammad Mustafa al-A’zami, 73 tahun, guru besar ilmu hadis Universitas King Saud, Riyadh, Arab Saudi. Popularitas A’zami mungkin tidak setenar Dr. Yusuf Qardlawi dan ulama fatwa (mufti) lainnya. Namun kontribusi ilmiahnya sungguh spektakuler.
Sumbangan penting A’zami terutama dalam ilmu hadis. Disertasinya di Universitas Cambridge, Inggris, ”Studies in Early Hadith Literature” (1966), secara akademik mampu meruntuhkan pengaruh kuat dua orientalis Yahudi, Ignaz Goldziher (1850-1921) dan Joseph Schacht (1902-1969), tentang hadist. Riset Goldziher (1890) berkesimpulan bahwa kebenaran hadis sebagai ucapan Nabi Muhammad SAW tidak terbukti secara ilmiah. Hadis hanyalah bikinan umat Islam abad kedua Hijriah.
Baca Selengkapnya

 

Biografi Muhammad bin Hasan al-Syaibani (132-189 H )

Muhammad bin Hasan asy-Syaibani (wasit, 131 H/748 M.-189 H/804), ahli fikih dan tokoh ketiga madzhab Hanafi yang berperan besar dalam mengembagkan dan menulis pandangan Imam Abu Hanifah. Nama lengkapnya adalah Abu Abdillah Muhammad bin al-Hasan bin Farqad asy-Saybani). Lahir di Wasit, Damaskus (Syuriah) dan besar di Kufah dan menimbah ilmu di Baghdad.
Pendidikannya berawal di rumah dibawah bimbingan langsung dari ayahnya, seorang ahli fikih di zamannya. Pada usia belia, asy-Syaibani telah menghafal al-Qur’an. Pada usia 19 tahun, ia belajar kepada Imam Abu Hanifah. Kemudian ia belajar kepada Imam Abu Yusuf, murid Imam Abu Hanifah. Dari kedua Imam inilah asy-Syaibani memahami fikih madzhab Hanafi dan tumbuh menjadi pendukung utama madhab tersebut. asy-Syaibani sendiri dikemudian hari banyak menulis pelajaran yang pernah diberikan Imam Abu Hanifah kepadanya.
Ia belajar hadits dan ilmu hadits kepada Sufyan as-Tsauri dan Abdurrrahman al-Auza’i. Di samping itu,  ketika berusia 30 tahun, ia mengunjungi Madinah dan berguru kepada Imam Malik yang mempunyai latar belakang sebagai ulama ahlul hadits. Berguru kepada ulama di atas memberikan nuansa baru dalam pemikiran fikihnya. Asy-Syaibani menjadi tahu lebih banyak tentang hadits yang selama ini luput dari pengamatan Imam Abu Hanifah.

Continue reading

Tan Malaka : Gerakan Kiri Dan Revolusi Indonesia Volume 1 – Harry A. Poeze

Tan Malaka atau Ibrahim gelar Datuk Tan Malaka (lahir di Nagari Pandam Gadang, Suliki, Sumatera Barat, 19 Februari 1896 – meninggal di Desa Selopanggung, Kediri, Jawa Timur, 16 April 1949 pada umur 53 tahun[1]) adalah seorang aktivis pejuang nasionalis Indonesia, seorang pemimpin sosialis, dan politisi yang mendirikan Partai Murba. Pejuang yang militan, radikal dan revolusioner ini banyak melahirkan pemikiran-pemikiran yang berbobot dan berperan besar dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Dengan perjuangan yang gigih maka ia dikenal sebagai tokoh revolusioner yang legendaris.

Dia kukuh mengkritik terhadap pemerintah kolonial Hindia-Belanda maupun pemerintahan republik di bawah Soekarno pasca-revolusi kemerdekaan Indonesia. Walaupun berpandangan sosialis, ia juga sering terlibat konflik dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Tan Malaka menghabiskan sebagian besar hidupnya dalam pembuangan di luar Indonesia, dan secara tak henti-hentinya terancam dengan penahanan oleh penguasa Belanda dan sekutu-sekutu mereka. Walaupun secara jelas disingkirkan, Tan Malaka dapat memainkan peran intelektual penting dalam membangun jaringan gerakan sosialis internasional untuk gerakan anti penjajahan di Asia Tenggara. Ia dinyatakan sebagai “Pahlawan revolusi nasional” melalui ketetapan parlemen dalam sebuah undang-undang tahun 1963.[rujukan?]

Tan Malaka juga seorang pendiri partai Murba, berasal dari Sarekat Islam (SI) Jakarta dan Semarang. Ia dibesarkan dalam suasana semangatnya gerakan modernis Islam Kaoem Moeda di Sumatera Barat.

Tokoh ini diduga kuat sebagai orang di belakang peristiwa penculikan Sutan Sjahrir bulan Juni 1946 oleh “sekelompok orang tak dikenal” di Surakarta sebagai akibat perbedaan pandangan perjuangan dalam menghadapi Belanda.[2]

Riwayat

Saat berumur 16 tahun, 1912, Tan Malaka dikirim ke Belanda.

Tahun 1919 ia kembali ke Indonesia dan bekerja sebagai guru disebuah perkebunan di Deli. Ketimpangan sosial yang dilihatnya di lingkungan perkebunan, antara kaum buruh dan tuan tanah menimbulkan semangat radikal pada diri Tan Malaka muda.

Tahun 1921, ia pergi ke Semarang dan bertemu dengan Semaun dan mulai terjun ke kancah politik

Saat kongres PKI 24-25 Desember 1921, Tan Malaka di undang dalam acara tersebut.

Januari 1922 ia ditangkap dan dibuang ke Kupang.

Pada Maret 1922 Tan Malaka diusir dari Indonesia dan mengembara ke Berlin, Moskwa dan Belanda.
Perjuangan

Pada tahun 1921 Tan Malaka telah terjun ke dalam gelanggang politik. Dengan semangat yang berkobar dari sebuah gubuk miskin, Tan Malaka banyak mengumpulkan pemuda-pemuda komunis. Pemuda cerdas ini banyak juga berdiskusi dengan Semaun (wakil ISDV) mengenai pergerakan revolusioner dalam pemerintahan Hindia Belanda. Selain itu juga merencanakan suatu pengorganisasian dalam bentuk pendidikan bagi anggota-anggota PKI dan SI (Sarekat Islam) untuk menyusun suatu sistem tentang kursus-kursus kader serta ajaran-ajaran komunis, gerakan-gerakan aksi komunis, keahlian berbicara, jurnalistik dan keahlian memimpin rakyat. Namun pemerintahan Belanda melarang pembentukan kursus-kursus semacam itu sehingga mengambil tindakan tegas bagi pesertanya.

Melihat hal itu Tan Malaka mempunyai niat untuk mendirikan sekolah-sekolah sebagai anak-anak anggota SI untuk penciptaan kader-kader baru. Juga dengan alasan pertama: memberi banyak jalan (kepada para murid) untuk mendapatkan mata pencaharian di dunia kapitalis (berhitung, menulis, membaca, ilmu bumi, bahasa Belanda, Melayu, Jawa dan lain-lain); kedua, memberikan kebebasan kepada murid untuk mengikuti kegemaran mereka dalam bentuk perkumpulan-perkumpulan; ketiga, untuk memperbaiki nasib kaum miskin. Untuk mendirikan sekolah itu, ruang rapat SI Semarang diubah menjadi sekolah. Dan sekolah itu bertumbuh sangat cepat hingga sekolah itu semakin lama semakin besar.

Perjuangan Tan Malaka tidaklah hanya sebatas pada usaha mencerdaskan rakyat Indonesia pada saat itu, tapi juga pada gerakan-gerakan dalam melawan ketidakadilan seperti yang dilakukan para buruh terhadap pemerintahan Hindia Belanda lewat VSTP dan aksi-aksi pemogokan, disertai selebaran-selebaran sebagai alat propaganda yang ditujukan kepada rakyat agar rakyat dapat melihat adanya ketidakadilan yang diterima oleh kaum buruh.

Seperti dikatakan Tan Malaka pada pidatonya di depan para buruh “Semua gerakan buruh untuk mengeluarkan suatu pemogokan umum sebagai pernyataan simpati, apabila nanti menglami kegagalan maka pegawai yang akan diberhentikan akan didorongnya untuk berjuang dengan gigih dalam pergerakan revolusioner”.

Pergulatan Tan Malaka dengan partai komunis di dunia sangatlah jelas. Ia tidak hanya mempunyai hak untuk memberi usul-usul dan dan mengadakan kritik tetapi juga hak untuk mengucapkan vetonya atas aksi-aksi yang dilakukan partai komunis di daerah kerjanya. Tan Malaka juga harus mengadakan pengawasan supaya anggaran dasar, program dan taktik dari Komintern (Komunis Internasional) dan Profintern seperti yang telah ditentukan di kongres-kongres Moskwa diikuti oleh kaum komunis dunia. Dengan demikian tanggung-jawabnya sebagai wakil Komintern lebih berat dari keanggotaannya di PKI.

Sebagai seorang pemimpin yang masih sangat muda ia meletakkan tanggung jawab yang sangat berat pada pundaknya. Tan Malaka dan sebagian kawan-kawannya memisahkan diri dan kemudian memutuskan hubungan dengan PKI, Sardjono-Alimin-Musso.

Pemberontakan 1926 yang direkayasa dari Keputusan Prambanan yang berakibat bunuh diri bagi perjuangan nasional rakyat Indonesia melawan penjajah waktu itu. Pemberontakan 1926 hanya merupakan gejolak kerusuhan dan keributan kecil di beberapa daerah di Indonesia. Maka dengan mudah dalam waktu singkat pihak penjajah Belanda dapat mengakhirinya. Akibatnya ribuan pejuang politik ditangkap dan ditahan. Ada yang disiksa, ada yang dibunuh dan banyak yang dibuang ke Boven Digoel, Irian Jaya. Peristiwa ini dijadikan dalih oleh Belanda untuk menangkap, menahan dan membuang setiap orang yang melawan mereka, sekalipun bukan PKI. Maka perjaungan nasional mendapat pukulan yang sangat berat dan mengalami kemunduran besar serta lumpuh selama bertahun-tahun.

Tan Malaka yang berada di luar negeri pada waktu itu, berkumpul dengan beberapa temannya di Bangkok. Di ibu kota Thailand itu, bersama Soebakat dan Djamaludddin Tamin, Juni 1927 Tan Malaka memproklamasikan berdirinya Partai Republik Indonesia (PARI). Dua tahun sebelumnya Tan Malaka telah menulis “Menuju Republik Indonesia”. Itu ditunjukkan kepada para pejuang intelektual di Indonesia dan di negeri Belanda. Terbitnya buku itu pertama kali di Kowloon, Hong Kong, April 1925.

Prof. Mohammad Yamin, dalam karya tulisnya “Tan Malaka Bapak Republik Indonesia” memberi komentar: “Tak ubahnya daripada Jefferson Washington merancangkan Republik Amerika Serikat sebelum kemerdekaannya tercapai atau Rizal Bonifacio meramalkan Philippina sebelum revolusi Philippina pecah….”

Madilog

Madilog merupakan istilah baru dalam cara berpikir, dengan menghubungkan ilmu bukti serta mengembangkan dengan jalan dan metode yang sesuai dengan akar dan urat kebudayaan Indonesia sebagai bagian dari kebudayaan dunia. Bukti adalah fakta dan fakta adalah lantainya ilmu bukti. Bagi filsafat, idealisme yang pokok dan pertama adalah budi (mind), kesatuan, pikiran dan penginderaan. Filsafat materialisme menganggap alam, benda dan realita nyata obyektif sekeliling sebagai yang ada, yang pokok dan yang pertama. Bagi Madilog (Materialisme, Dialektika, Logika) yang pokok dan pertama adalah bukti, walau belum dapat diterangkan secara rasional dan logika tapi jika fakta sebagai landasan ilmu bukti itu ada secara konkrit, sekalipun ilmu pengetahuan secara rasional belum dapat menjelaskannya dan belum dapat menjawab apa, mengapa dan bagaimana.

Semua karya Tan Malaka dan permasalahannya didasari oleh kondisi Indonesia. Terutama rakyat Indonesia, situasi dan kondisi nusantara serta kebudayaan, sejarah lalu diakhiri dengan bagaimana mengarahkan pemecahan masalahnya. Cara tradisi nyata bangsa Indonesia dengan latar belakang sejarahnya bukanlah cara berpikir yang teoritis dan untuk mencapai Republik Indonesia sudah dia cetuskan sejak tahun 1925 lewat Naar de Republiek Indonesia.

Jika membaca karya-karya Tan Malaka yang meliputi semua bidang kemasyarakatan, kenegaraan, politik, ekonomi, sosial, kebudayaan sampai kemiliteran (Gerpolek-Gerilya-Politik dan Ekonomi, 1948), maka akan ditemukan benang putih keilmiahan dan ke-Indonesia-an serta benang merah kemandirian, sikap konsisten yang jelas dalam gagasan-gagasan serta perjuangannya.

Pahlawan

Peristiwa 3 Juli 1946 yang didahului dengan penangkapan dan penahanan Tan Malaka bersama pimpinan Persatuan Perjuangan, di dalam penjara tanpa pernah diadili selama dua setengah tahun. Setelah meletus pemberontakan FDR/PKI di Madiun, September 1948 dengan pimpinan Musso dan Amir Syarifuddin, Tan Malaka dikeluarkan begitu saja dari penjara akibat peristiwa itu.

Di luar, setelah mengevaluasi situasi yang amat parah bagi Republik Indonesia akibat Perjanjian Linggajati 1947 dan Renville 1948, yang merupakan buah dari hasil diplomasi Sutan Syahrir dan Perdana Menteri Amir Syarifuddin, Tan Malaka merintis pembentukan Partai MURBA, 7 November 1948 di Yogyakarta.

Pada tahun 1949 tepatnya bulan Februari Tan Malaka hilang tak tentu rimbanya, mati tak tentu kuburnya di tengah-tengah perjuangan bersama Gerilya Pembela Proklamasi di Pethok, Kediri, Jawa Timur. Tapi akhirnya misteri tersebut terungkap juga dari penuturan Harry A. Poeze, seorang Sejarawan Belanda yang menyebutkan bahwa Tan Malaka ditembak mati pada tanggal 21 Februari 1949 atas perintah Letda Soekotjo dari Batalyon Sikatan, Divisi Brawijaya[1].

Direktur Penerbitan Institut Kerajaan Belanda untuk Studi Karibia dan Asia Tenggara atau KITLV, Harry A Poeze kembali merilis hasil penelitiannya, bahwa Tan Malaka ditembak pasukan TNI di lereng Gunung Wilis, tepatnya di Desa Selopanggung, Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri pada 21 Februari 1949. Namun berdasarkan keputusan Presiden RI No. 53, yang ditandatangani Presiden Soekarno 28 Maret 1963 menetapkan bahwa Tan Malaka adalah seorang pahlawan kemerdekaan Nasional.

Tan Malaka dalam fiksi

Dengan julukan Patjar Merah Indonesia Tan Malaka merupakan tokoh utama beberapa roman picisan yang terbit di Medan. Roman-roman tersebut mengisahkan petualangan Patjar Merah, seorang aktivis politik yang memperjuangkan kemerdekaan Tanah Air-nya, Indonesia, dari kolonialisme Belanda. Karena kegiatannya itu, ia harus melarikan diri dari Indonesia dan menjadi buruan polisi rahasia internasional.

Salah satu roman Patjar Merah yang terkenal adalah roman karangan Matu Mona yang berjudul Spionnage-Dienst (Patjar Merah Indonesia). Nama Pacar Merah sendiri berasal dari karya Baronesse Orczy yang berjudul Scarlet Pimpernel, yang berkisah tentang pahlawan Revolusi Prancis.

Dalam cerita-cerita tersebut selain Tan Malaka muncul juga tokoh-tokoh PKI dan PARI lainnya, yaitu Muso (sebagai Paul Mussotte), Alimin (Ivan Alminsky), Semaun (Semounoff), Darsono (Darsnoff), Djamaluddin Tamin (Djalumin) dan Soebakat (Soe Beng Kiat).

Kisah-kisah fiksi ini turut memperkuat legenda Tan Malaka di Indonesia, terutama di Sumatera.
Beberapa judul kisah Patjar Merah:
Matu Mona. Spionnage-Dienst (Patjar Merah Indonesia). Medan (1938)
Matu Mona. Rol Patjar Merah Indonesia cs. Medan (1938)
Emnast. Tan Malaka di Medan. Medan (1940)
Tiga kali Patjar Merah Datang Membela (1940)
Patjar Merah Kembali ke Tanah Air (1940)

Download [Klik Disini]

11 Macan Asia musuh Amerika – Amir Hendarsah – Pratiwi Utami – Amir Hendarsah

Siapa bilang keadidayaan Amerika itu sejati? Amerika-yang selama ini tenar sebagai negara adikuasa- tak ubahnya seperti Goliath. Ya, raksasa Goliath dalam kisah (Daud) “David dan Goliath”. Sosok yang merasa paling kuat sejagad, hobi membawa gada dan meluluhlantakkan siapa yang menetangnya dengan sekali sabetan, semena-mena juga maruk kuasa. Tetapi, siapa pun tahu, sejarah berkata lain. Raksasa Goliath-meskipun kuat-dapat dikalahkan oleh Daud (David). Kekuatan dan keperkasaan Goliath terbukti tidak absolut. Goliath ditumbangkan Daud (David) yang kecil dan tak sepadan dengannya.

Jika adagium ‘sejarah akan berulang’ itu benar, maka yang disampaikan dalam pengantar buku ini bukan sekadar omong doang. Kedigdayaan Amerika hanyalah mitos! Amerika yang diidentikkan dengan Raja Goliath, akan mengalami kejatuhan karena digulingkan oleh Daud-daud (Davis-david) yang lain. Siapa Daud (David) yang dimaksud? Siapa yang bisa di gadang-gadang untuk bisa mereduksi kesuperpoweran Amerika?

Amir Hendarsah, dalam 11 Macan Asia Musuh Amerika mencoba mengangkat profil-profil negara yang dianggap berperan sebagai Daud (David) kecil. Negara-negara ini-meskipun kecil dan terlihat tak punya daya- menyimpan segudang potensi untuk meruntuhkan kekuasaan negara Paman Sam yang telah mengakar kuat di pelosok jagad. Ada Vietnam, Korea Utara, dan Jepang. Mereka-negara-negara kecil Asia ini-dalam catatan sejarah berhasil membuat angkatan bersenjata Amerika kebat-kebit dalam perang-perang di Asia. Masih di kawasan Asia, Republik Rakyat China-yang kekuatan angkatan bersenjatanya berada di urutan ke-3 dunia-menjadi potensi ancaman yang sangat besar bagi Amerika. Ada Irak-yang meski berhasil diduduki Amerika-telah menjadi ‘kerikil dalam sepatu’ karena selama puluhan tahun menolak tunduk atas tekanan Amerika.

Apa ajian dan senjata yang dimiliki negara-negara kecil ini untuk head to head melawan Amerika? Buku ini secara ringkas mengupasnya. Ketika angkatan bersenjata Amerika mempunyai persenjataan canggih seperti pesawat tempur, tank, mobil peluncur roket, maka gudang amunisi Daud-Daud kecil ini juga mempunyai hal yang sama. Meski dari segi kuantitas dan kualitas senjata berbeda, para Daud (David) kecil ini memiliki beberapa hal yang ditakuti Amerika. Irak dalam panduan Ahmadinejad tetap nekat melanjutkan proyek uraniumnya. Kemudian ada Mahathir Mohammad dengan partai UMNOnya yang getol mengkiritk Ekonomi kapitalisme ala Amerika. Dengan sepihak membatalkan pembelian senjata dari Amerika dan memilih beralih ke Rusia. Hal-hal seperti ini sukses membuat negara yang dipimpin Bush Jr. kebakaran jenggot karena memilih tak sejalan dengan kebijakan Amerika. Tak lupa, Ir. Sukarno-proklamator kita- juga dihadirkan. Perlawanan Bung Karno menolak sistem imperialisme ekonomi telah memunculkan kabar burung bahwa CIA ikut andil dalam peralihan kekuasaan orla-orba.

Meski hanya diceritakan secara ringkas, buku ini dapat mengingatkan kembali aksi dan kiprah para tokoh besar Asia yang berani menetang kebijakan Amerika. Meski belum semua tokoh Asia-yang di black list Amerika- diulas dalam pemaparannya, Amir Hendarsah telah menyajikan satu khazanah melengkapi bacaan-bacaan kita. Buku ini tak hanya perlu dibaca oleh penyuka buku politik, namun, pelajar juga. Guna melengkapi cakrawala memandang sejarah dunia.

Peresensi:
Rr. Hani P.N
Mahasiswa FISIPOL UGM, pecinta buku, pegiat di FOSMA ESQ Jogja.

Judul 11 Macan Asia musuh Amerika
Penulis Amir Hendarsah, Pratiwi Utami, Amir Hendarsah
Penerbit Galangpress Group, 2007
ISBN 9792399194, 9789792399196
Tebal 206 halaman

Baca Buku [Klik Disini]

Aidit Dua Wajah Dipa Nusantara – Seri Buku Tempo

Dipa Nusantara Aidit yang lebih dikenal dengan DN Aidit (lahir di Tanjung Pandan, Belitung, 30 Juli 1923 – meninggal di Boyolali, Jawa Tengah, 22 November 1965 pada umur 42 tahun) adalah Ketua Komite Sentral Partai Komunis Indonesia (CC-PKI). Ia dilahirkan dengan nama Achmad Aidit di Belitung, dan dipanggil “Amat” oleh orang-orang yang akrab dengannya. Di masa kecilnya, Aidit mendapatkan pendidikan Belanda. Ayahnya, Abdullah Aidit, ikut serta memimpin gerakan pemuda di Belitung dalam melawan kekuasaan kolonial Belanda, dan setelah merdeka sempat menjadi anggota DPR (Sementara) mewakili rakyat Belitung. Abdullah Aidit juga pernah mendirikan sebuah perkumpulan keagamaan, “Nurul Islam”, yang berorientasi kepada Muhammadiyah.

Terlibat dalam politik

Menjelang dewasa, Achmad Aidit mengganti namanya menjadi Dipa Nusantara Aidit. Ia memberitahukan hal ini kepada ayahnya, yang menyetujuinya begitu saja.

Dari Belitung, Aidit berangkat ke Jakarta, dan pada 1940, ia mendirikan perpustakaan “Antara” di daerah Tanah Tinggi, Senen, Jakarta Pusat. Kemudian ia masuk ke Sekolah Dagang (“Handelsschool”). Ia belajar teori politik Marxis melalui Perhimpunan Demokratik Sosial Hindia Belanda (yang belakangan berganti nama menjadi Partai Komunis Indonesia). Dalam aktivitas politiknya itu pula ia mulai berkenalan dengan orang-orang yang kelak memainkan peranan penting dalam politik Indonesia, seperti Adam Malik, Chaerul Saleh, Bung Karno, Bung Hatta, dan Prof. Mohammad Yamin. Menurut sejumlah temannya, Hatta mulanya menaruh banyak harapan dan kepercayaan kepadanya, dan Achmad menjadi anak didik kesayangan Hatta. Namun belakangan mereka berseberangan jalan dari segi ideologi politiknya.

Meskipun ia seorang Marxis dan anggota Komunis Internasional (Komintern), Aidit menunjukkan dukungan terhadap paham Marhaenisme Sukarno dan membiarkan partainya berkembang. Ia berhasil menjadi Sekjen PKI, dan belakangan Ketua. Di bawah kepemimpinannya, PKI menjadi partai komunis ketiga terbesar di dunia, setelah Uni Soviet dan RRC. Ia mengembangkan sejumlah program untuk berbagai kelompok masyarakat, seperti Pemuda Rakyat, Gerwani, Barisan Tani Indonesia (BTI), Lekra, dan lain-lain.

Dalam kampanye Pemilu 1955, Aidit dan PKI berhasil memperoleh banyak pengikut dan dukungan karena program-program mereka untuk rakyat kecil di Indonesia. Dalam dasawarsa berikutnya, PKI menjadi pengimbang dari unsur-unsur konservatif di antara partai-partai politik Islam dan militer. Berakhirnya sistem parlementer pada tahun 1957 semakin meningkatkan peranan PKI, karena kekuatan ekstra-parlementer mereka. Ditambah lagi karena koneksi Aidit dan pemimpin PKI lainnya yang dekat dengan Presiden Sukarno, maka PKI menjadi organisasi massa yang sangat penting di Indonesia.

Peristiwa G-30-S

Pada 1965, PKI menjadi partai politik terbesar di Indonesia, dan menjadi semakin berani dalam memperlihatkan kecenderungannya terhadap kekuasaan. Pada tanggal 30 September 1965 terjadilah tragedi nasional yang dimulai di Jakarta dengan diculik dan dibunuhnya enam orang jenderal dan seorang perwira. Peristiwa ini dikenal sebagai Peristiwa G-30-S.

Pemerintah Orde Baru di bawah Jenderal Soeharto mengeluarkan versi resmi bahwa PKI-lah pelakunya, dan sebagai pimpinan partai, Aidit dituduh sebagai dalang peristiwa ini. Tuduhan ini tidak sempat terbukti, karena Aidit meninggal dalam pengejaran oleh militer ketika ia melarikan diri ke Yogyakarta dan dibunuh di sana oleh militer.

Kematian dan Kontroversi

Ada beberapa versi tentang kematian DN Aidit ini. Menurut versi pertama, Aidit tertangkap di Jawa Tengah, lalu dibawa oleh sebuah batalyon Kostrad ke Boyolali. Kemudian ia dibawa ke dekat sebuah sumur dan disuruh berdiri di situ. Kepadanya diberikan waktu setengah jam sebelum “diberesi”. Waktu setengah jam itu digunakan Aidit untuk membuat pidato yang berapi-api. Hal ini membangkitkan kemarahan semua tentara yang mendengarnya, sehingga mereka tidak dapat mengendalikan emosi mereka. Akibatnya, mereka kemudian menembaknya hingga mati. versi yang lain mengatakan bahwa ia diledakkan bersama-sama dengan rumah tempat ia ditahan. Betapapun juga, sampai sekarang tidak diketahui di mana jenazahnya dimakamkan.

Selain kematiannya, kelahiran Aidit pun bermacam-macam versi. Beberapa mengatakan Aidit kelahiran Medan, 30 Juli 1923 dengan nama lengkap Dja’far Nawi Aidit. Keluarga Aidit konon berasal dari Maninjau, Sumatera Barat yang pergi merantau ke Belitung.[1] Namun banyak masyarakat Maninjau tidak pernah mengetahui dan mengakui hal itu.

Tulisan DN Aidit

  1. Sedjarah gerakan buruh Indonesia, dari tahun 1905 sampai tahun 1926 (1952)
  2. Perdjuangan dan adjaran-adjaran Karl Marx (1952)
  3. Menempuh djalan rakjat: pidato untuk memperingati ulangtahun PKI jang ke-32 – 23 Mei 1952 (1954)
  4. Tentang Tan Ling Djie-isme: referat jang disampaikan pada kongres nasional ke-V PKI (1954)
  5. Djalan ke Demokrasi Rakjat bagi Indonesia: (Pidato sebagai laporan Central Comite kepada Kongres Nasional ke-V PKI dalam bulan Maret 1954 (1955) / bahasa Inggris: The road to people’s democracy for Indonesia (1955)
  6. Untuk kemenangan front nasional dalam pemilihan umum, dan kewadjiban mengembangkan kritik serta meninggikan tingkat ideologi Partai: Pidato dimuka sidang pleno Central Comite ke-3 PKI pada tanggal 7 Agustus 1955 (1955)
  7. Pertahankan Republik Proklamasi 1945!: Perdjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan nasional, perdamaian dan demokrasi sesudah pemilihan parlemen (1955)
  8. Menudju Indonesia baru: Pidato untuk memperingati ulang-tahun PKI jang ke-33 (1955)
  9. Perjuangan dan adjaran-adjaran Karl Marx (1955)
  10. Revolusi Oktober dan rakjat2 Timur (1957)
  11. 37 tahun Partai Komunis Indonesia (1957)
  12. Masjarakat Indonesia dan revolusi Indonesia: (soal² pokok revolusi Indonesia) (1958)
  13. Sendjata ditangan rakjat (1958)
  14. Kalahkan konsepsi politik Amerika Serikat (1958)
  15. Visit to five socialist states: talk by D.N. Aidit at the Sports Hall in Djakarta on 19th September (1958)
  16. Konfrontasi peristiwa Madiun (1948) – Peristiwa Sumatera (1956) (1958)
  17. Ilmu pengetahuan untuk rakjat, tanahair & kemanusiaan (1959)
  18. Pilihan tulisan (1959)
  19. Introduksi tentang soal2 pokok revolusi Indonesia kuliah umum (1959)
  20. Untuk demokrasi dan kabinet gotong rojong (laporan umum Comite Central Partai Komunis Indonesia kepada Kongres Nasional ke-VI) (1959)
  21. Dari sembilan negeri sosialis: kumpulan laporan perlawatan kesembilan negeri sosialis (1959)
  22. Peladjaran dari sedjarah PKI (1960)
  23. Indonesian socialism and the conditions for its implementation (1960)
  24. Memerangi liberalisme (1960)
  25. 41 tahun PKI (1961)
  26. PKI dan MPRS (1961)
  27. Perkuat persatuan nasional dan persatuan komunis!: laporan politik ketua CC PKI kepada Sidang Pleno ke-III CC PKI pada achir tahun 1961 (1961)
  28. Anti-imperialisme dan Front Nasional (1962)
  29. Setudju Manipol harus setudju Nasakomn (1962)
  30. Pengantar etika dan moral komunis (1962)
  31. Tentang Marxisme (1962)
  32. Untuk demokrasi, persatuan dan mobilisasi laporan umum atas nama CC PKI kepada Kongres Nasional ke-VI (1962)
  33. Indonesian communists oppose Malaysia (1962)
  34. Berani, berani, sekali lagi berani: laporan politik ketua CC PKI kepada sidang pleno I CC PKI, disampaikan pada tanggal 10 Februari 1963 (1963)
  35. Hajo, ringkus dan ganjang, kontra revolusi: pidato ulangtahun ke-43 PKI, diutjapkan di Istana Olah Raga “Gelora Bung Karno” pada tanggal 26 Mei 1963 (1963)
  36. Langit takkan runtuh (1963)
  37. Problems of the Indonesian revolution (1963)
  38. Angkatan bersendjata dan penjesuaian kekuasaan negara dengan tugas² revolusi; PKI dan Angkatan Darat (1963)
  39. PKI dan ALRI (SESKOAL) (1963)
  40. PKI dan AURI (1963)
  41. PKI dan polisi (1963)
  42. Dekon dalam udjian (1963)
  43. Peranan koperasi dewasa ini (1963)
  44. Dengan sastra dan seni jang berkepribadian nasional mengabdi buruh, tani dan pradjurit (1964)
  45. Aidit membela Pantjasila (1964)
  46. PKI dan Angkatan Darat (Seskoad) (1964)
  47. Aidit menggugat peristiwa Madiun: pembelaan D.N. Aidit dimuka pengadilan Negeri Djakarta, Tgl. 24 Februari 1955 (1964)
  48. “The Indonesian revolution and the immediate tasks of the Communist Party of Indonesia” (1964)
  49. Untuk bekerdja lebih baik dikalangan kaum tani (1964)
  50. Dengan semangat banteng merah mengkonsolidasi organisasi Komunis jang besar: Djadilah Komunis jang baik dan lebih balk lagi! (1964)
  51. Kobarkan semangat banteng! – Madju terus, pantang mundur! Laporan politik kepada sidang pleno ke-II CCPKI jang diperluas dengan Komisi Verifikasi dan Komisi Kontrol Central di Djakarta tanggal 23-26 Desember 1963 (1964) / bahasa Inggris: Set afire the banteng spirit! – ever forward, not retreat! – political report to the second plenum of the Seventh Central Committee Communist Party of Indonesia, enlarged with the members of the Central, 1963 (1964)
  52. Kaum tani mengganjang setan-setan desa: laporan singkat tentang hasil riset mengenai keadaan kaum tani dan gerakan tani Djawa Barat (1964)
  53. Perhebat ofensif revolusioner disegala bidang! Laporan politik kepada sidang pleno ke-IV CC PKI jang diperluas tanggal 11 Mei 1965 (1965)
  54. Politik luarnegeri dan revolusi Indonesia (kuliah dihadapan pendidikan kader revolusi angkatan Dwikora jang diselenggarakan oleh pengurus besar Front Nasional di Djakarta) (1965)

Selain itu, sebagian dari tulisan-tulisannya juga diterbitkan di Amerika Serikat dengan judul The Selected Works of D.N. Aidit (2 vols.; Washington: US Joint Publications Research Service, 1961).

Seri Buku Tempo

Bertahun-tahun masyarakat mengenalnya sebagai “Si Jahat”. Film Pengkhianatan G-30-S/PKI mengukuhkan citra kejam Aidit sebagai orang yang memerintahkan pembunuhan 1965. Ia memimpikan masyarakat tanpa kelas di Indonesia, namun terempas dalam prahara 1965.

Seri Buku TEMPO Orang Kiri Indonesia menyingkap yang belum terungkap apa saja dibalik para tokoh komunis Indonesia. Seri ini pernah disampaikan dalam liputan khusus Majalah Berita Mingguan Tempo pada 2007-2010. Seri ini menuturkan pemikiran, ketakutan, kekecewaan, pengkhianatan, serta juga asmara dan perselingkuhan tokoh-tokoh PKI.

Judul Aidit
Penerbit Kepustakaan Populer Gramedia
ISBN 9799102790, 9789799102799

Baca Buku [Klik Disini]

Natsir : Politik Santun di Antara Dua Rezim – Tim Seri Buku TEMPO

Bangsa Indonesia tidak boleh melupakan tokoh yang satu ini: Mohammad Natsir. Natsir adalah satu dari sedikit tokoh Islam di masa awal republik yang tak gagap akan gagasan demokrasi, hak asasi manusia, dan supremasi hukum.

Ia dikenal santun, sederhana, toleran, serta teguh dalam memperjuangkan Republik Indonesia. Karena itu, seabrek atribut disematkan kepadanya, mulai dari cendekiawan, pejuang, politisi, ulama, maupun negarawan.

Bagi umat Islam, Natsir merupakan prototipe tokoh kebangkitan Islam Indonesia yang fenomenanya setara dengan Sayyid Quthub dari Ikhwanul Muslimun atau pun Abul A’la Al- Maududi dari Jama’at Al-Islami.

Lantaran itu, dunia Islam pun mengakui peran dan pemikirannya. Buku berjudul Natsir: Politik Santun di antara Dua Rezim ini penting dibaca lantaran menguraikan fakta-fakta sejarah perjuangan Natsir yang sangat mencintai Indonesia.

Natsir adalah patron politisi langka Indonesia. Ia sering berdebat keras di DPR dan Konstituante dengan lawan politiknya, tapi di luar gedung, ia sangat bersahabat. Natsir juga contoh pribadi yang bersahaja. Sebagai pejabat negara, dia tak hidup bermewah-mewah, bahkan ia pernah mengenakan jas tambalan.

Pada 1945, Natsir merupakan aktivis Muslim inklusif yang berperan besar dalam membangun jiwa nasionalisme umat Islam dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Kaki-kaki ke-Indonesia-an dibangun dengan falsafah keagamaan dan kemanusiaan, sehingga Islam bisa tampil sebagai garda depan pembangunan bangsa.

Selain Mohammad Natsir, di antara tokoh-tokoh terkemuka tersebut adalah Tjokroaminoto, H Agus Salim, dan Wahid Hasyim. Tokoh-tokoh ini diakui sebagai aktivis Muslim inklusif yang meneguhkan posisi Islam dalam kancah kehidupan kebangsaan dan kenegaraan.

Buku ini mencoba mengurai peran politik sosok Mohammad Natsir dalam sejarah politik Indonesia, khususnya perannya dalam Orde Lama dan Orde Baru.

Natsir menjadi sangat tenar dalam kancah politik Indonesia tatkala dia menjadi Ketua Umum Masyumi pada 1948. Natsir dikenal sosok yang akomodatif, sehingga mampu menjela tokoh yang bukan saja disegani umat Islam, tetapi juga kaum nasionalis sekuler.

Pada 5 April 1950, Natsir mengajukan mosi integral dalam sidang pleno parlemen, yang secara aklamasi diterima oleh seluruh fraksi. Mosi ini memulihkan keutuhan bangsa Indonesia dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yang sebelumnya berbentuk serikat.

Natsir seolah menjadi kamus politik Islam bagi aktivis muslim yang aktif di PPP, Golkar, dan PDI. Ia memberikan keteduhan politik, bukan kecurangan dan keculasan.

Peresensi adalah Ali Rif’an, Ketua Umum Forum Lingkar Pena (FLP) Ciputat dan Peneliti The Dewantara Institute, Jakarta.

Sumber, Koran Jakarta,08 April 2011
Judul : Natsir: Politik Santun di antara Dua Rezim
Peresensi: Ali Rif’an
Penulis : Tim Seri Buku TEMPO
Penerbit : KPG (kepustakaan Populer Gramedia) dan Majalah Tempo
Tahun : I, Januari 2011
Tebal : xi + 164 halaman

Baca Buku [Klik Disini]

Heroes of Freedom and Humanity (Kisaha Para Pahlawan Kebebasan dan Kemanusiaan) – Tim Narasi

Perjuangan dan pengorbanan. Keduanya kerap terpatri dalam jiwa manusia yang memang sedang menggapai sebuah cita. Kadang, niat baik seseorang untuk membela orang lain bisa dianggap pemberontakan bagi sekelompok lainnya.

Hal itu dialami oleh Che Guevara yang menginginkan liberalisasi Kuba dari diktator militer dan campur tangan Amerika yang hobi mengintervensi kondisi politik dalam negeri. Demi idealismenya, ia rela dipotong tangannya dan merelakan nyawanya. Continue reading

100 Tokoh Yang Mengubah Indonesia (Ed. Revisi) – Tim Narasi

“100 Tokoh yang Mengubah Indonesia” adalah sebuah judul buku biografi singkat seratus tokoh paling berpengaruh dalah sejarah Indonesia di abad 20.
Buku tersebut disusun oleh Floriberta Aning S. Penerbit NARASI Yogyakarta. Cetakan Ketiga, September 2007.Inilah daftar 100 Tokoh yang mengubah Indonesia :

01. <Abdul Haris Nasution
02. <Abdul Qahhar Mudzakkar
03. <Abdurrahman Wahid
04. <Adam Malik
05. <Adnan Buyung Nasution
06. <Affandi
07. <Agus Salim
08. <Achmad Bakrie
09. <Ahmad Dahlan
10. <Ali Moertopo
11. <Ali Sadikin
12. <Amien Rais
13. <B.J. Habibie
14. <Bing Slamet
15. <Bung Tomo
16. <Cephas
17. <Chairil Anwar
18. <Clifford Geertz
19. <D.N. Aidit
20. <Daud Beureuh
21. <Dewi Sartika
22. Djoko Soetono
23. <Goenawan Mohamad
24. <H.B. Jassin
25. <H.O.S. Tjokroaminoto
26. <HAMKA
27. <Hasyim Asy’ari
28. <Hendricus Sneevliet
29. <Ibnu Sutowo
30. <Idjon Djanbi
31. <Ismail Marzuki
32. <Iwan Fals
33. <Jakob Oetama
34. <Kartosoewirjo
35. <Kasman Singodimedjo
36. <Kho Ping Hoo
37. <Ki Bagus Hadikusumo
38. <Ki Hadjar Dewantara
39. <Kusbini
40. <L.B. Moerdani
41. <Liem Seng Tee
42. <Liem Sioe Liong
43. <Megawati Soekarnoputri
44. <Mochtar Kusumaatmadja
45. <Mohammad Hatta
46. <Mohammad Natsir
47. <Mohammad Roem
48. <Mohammad Yamin
49. <Munir
50. Muso
51. Notonagoro
52. <Nurcholish Madjid
53. <Oei Tiong Ham
54. <Oerip Soemohardjo
55. <Pater Beek
56. <Pramoedya Ananta Toer
57. <R.A. Kartini
58. <Rhoma Irama
59. <Rudy Hartono
60. <Sartono Kartodirdjo
61. <Sedyatmo
62. <Semaun
63. <Sjafruddin Prawiranegara
64. <Snouck Hurgronje
65. <Soe Hoek Gie
66. <Soedirman
67. <Soedjatmoko
68. <Soedjojono
69. <Soeharto
70. <Soekarno
71. <Soepomo
72. <Soeprijadi
73. <Soetomo
74. <Sri Sultan Hamengku Buwono IX
75. <Sumitro Djojohadikusumo
76. <Sukarni
77. <Surya Wonowijoyo
78. <Sutan Sjahrir
79. <Sutan Takdir Alisjahbana
80. <Suwandi
81. <Tan Malaka
82. <Teguh Srimulat
83. <Thayeb Mohammad Gobel
84. <Tirto Adhisoerjo
85. <Tjipto Mangoenkoesoemo
86. <Tjoet Nyak Dien
87. <Tjokorda Raka Sukawati
88. <Tony Koeswoyo
89. <Usmar Ismail
90. <Van Deventer
91. <Van Ophuysen
92. <Van Vollenhoven
93. <W.R. Soepratman
94. <W.S. Rendra
95. <Wahid Hasyim
96. <Wahidin Sudirohusodo
97. <Widjojo Nitisastro
98. <William Soerjadjaja
99. Wirjono Prodjodikoro
100.<Yap Thiam Hien

Judul 100 Tokoh Yang Mengubah Indonesia (Ed. Revisi)
Penulis Tim Narasi
Penerbit Penerbit Narasi
ISBN 9791681538, 9789791681537

Baca Buku [Klik Disini]

Otobiografi Valentino Rossi

Dengan gaya tutur yang mudah dicerna, dalam otobiografinya ini, secara terang benderang The Doctor mengungkap banyak hal yang belum pernah diutarakannya ke media massa: Kepindahan dirinya dari Honda ke Yamaha, pada saat tertentu, menimbulkan tanda tanya bagi sebagian besar orang. Mengapa harus pindah? Tak puaskah dengan apa yang selama ini diperolehnya di Honda? Mengapa juga tim yang dipilih–mungkin sebagai tujuan akhir karirnya di dunia balap motor–adalah Yamaha? Anda juga dapat mengunjungi website yang juga menampilkan e-book ini,sasongko.duniakata.net. Download ebook Otobiografi Valentino Rossi [download]

Adsense Indonesia

Sudah dilihat

  • 223,836 kali

Masukan alamat email.

Join 8 other subscribers

Top Rate